Industri Rokok Kretek Tangan Tergerus, Petani Tembakau Teriak

28 Juli 2018 15:38 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pekerja rokok.  (Foto: ANTARA/Yusuf Nugroho)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pekerja rokok. (Foto: ANTARA/Yusuf Nugroho)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kinerja industri rokok khususnya Sigaret Kretek Tangan (SKT) sangat mengkhawatirkan. Industri berbasis padat karya ini tengah mengalami guncangan hebat akibat beberapa kebijakan pemerintah yang menekan industri rokok, khususnya kenaikan
ADVERTISEMENT
.
Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan dan Minuman Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP FSP RTMM-SPSI) mendata jumlah pabrik rokok skala besar dan kecil banyak yang sudah tutup produksi. Pada 2007 tercatat Industri Hasil Tembakau (IHT) masih berjumlah 4.793 unit. Angka ini berkurang drastis pada 2016 atau 10 tahun kemudian menjadi hanya 1.664 unit.
Imbasnya tentu saja pengurangan tenaga kerja. Pada 2010 lalu tercatat jumlah pekerja yang tergabung dalam organisasi PP FSP RTMM-SPSI sebanyak 235.240 orang. Lima tahun kemudian atau pada 2015 jumlahnya turun menjadi 209.320. Penurunan terus terjadi sampai pada 2017 lalu yakni menjadi 178.624. Itu artinya, selama 8 tahun terakhir, pekerja rokok yang kehilangan pekerjaan sebanyak 56.616 orang.
ADVERTISEMENT
Bahayanya lagi, tergerusnya industri rokok kretek tangan ini berdampak juga pada petani tembakau. Maklum karena tembakau lokal banyak diserap oleh pabrik rokok kretek tangan.
"Begini, 40 persen tembakau kita diserap pabrikan rokok besar sedangkan 60 persen diserapnya oleh perusahaan tembakau menengah ke bawah ini (SKT). Selama ini, kebanyakan tembakau yang kualitasnya enggak terlalu bagus itu dibeli oleh pabrik-pabrik menengah ke bawah tadi," ungkap Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Soeseno kepada kumparan, Sabtu (28/7).
Ilustrasi ladang tembakau.  (Foto: ANTARA/Destyan Sujarwoko )
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ladang tembakau. (Foto: ANTARA/Destyan Sujarwoko )
Soeseno menyatakan bahwa serapan tembakau lokal sekarang ini mulai minim. Kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif cukai memang sangat memberatkan industri rokok kretek tangan. Angka produksi rokok (umum) pun diperkirakan turun dari 336 miliar batang rokok menjadi 330 miliar batang rokok.
ADVERTISEMENT
"Daya serapnya (tembakau) turun," imbuhnya.
Dengan semakin turun kinerja industri rokok kretek tangan, banyak petani tembakau sekarang ini yang sudah beralih ke tanaman lain. Akhirnya, produksi tembakau lokal pun turun.
Soeseno mendata, saat ini rata-rata produksi tembakau lokal hanya berkisar 200 ribu ton per tahun. Padahal kebutuhannya mencapai 300 ribu ton. Sehingga ada defisit sekitar 100 ribu ton. Keran impor kemudian dibuka untuk menutup angka defisit tadi.
Melihat jatuhnya industri rokok kretek tangan, dia pun tidak tahu sampai kapan petani tembakau lokal bisa bertahan. "Banyak petani yang tidak lagi menanam karena biaya pascapanen itu mahal," keluhnya.