Inflasi RI Tahun Ini Diprediksi Capai 3,7 Persen

24 Agustus 2018 15:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) di Kemenko Perekonomian, Jumat (24/8/2018) (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
High Level Meeting Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) di Kemenko Perekonomian, Jumat (24/8/2018) (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah menargetkan inflasi pada tahun ini sebesar 3,5 persen plus minus 1. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, selama ini pemerintah telah berhasil menjaga tingkat inflasi pada level yang rendah dan stabil di kisaran 3,5 persen.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira memproyeksikan, tingkat inflasi pada akhir tahun akan melompati target pemerintah, yaitu sebesar 3,7 persen. Bhima menjelaskan, penyebab yang dapat mengerek inflasi pada semester II ini adalah kenaikan harga sebagian komoditas pangan yang bergantung pada impor.
"Seperti daging sapi, daging ayam, telur dan beras," ucapnya kepada kumparan, Jumat (24/8).
"Hal ini mulai ditunjukkan pada bulan Juli di mana inflasi volatile food mencapai 0,9 persen. Padahal Juli adalah paska Lebaran di mana secara musiman harga pangan kembali menurun," kata Bhima.
Selain dari komoditas yang masih impor, pelemahan nilai tukar rupiah yang semakin tinggi juga akan menciptakan imported inflation (inflasi yang disebabkan tingginya harga barang-barang yang dibeli dari luar negeri).
ADVERTISEMENT
Faktor kedua dari sisi administered prices atau harga yang diatur pemerintah memiliki potensi naik seiring harga minyak mentah yang cukup mahal. Minyak jenis Brent diprediksi menyentuh USD 79 - 80 per barel akibat gangguan pada pasokan global. Harga minyak akan memicu penyesuaian pada Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya nonsubsidi.
Pemantauan harga pangan menjelang Ramadhan. (Foto: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
zoom-in-whitePerbesar
Pemantauan harga pangan menjelang Ramadhan. (Foto: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)
"Transmisinya kemudian ke biaya logistik dan transportasi yang membengkak," terang Bhima.
Selanjutnya Bhima memprediksi, pada bulan November dan Desember secara seasonal akan ada faktor yang membuat permintaan masyarakat tinggi khususnya seperti konsumsi.
"Libur Natal dan Tahun Baru di mana permintaan masyarakat biasanya tinggi. Desember tahun 2017 inflasi umum mencapai 0,71 persen dan inflasi volatile food sebesar 2,46 persen," kata dia.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, Bhima mengusulkan agar pemerintah mampu menstabilisasi kurs rupiah sehingga inflasi karena barang impor bisa ditekan. Selain itu, ia menekankan agar pemerintah mampu memaksimalkan penyerapan bahan pokok dari lokal.
"Sehingga tidak perlu impor beras sampai 2 juta ton tahun ini," ungkapnya.
Bhima menambahkan, pemerintah diharapkan terus melakukan upaya untuk memangkas rantai pasok khususnya bahan pangan. Hal tersebut membuat harga jual di tingkat pedagang lebih efesien.
"Optimalkan kerja satgas pangan untuk memitigasi spekulan yang memanfaatkan situasi, terakhir menjaga harga BBM dengan subsidi yang cukup sampai akhir tahun. Kalau BBM nonsusbdi naik setidaknya BBM solar dan penugasan premium harganya tidak naik," pungkasnya.