Istana Buka Suara soal Rapor Merah Jokowi di Neraca Perdagangan

11 Januari 2019 6:36 WIB
comment
48
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi melepas ekspor ke Amerika Serikat. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi melepas ekspor ke Amerika Serikat. (Foto: Antara/Wahyu Putro A)
ADVERTISEMENT
Defisit tajam neraca perdagangan sepanjang 2018 (Periode Januari-November) yang menjadi rapor merah Pemerintahan Presiden Jokowi, mendapat tanggapan dari pihak istana. Soal defisit terburuk di sepanjang sejarah republik sejak Indonesia merdeka itu, sebelumnya diungkapkan Ekonom Senior, Faisal Basri.
ADVERTISEMENT
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi, Ahmad Erani Yustika, mengungkapkan secara umum tekanan neraca perdagangan lebih disebabkan oleh lonjakan harga minyak dan gas (migas), sehingga menggerus performa ekspor non-migas.
"Sepanjang Januari-November, ekspor non-migas menembus USD150,1 miliar atau naik 7,5 persen (yoy). Angka yang cukup baik saat kondisi ekonomi global yang kurang menguntungkan," katanya kepada kumparan, Jumat (11/1).
Menurutnya, semua pihak tahu tekanan ekonomi dunia sangat tinggi sejak akhir 2017. Bahkan tahun lalu, selain kenaikan harga minyak dunia, ada juga peristiwa perang dagang.
Erani yang juga menjabat Guru Besar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya, Malang ini, memaparkan dalam kaitanya dengan pengaruh harga migas dalam neraca perdagangan, sangat terekam jelas pada realisasi nilai impor.
ADVERTISEMENT
"Realisasi volume impor migas relatif sama, bahkan menurun,. Tapi realisasi nominalnya cukup membengkak. Data BPS menunjukkan selama Januari-November 2018, volume impor migas turun menjadi 45,3 juta ton dari posisi 45,6 juta ton pada periode yang sama 2017. Namun, nilai impornya naik dari USD 21,7 miliar (Januari-November 2017) menjadi USD 27,8 miliar (Januari-November 2018)," ulas dia.
Dia menyatakan, kalau saja kondisi tidak seperti tahun lalu, sebetulnya neraca perdagangan akan melanjutkan surplus. Periode 2015-2017, neraca perdagangan rata-rata surplus USD 9,63 miliar per tahun. Bahkan, pada 2017 surplusnya menembus USD 11,8 miliar.
Presiden Jokowi di Pelepasan Ekspor Indonesia (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi di Pelepasan Ekspor Indonesia (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Kondisi tersebut menurut Erani yang seperti juga Faisal Basri, sama-sama ekonom senior di Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) itu, jauh lebih baik dibandingkan periode 2012-2014. Pada periode itu, rata-rata defisit USD 2,54 miliar per tahun.
ADVERTISEMENT
Dia meyakinkan, Pemerintah sudah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi tekanan terhadap neraca perdagangan.
"Pekerjaan rumah ke depan adalah pendalaman sektor riil yang memiliki nilai tambah, diversifikasi komoditas, perambahan wilayah ekspor baru, dan substitusi aktivitas ekonomi yang banyak menggunakan bahan baku domestik," pungkasnya.