news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

JK Minta Pemda Jabar Ikut Terlibat dalam Pembebasan Lahan Depo LRT

20 Februari 2019 13:08 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana di Kampung Jati Terbit, Kelurahan Jati Mulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, RT/01 RW/07. Foto: Abdul Latif/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana di Kampung Jati Terbit, Kelurahan Jati Mulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, RT/01 RW/07. Foto: Abdul Latif/kumparan
ADVERTISEMENT
Pembangunan depo LRT Jabodebek masih terganjal masalah lahan warga. Warga tetap berkukuh tinggal di lokasi dan menuntut ganti untung sebesar Rp 6 juta hingga Rp 30 juta per meter persegi.
ADVERTISEMENT
Mendengar hal itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengimbau agar Pemerintah Daerah Jawa Barat ikut terlibat dalam proses pembebasan lahan.
"Oh Bekasi, itu urusan Pemerintah Daerah," tekan JK saat ditemui di Stasiun MRT Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta, Rabu (20/2).
Di tempat yang sama, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi bilang bahwa proyek pembangunan depo LRT Jabodebek memang masih terhambat lahan warga. Dia pun akan segera berkoordinasi dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk untuk menyelesaikan sengkarut ini.
"Itu kan masalah tanah, ya saya mengikuti di koridornya Pak Luhut Menko Maritim. Tentunya proses yang akan digunakan akan dilakukan secara legal, kita tentu akan melakukan menempuh cara yang paling baik," ucapnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, progres pembangunan Depo LRT Bekasi masih terganjal oleh pembebasan lahan sekitar 12,2 hektare (ha). Salah satu lokasinya berada di Kampung Jati Terbit, Kelurahan Jati Mulya, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, RT/01 RW/07 yang ditempati 500 Kepala Keluarga (KK).
Proyek LRT Jabodebek yang direncanakan beroperasi pada 2019 di Stasiun Taman Mini. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Ketua Komunikasi Kampung Jati Terbit (FKKJT) Sondi Irwanto Silalahi mengungkapkan saat ini warga terus dibujuk dengan berbagai cara oleh pemangku kepentingan agar mau pindah dari Kampung Jati Terbit.
Sebagai gantinya, Sondi meminta kompensasi kepada pemangku kepentingan dalam hal ini PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI), maupun pemerintah setempat bahwa sebagian warga atau sekitar 300 KK meminta ganti rugi Rp 6 juta per meter persegi (m2) untuk tanah dan bangunan.
“Rp 6 juta per meter tanah dan bangunan,” katanya kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Sementara sekitar 108 KK meminta ganti rugi hingga Rp 30 juta meter persegi. Jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan harga tanah yang berada di kawasan Kemang, Jakarta Selatan.
Sondi menjelaskan perbedaan harga tersebut disebabkan pertama keberadaan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Non-SHM. Secara umum dari 500 KK, hanya sekitar 150 KK yang memilki SHM. Sementara sisanya, Sondi menyebutnya dengan istilah tanah negara bebas sekitar 300 KK.
Kedua ia menilai dari harga yang ditebus kepada kawasan lain yang difungsikan untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mencapai Rp 7 juta hingga Rp 11 juta per meter persegi termasuk tanah dan bangunan.
“Itu di kampung sebelah untuk proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Padahal masih satu kelurahan sama kita. Tapi mereka bisa dapat harga Rp 7-11 juta per meter persegi. Itu termasuk tanah dan bangunan ya,” sambungnya.
ADVERTISEMENT