Jokowi Ingin RI Ambil Untung dari Perang Dagang, Bagaimana Faktanya?

17 Juni 2019 6:41 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pekerja merapihkan sepatu di China. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pekerja merapihkan sepatu di China. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
Meski perang dagang yang makin sengit antara Amerika Serikat (AS) dengan China, secara umum merugikan perekonomian global, namun hal itu juga memberikan sejumlah peluang. Presiden Joko Widodo atau Jokowi, mengharapkan para pengusaha Indonesia bisa mengambil keuntungan dari situasi ini.
ADVERTISEMENT
"Jangan kita memandang itu sebagai sebuah masalah besar. Tapi menurut saya ada sebuah peluang, ada sebuah opportunity yang bisa kita ambil dari ramainya perang dagang ini," kata Jokowi di Komplek Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (12/6).
Hal itu dia sampaikan, saat menerima para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).
Dalam kesempatan terpisah, Ketua Umum Kadin Rosan P Roeslani mengatakan, pengekspor tekstil dan ban memperoleh keuntungan dari perang dagang. Ekspor tekstil ke AS, menurutnya meningkat sampai 30 persen dan permintaan ban Indonesia juga naik.
"Saya bicara dengan teman-teman asosiasi tekstil, mereka menyatakan ekspornya tahun ini malah naik 25-30 persen. Karena barang kita di sini jadi lebih menarik, kompetitif, karena yang di sana kan kena tarif. Perusahaan ban juga menyatakan hal yang sama," kata Rosan kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Berkah juga ditangguk industri alas kaki nasional. Data Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mengungkapkan, pada empat bulan pertama di 2019 nilai ekspor alas kaki Indonesia ke AS nilainya mencapai USD 559,91 juta. Angka itu tumbuh 6,7 persen dibandingkan periode sama tahun lalu.
Presiden Joko Widodo. Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Padahal pertumbuhan ekspor alas kaki pada 2018 masih sebesar 6,5 persen dibandingkan 2017. Bahkan setahun sebelumnya, hanya tumbuh 3,5 persen.
Di luar sektor industri tersebut, bagaimana keuntungan yang diraih Indonesia secara umum, sebagai dampak dari perang dagang? Studi bank investasi Jepang, Nomura, mengungkapkan pemenang dari perang dagang antara AS dan China bukanlah salah satu dari dua negara itu.
Vietnam-lah yang paling diuntungkan, dari perseteruan dua kekuatan utama ekonomi dunia tersebut. Kemudian berturut-turut di bawahnya, adalah Taiwan, Chili, Malaysia, dan Argentina.
ADVERTISEMENT
Nomura mengukur dampak sektor perdagangan negara-negara itu ke AS atau China, terhadap PDB masing-masing negara. Ekspor Vietnam ke AS telah tumbuh pesat dalam setahun masa perang dagang, hingga menyumbang sebesar 7,9 persen terhadap PDB-nya.
Ada juga Hong Kong, Meksiko, Korea Selatan, Singapura, dan Brasil, dalam daftar negara-negara tersebut. Dari total 31 negara yang meraih ‘berkah’ perang dagang AS-China, tak ada Indonesia.
Akan halnya bagi AS sendiri, perang dagang membuat kinerja perdagangannya ke China justru menggerus PDB sebesar 0,3 persen. Sebaliknya kinerja perdagangan China ke AS telah menggerus PDB 0,5 persen.
Dari mana ‘berkah' yang diraih negara-negara itu berasal? Melihat produk-produk impor asal China dikenai tarif tinggi, mendorong perusahaan-perusahaan AS untuk mencari sumber pasokan lain di luar China.
ADVERTISEMENT
Misalnya untuk produk peralatan listrik, perlengkapan mesin kantor, mesin proses data otomatis, perabot, dan barang konsumsi lainnya.
Di sisi lain, tarif tinggi yang dikenakan China atas produk-produk AS, mengakibatkan importir Tiongkok membeli produk kedelai, pesawat terbang, biji-bijian dan kapas dari negara lain.
Dari riset Nomura, lima negara yang ekspornya meningkat paling besar (ke AS atau China), memasok komoditas sebagai berikut:
Vietnam: komponen telepon, furnitur, mesin proses data otomatis
Taiwan: komponen mesin tik, mesin kantor, komponen telepon
Chili: bijih tembaga, kedelai
Malaysia: sirkuit elektronik, perangkat semikonduktor
Argentina: kedelai
Jokowi melepas ekspor ke Amerika Serikat. Foto: Antara/Wahyu Putro A
Sementara itu Ketua Umum Kadin, Rosan P. Roeslani, terkesan tak kaget dengan data yang tak memasukkan Indonesia sebagai salah satu negara peraih ‘berkah’ perang dagang. Dia menilai, Indonesia belum menjadi bagian dari rantai pasok global atau global supply chain.
ADVERTISEMENT
Lain halnya dengan Vietnam, Malaysia, maupun Thailand, yang sudah masuk rantai pasok global. Di balik risiko yang mereka tanggung dari perang dagang AS-China, juga ada peluang yang mereka bisa raih.
"Karena kan kita juga bukan global supply chain seperti Thailand, Vietnam, atau negara tetangga Malaysia, mereka ini yang berimbas," kata dia.
Walaupun sepanjang 2018 saat perang dagang AS-China memanas, ekspor Indonesia ke kedua negara itu tumbuh positif, namun sepertinya tak cukup bernilai dibandingkan pertumbuhan yang diraih negara-negara lain. Sementara itu sepanjang tiga bulan pertama di 2019, ekspor Indonesia ke kedua negara justru menurun alias mencatatkan pertumbuhan negatif.
Perang dagang juga dimanfaatkan berbagai negara, untuk menarik investasi masuk.
Rosan mengakui, saat ini investor memang lebih banyak masuk ke negara-negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, Bangladesh, dan Thailand. Untuk itu diperlukan koordinasi antara pemerintah maupun swasta agar investasi bisa masuk ke Tanah Air.
ADVERTISEMENT