Jadi Petani Dianggap Tidak Sejahtera, Banyak Orang Desa Pindah ke Kota

20 Juni 2018 17:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lahan pertanian (Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)
zoom-in-whitePerbesar
Lahan pertanian (Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra)
ADVERTISEMENT
Di balik persoalan kenaikan jumlah arus mudik yang terjadi pada Lebaran kali ini, terselip satu masalah sosial ekonomi yang mencerminkan antusiasme masyarakat merayakan Hari Raya Idul Fitri, yaitu urbanisasi. Hal ini membuat desa semakin kehilangan daya tarik dan kemudian menjadikan kota besar sebagai tumpuan harapan memperoleh uang.
ADVERTISEMENT
Sebab, dengan berpindahnya masyarakat dari desa ke kota besar, produktivitas sektor pertanian Indonesia bisa mengalami penurunan. Produksi komoditas pangan pun ikut terpengaruh, sehingga target swasembada pangan menjadi semakin tidak realistis.
"Urbanisasi memang sulit dihindari. Ini akan terus berlangsung dan jumlahnya juga terus meningkat setiap pasca perayaan Idul Fitri. Ini terjadi karena pendapatan mereka sebagai petani tidak mencukupi kebutuhan," kata Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi kepada kumparan, Rabu (20/6).
Hizkia menambahkan, saat ini para petani menghadapi beberapa tantangan, di antaranya adalah tingkat kesejahteraan yang rendah karena upah yang didapat masih tergolong rendah, berkurangnya luas lahan pertanian karena industrialisasi, dan juga minimnya generasi penerus dari kalangan muda karena dirasa bertani tidak bisa hidup sejahtera.
ADVERTISEMENT
Sejumlah petani menanam padi (Foto: Antara/Asep Fathulrahman)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah petani menanam padi (Foto: Antara/Asep Fathulrahman)
"Berdasarkan data pada tahun 2014, sebanyak 54,8 juta orang itu bekerja di sektor pertanian. Jumlah ini sama dengan 34% dari total jumlah pekerja di Indonesia. Tetapi, 34,3 juta di antaranya tergolong miskin atau rentan," paparnya.
Keadaan ini bertolak belakang dengan target swasembada pangan yang ditetapkan oleh pemerintah. Padahal, kesejahteraan petani juga menjadi salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Karenanya, pemerintah harus segera mengatasi persoalan ini.
"Tidak hanya cukup dengan memperluas lahan pertanian, pemerintah juga harus memberikan edukasi untuk peningkatan kapasitas para petani dan juga penguasaan teknologi pertanian. Revitalisasi alat-alat pertanian juga harus dilakukan," tambahnya.
Pemerintah juga perlu untuk membenahi rantai distribusi pangan yang panjang. Sebab, panjangnya rantai distribusi akan membuat para petani tak bisa menikmati harga mahal komoditas pangan yang ada di tingkat konsumen. Selama ini, tak jarang penerapan Harga Pokok Pembelian (HPP) beberapa komoditas hanya menguntungkan kelompok tertentu. Sementara petani tidak mendapat keuntungan dari hasil panennya sendiri.
ADVERTISEMENT
"Dengan begitu, para petani bisa tetap terus bekerja di desa sebagai petani, karena kebutuhan mereka cukup. Kesejahteraan mereka terjamin lewat bertani. Kalau enggak, pasti mereka akan memilih pindah ke perkotaan untuk mencari pekerjaan yang dianggap lebih membuahkan hasil," tutupnya.