Izin Bangun Pembangkit Listrik Disoroti Jokowi, Begini Penjelasan ESDM

10 Mei 2019 13:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Lontar Unit 4 di Balaraja, Tangerang, Banten. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Lontar Unit 4 di Balaraja, Tangerang, Banten. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) pada Kamis (9/5) kemarin, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyoroti ruwetnya perizinan yang mempersulit investor.
ADVERTISEMENT
Jokowi menyebut perizinan untuk pembangkit listrik sebagai contoh. Kata Jokowi, pada awal masa pemerintahannya, investor harus mengurus 259 izin untuk membangun pembangkit listrik.
Saat ini perizinan di sektor pembangkit listrik sudah dikurangi menjadi hanya 58 izin. Namun menurutnya hal ini masih tinggi. Menurut Jokowi, idealnya hanya ada 5 izin saja.
Terkait hal ini, Kementerian ESDM menyatakan bahwa layanan perizinan ketenagalistrikan kini dapat diakses lebih mudah dan cepat melalui OSS (Online Single Submission) yang dapat diakses di website http://oss.go.id, yang saat ini ditangani oleh BKPM sejak 2 Januari 2019.
"Ada 6 izin ketenagalistrikan secara umum yang sudah masuk OSS, juga 4 izin tambahan bagi pembangkit panas bumi, semuanya sekarang sudah diproses melalui OSS," ujar Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM, Agung Pribadi, dalam keterangan tertulis, Jumat (10/5).
ADVERTISEMENT
Agung menyebut, perizinan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang ditangani oleh Kementerian ESDM melalui OSS pun hanya 2 (dua) perizinan saja, yaitu Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) dan Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik (IUJPTL). Perizinan ini diperlukan agar pembangunan pembangkit tenaga listrik dapat memenuhi aspek keselamatan ketenagalistrikan karena listrik selain bermanfaat juga berbahaya.
"IUPTL dan IUJPTL ini segera dapat diberikan kepada pengembang melalui sistem OSS setelah pengembang menyampaikan komitmen untuk memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 39 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Bidang Ketenagalistrikan," terangnya.
Secara rinci Agung menguraikan, enam izin usaha ketenagalistrikan yang dapat diproses melalui OSS yaitu (1) Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik; (2) Izin Operasi; (3) Penetapan Wilayah Usaha; (4) Izin Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara; (5) Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik yang dilakukan oleh BUMN atau PMA atau yang mayoritas sahamnya dimiliki PMA; dan (6) Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Telekomunikasi, Multimedia, dan Informatika dari pemegang izin yang ditetapkan oleh pemerintah pusat.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, 4 perizinan panas bumi yang telah diproses melalui OSS meliputi Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi, Izin Panas Bumi, Persetujuan Usaha Penunjang Panas Bumi, dan Izin Penggunaan Gudang Bahan Peledak Panas Bumi.
Agung menyebut, selain perizinan yang dikeluarkan dari Kementerian ESDM, setidaknya investor membutuhkan lebih dari 50 izin lain yang diproses melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat, PTSP Provinsi dan PTSP Kabupaten/Kota.
Foto udara PLTU Tanjung Power Indonesia di Tanjung, Tabalong, Kalimantan Selatan. Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Di dalam membangun pembangkit tenaga listrik terdapat beberapa perizinan yang dikeluarkan oleh Kementerian/Lembaga, antara lain BKPM, Kementerian Keuangan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Perhubungan, Kementerian Agraria/BPN, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kementerian Dalam Negeri/Pemerintah Daerah, serta Kementerian ESDM.
"Dengan OSS nantinya diharapkan Kementerian/Lembaga terkait izin pembangunan pembangkit listrik juga dapat memangkas alur perizinan sehingga semakin memudahkan investor dalam mendapatkan izin ke depannya," ujar Agung.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) Arthur Simatupang membenarkan bahwa pembangunan pembangkit listrik masih terhambat berbagai hal. Menurutnya, masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang perlu diselesaikan agar pembangunan pembangkit listrik tak ruwet. Bukan hanya perizinan, masih banyak persoalan lain mulai dari pembebasan lahan hingga administrasi kontrak.
"Masih cukup banyak PR yang perlu dikerjakan agar percepatan proyek listik dapat berjalan lancar. Hambatan di lapangan mulai dari pembebasan lahan pembangkit dan jalur transmisi, administrasi kontrak PPA sampai COD yang cukup panjang dan berbelit, banyaknya perizinan, ketersediaan pendanaan proyek dari perbankan yang tidak memadai, dan lain-lain," ujarnya kepada kumparan, Jumat (10/5).