JK Usul Impor Ferrari dan Lamborghini Dikurangi

2 Agustus 2018 14:29 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jusuf Kalla dan Darmin Nasution di Business Lunch. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jusuf Kalla dan Darmin Nasution di Business Lunch. (Foto: Nicha Muslimawati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah terus melakukan berbagai cara untuk mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Salah satunya akibat laju impor yang masih lebih tinggi dibandingkan ekspor.
ADVERTISEMENT
Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, keadaan tersebut membutuhkan berbagai upaya, meskipun secara teoritis untuk mengatasi pelebaran defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) dikatakannya sangat mudah, yakni mengurangi impor. Namun praktiknya, mengalami berbagai tantangan.
"CAD selalu saja, teorinya mudah, bagaimana menaikkan ekspor dan kurangi impor. Keadaan begini butuh upaya," ujar JK di Business Lunch Hotel Aryaduta, Jakarta, Kamis (2/8).
Dia mencontohkan, Indonesia ingin menambah ekspor sawit ke Eropa, namun di sisi lain Eropa justru melakukan pembatasan. "Kita ancam Eropa waktu itu, kita berhenti impor Airbus saja, lalu dubes Eropa datang ke kantor saya, mereka katakan 'jangan, pak', lalu datang juga Parlemen Eropa ke kantor saya. Akhirnya (pembatasan ekspor) sawit ditunda pelaksanaannya," jelasnya.
Ferrari SP38 Deborah (Foto: dok. Ferrari)
zoom-in-whitePerbesar
Ferrari SP38 Deborah (Foto: dok. Ferrari)
Dia melanjutkan, saat ini pemerintah masih melihat untuk membatasi barang impor yang tidak terlalu berdampak ke ekonomi atau yang bersifat mewah (luxury). Bahkan dirinya mengusulkan agar Indonesia bisa berhenti mengekspor mobil di atas 3.000 cc seperti Ferrari.
ADVERTISEMENT
"Kita berusaha akan mengurangi luxury proyek infrastruktur, komponennya jangan diimpor semua. Katakan listrik, itu banyak impornya, hampir semua malahan. Saya malah usulkan, sudah hentikan impor mobil di atas 3.000 cc, jangan impor Ferrari, jangan Lamborghini," lanjutnya.
Dia pun meminta kepada pengusaha untuk menaruh devisa hasil ekspornya ke Indonesia. Hal ini telah dilakukan oleh berbagai negara, termasuk Thailand, Singapura, dan Malaysia.
"Kalau di Singapura keluarkan SGD 10,000 harus ada alasannya, untuk bayar sekolah dan lainnya. Kita lebih bebas dari Singapura bahkan Malaysia, jadi perlu aturan aturan lebih baik," tambahnya.