KONTEN SPESIAL KERTAJATI, Suasana di Bandara Kertajati

Jawa Barat Punya 48 Juta Penduduk, Tapi Kenapa Kertajati Sepi?

20 April 2019 12:33 WIB
Suasana di Bandara Kertajati. Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di Bandara Kertajati. Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Ruang tunggu Bandara Kertajati seketika sepi usai pesawat Citilink lepas landas pada Kamis (28/3) pagi. Pesawat mengangkasa menuju Bandara Juanda, Surabaya. Satu-satunya rute penerbangan yang masih dilayani dari Bandara Kertajati.
ADVERTISEMENT
Ruangan yang tadinya diisi belasan penumpang itu tinggal menyisakan tiga petugas yang masih siap berjaga, serta tim kumparan yang ditemani oleh Arief Budiman, Corporate Secretary PT Bandar Udara Internasional Jawa Barat (BIJB).
Seorang petugas berjaga di Bandara Internasional Jawa Barat di Kertajati, Majalengka, Jawa Barat. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Di kursi ruang tunggu, Arif yang mengenakan stelan celana bahan dengan seragam putih, serius memandangi gawainya. Tak lama, saat ruang tunggu akrab dengan sepi, penuturan Arif soal sejarah pembangunan Bandara Kertajati, lantas memecah keheningan.
Dari mulutnya, terkisah mengapa, bagaimana, dan apa yang terjadi selama pembangunan Bandara Kertajati yang dimulai pada 2016 silam ini. Salah satu yang jadi tajuk utamanya adalah urgensi Jawa Barat memiliki bandara dengan standar tinggi dan kapasitas besar untuk warganya yang tercatat lebih dari 48 juta jiwa.
ADVERTISEMENT
“Kalau historisnya kan (pembangunan Bandara Kertajati) memang kondisi Husein (Bandara Husein Sastranegara di Bandung)-nya sendiri yang memang sudah tidak bisa dikembangkan. Kemudian juga, Jawa Barat (Jabar) ini populasinya yang terbesar 48 juta (jiwa),” ujar Arief mengawali perbincangan di ruang tunggu Bandara Kertajati, Majalengka, Jawa Barat, Kamis (28/3).
Corporate Secretary PT BIJB, Arif Budiman. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Pembangunan Bandara Kertajati ini, kata Arief, juga tak lepas dari kondisi Jabar yang selama ini tak lagi memiliki bandara besar, yaitu sejak dimekarkannya daerah Banten dari Jabar. Sebab, Bandara Soekarno-Hatta (Soetta) yang dulunya masuk Jabar, melalui UU No.23 Tahun 2000 telah resmi milik Tangerang, Provinsi Banten.
“Kemudian, Pemprov (Jabar) itu, ingin membuat ada bandara dengan beberapa hasil penelitian, dengan berbagai pihak kemudian diputuskannya bandara yang untuk Jabar di Majalengka sini,” imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Riset yang dilakukan sejak 2003 itu, kemudian membuahkan hasil dengan diresmikannya Bandara Internasional Kertajati oleh Presiden Joko Widodo pada 24 Mei 2018. Artinya, bandara yang digadang-gadang terbesar kedua di Indonesia setelah Bandara Soekarno-Hatta itu telah nyaris setahun beroperasi.
Suasana sepinya Bandara Kertajati, Majalengka, Jawa Barat. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Lantas, mengapa Bandara Kertajati masih juga sepi?
Arief tak menyangkal kondisi sepinya bandara yang dibangun oleh PT BIJB saat ini. Ia juga mengakui, tingkat keterisian (okupansi) pesawat yang hanya terbang dua kali sepekan itu tak lebih dari 70 persen. Bahkan, kini kian menurun sampai 30 persen.
“Kalau terkait ini kan masalah load factor-nya masih rendah. Memang ada beberapa penyebabnya. Kesatu, terkait akses yang memang sudah disampaikan oleh pak Gubernur sendiri memang akses (tol) Cisumdawunya belum jadi,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Ia menyebut, belum rampungnya pembangunan tol Cisumdawu itu berdampak pada sulitnya akses hingga keengganan masyarakat menuju Bandara Kertajati karena dinilai kurang efisien.
“Tanpa akses Cisumdawu memang jadi cukup memakan waktu dan high cost juga, dari tolnya juga dan perjalanan kurang lebih 2,5 jam. Itu dari Bandung ke Kertajati. Tapi kalau nanti ada Cisumdawu, 45 menit itu bisa sampai dari gerbang Cileunyi sampai bandara,” imbuh dia.
Suasana sepinya Bandara Kertajati, Majalengka, Jawa Barat. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Pembangunan tol Cileunyi - Sumedang - Dawuan atau Cisumdawu, terbaru memang pembangunannya masih berjalan. Dari total VI seksi, setidaknya ada dua seksi yang ditargetkan selesai saat momen mudik Lebaran 2019 ini.
"Diharapkan, seksi I sampai III itu berarti Jatinangor, Rancakalong, Sumedang, dan Cimalaka tahun 2019 bisa selesai. Untuk secara keseluruhan, selesai 2020. Sedangkan seksi II dan III diharapkan Lebaran ini sudah bisa digunakan," kata Sekretaris Daerah Jawa Barat, Iwa Karniwa, seusai menghadiri rapat pimpinan di Gedung Sate Bandung, Jabar, Senin (25/3).
Akses dari Tol menuju Bandara Kertajati. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Persoalan kedua, kata Arief, sepinya Bandara Kertajati juga dikarenakan masih beroperasinya Bandara Husein di Bandung.
ADVERTISEMENT
“Padahal kalau lihat dari daerah-daerah lain kan, kalau lihat bandara baru, (bandara) yang lamanya ditutup,” klaimnya.
Ia juga menyebut, makin sepinya Bandara Kertajati juga disebabkan oleh melambungnya harga tiket pesawat akhir-akhir ini. Sehingga, menurutnya, banyak penumpang yang mengurangi perjalanan menggunakan moda transportasi pesawat.
“April, Mei (2019) ke sana itu udah high season. Nah ntar biasanya itu akan naik juga dengan sendirinya penumpang itu. Karena di bulan April, bulan Mei udah ada mudik. Setelah itu ada libur panjang, nah itu biasanya naik,” lanjut dia.
Arief menambahkan, faktor lain adalah belum optimalnya pengembangan destinasi di sekitar Bandara Kertajati, khususnya di jalur Ciayumajakuning (Cirebon-Indramayu-Majalengka-Kuningan).
“Itu harus dikembangkan lagi dan harus diperbarui lagi. Supaya wisatawan juga masuk ke Ciayumajakuning. Karena orang mau ke Ciayumajakuning bukan untuk lihat bandaranya, bandara hanya fasilitas, yang sudah BIJB kita siapkan,” kata dia.
Direktur Operasi dan Pengembangan Bisnis PT BIJB, Agus Sugeng Widodo. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Di temui dalam kesempatan terpisah, Direktur Operasi dan Pengembangan Bisnis PT BIJB Agus Sugeng Widodo menambahkan, sepinya Bandara Kertajati juga disebabkan ketatnya persaingan moda transportasi udara dibandingkan transportasi lainnya yang lebih dulu eksis. Utamanya, untuk transportasi jarak dekat yang masih bisa ditempuh moda darat.
ADVERTISEMENT
“Apalagi dengan adanya tol Trans Jawa, artinya itu juga sebetulnya menambah tantangan bagi kita, untuk kemudian menghidupkan dari sisi bisnis, ada kereta api juga,” terangnya di kantor BIJB di Bandara Kertajati, Majalengka, Jawa Barat, Kamis (28/3).
Ditambah lagi, kata Agus, penggunaan moda transportasi udara juga belum menjadi kebiasaan bagi masyarakat di Jabar, termasuk di seputaran Ciayumajakuning hingga Susu Tegbres (Subang-Sumedang-Tegal dan Brebes).
“Ini belum tersosialisasi kepada masyarakat. Apalagi sampai menjadi need, kebutuhan masyarakat soal bandara ini, belum,” ucapnya.
Suasana sepinya Bandara Kertajati, Majalengka, Jawa Barat. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Akses adalah Kunci
Pengamat industri penerbangan dari Indonesia Aviation Center, Arista Atmajati mengatakan, aksesibilitas menjadi kendala utama pada Bandara Kertajati. Utamanya, untuk kedua daerah potensial penumpang seperti di Cirebon dan Bandung.
ADVERTISEMENT
“Dibikin jalan tol atau kereta bandara dari Bandung. Secepat-cepatnya, akhirnya masyarakat jadi nyaman. Kalau terhubung semua, saya yakin pasti Bandara Kertajati akan jadi ke depannya,” katanya dihubungi kumparan, Kamis (28/3).
Namun melihat kondisi Bandara Kertajati yang aksesnya relatif menjorok ke ‘dalam’, ia tak ingin muluk-muluk untuk pengadaan akses. Artinya, bisa dilakukan secara pelan-pelan dan bertahap dimulai dari memaksimalkan keberadaan Tol Cisumdawu nantinya.
“Memang kan di situ relatif agak di pedalaman ya lokasinya, paling kota yang dekat situ kan Cirebon, sebagai kota bisnis juga. Bandung itu kan bisa diakses 1 jam-an lah, yang Tol Cisumdawu. Saya harapkan pelan-pelan terisi, ramai,” imbuh dia.
Suasana sepinya Bandara Kertajati, Majalengka, Jawa Barat. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Sementara, Peneliti dari Institute for Development of Economies and Finance (Indef) Nailul Huda menekankan, perlu adanya pemetaan potensi penumpang untuk menjadi pertimbangan dalam pembangunan aksesibilitas menuju Bandara Kertajati. Misalkan saja, kata dia, mengoptimalkan daerah-daerah yang ramai tingkat mobilitasnya.
ADVERTISEMENT
“Pasti yang terpadu, dalam artian ada kereta atau bus yang langsung ke bandara. Misalnya Karawang. Saya mikirnya, dari Bekasi bisa ke sana juga asalkan ada angkutan yang cepat juga,” ujarnya.
Kendati demikian, menurutnya, langkah itu juga masih perlu dipikirkan matang dan pertimbangan dari berbagai aspek.
Akses dari Tol menuju Bandara Kertajati. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
“Tapi kita harus pikirkan, dari Bekasi itu dihentikan diganti ke Kertajati, itu kan ada double-double track seharusnya bisa dilakukan kalau mau. Kita harus memberikan akses kepada warga Bekasi, Cikarang, Karawang itu ekonominya naik, tinggi, nah itu pasti kan butuh transportasi udara. Banyak dari Medan, dari Padang. Nah makanya ditawarkan,” kata dia.
Di sisi lain, Huda menambahkan, pembangunan akses juga bakal menemui kendala dalam hal pendanaan atau investasi.
ADVERTISEMENT
“Investasi kereta emang lebih mahal. Tapi itu idealnya ya, kereta api,” tandas dia.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten