Jelang Debat: Kereta Cepat Dimulai Jokowi, Dievaluasi Prabowo

17 Februari 2019 11:28 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
 Miniatur kereta cepat Jakarta-Bandung. Foto: Ela Nurlaela/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Miniatur kereta cepat Jakarta-Bandung. Foto: Ela Nurlaela/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memulai pembangunan (groundbreaking) proyek kereta cepat Jakarta-Bandung pada 21 Januari 2016 di area perkebunan teh Walini milik PT Perkebunan Nusantara VIII, Kabupaten Bandung Barat.
ADVERTISEMENT
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu optimistis proyek kereta cepat sepanjang 142,3 kilometer (km) tersebut bisa beroperasi pada tahun 2019. Namun, target ini akhirnya digeser ke 2021. Saat beroperasi, waktu tempuh Jakarta-Bandung dapat dipangkas menjadi 40 menit. Kereta rencananya berhenti di 4 stasiun yakni Halim, Karawang, Walini, dan Tegalluar (dekat Gedebage) di Kota Bandung. Harga tiket kereta pun sudah dipatok Rp 200.000 per penumpang untuk sekali jalan.
Total kebutuhan dana proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mencapai USD 6,07 miliar, di mana 75 persen pendanaannya berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB), sedangkan 25 persen sisanya berasal dari ekuitas PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).
Proyek ini masuk ke dalam perjanjian Belt and Road Initiative China atau program jalur sutra modern yang digagas oleh Presiden China Xi Jinping.
ADVERTISEMENT
PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) sebagai anggota konsorsium KCIC menyebut akuisisi lahan telah mencapai 113 km atau 80 persen dari total jalur Kereta Cepat Jakarta-Bandung sepanjang 142,3 km yang menghubungkan empat stasiun, yaitu: Halim, Karawang, Walini dan Tegalluar Bandung. Selebihnya, sisa lahan sepanjang 29,3 km akan segera dibebaskan dan dioptimalkan bagi fasilitas umum dan sosial.
Pekerjaan kereta cepat pertama di Asia Tenggara ini terus dikebut. Perusahaan konsorsium pemilik proyek kereta cepat, KCIC telah mendatangkan Tunnel Boring Machine (TBM) atau alat bor raksasa dari Negeri Tirai Bambu. TBM telah mendarat di Lokasi Tunnel #1 Halim Km 3+600, Jakarta.
Hingga akhir 2018, progres pengerjaan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung hingga bulan Desember 2018 baru mencapai 4,6 persen.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama KCIC Chandra Dwiputra menyebut selama ini pihaknya berfokus pada penyiapan pengerjaan, sebab pengerjaan proyek kereta cepat itu terbilang rumit.
"Yang kami kerjakan, masih yang banyak adalah persiapan. Buat tunnel dan persiapannya itu tidak cepat," ujarnya kepada kumparan, Sabtu (29/12/2018).
Prototipe Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
Selain persiapan yang cukup rumit, menurut dia, faktor lain yang menyebabkan pengerjaan lambat yakni karena terkadang pihaknya diminta untuk mengalah menunda pekerjaan di sekitar Tol Jakarta-Cikampek.
"Di situ ada pengerjaan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated, LRT. Kami masuknya belakangan. Jadi kalau rapat untuk sinkronisasi, karena kami masih sedikit aktivitasnya kami diminta mengalah dulu," jelasnya.
Meski progres pengerjaan saat ini baru 4,6 persen, namun KCIC mematok target progres ambisius pada tahun 2019, yaitu 60 persen. Sementara pengerjaan keseluruhan ditarget selesai di 2021.
ADVERTISEMENT
Kereta Cepat Jakarta-Bandung Akan Dievaluasi Prabowo
Direktur Komunikasi dan Media Badan Pemenangan (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Hashim Djojohadikusumo, mengatakan bahwa beberapa proyek saat ini dinilai baik, namun beberapa di antaranya dinilai tidak perlu untuk dilanjutkan. Salah satu proyek yang akan dievaluasi bila Prabowo memenangi Pilpres 2019 ialah kereta cepat Jakarta-Bandung.
"Indonesia dan China memiliki hubungan yang baik, tapi saya kira beberapa proyek ada yang ingin kami lihat. Saya yakin ada beberapa proyek yang sangat bagus, tapi beberapa tidak diperlukan," ujar Hashim seperti dilansir South China Morning Post, Senin (22/10/2018).
Mesin bor raksasa untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung tiba di Pelabuhan Tanjung Priok dari China. Foto: Dok. PT Kereta Cepat Indonesia China
Hashim menilai proyek yang didukung oleh Pemerintah China ini terlalu mahal. Total kebutuhan dana untuk proyek ini mencapai USD 6,07 miliar atau setara Rp 84,98 triliun (USD 1 = Rp 14.000).
ADVERTISEMENT
“Saya pikir itu terlalu mahal. Kebanyakan orang akan menggunakan bus, ini jauh lebih murah dan mereka pergi dari pusat kota ke pusat kota," katanya.
Keputusan Tim Prabowo ini tak sendiri. PM Malaysia Mahathir Mohamad juga memutuskan untuk membatalkan proyek kereta cepat di Malaysia senilai USD 20 miliar yang sedang dibangun oleh kontraktor China, China Communications Construction Company. Proyek ini dinilai kemahalan. Keputusan itu diambil seusai Pemerintah Malaysia gagal melakukan negosiasi penurunan harga dengan Pemerintah China.