Jokowi Pastikan Utang Dikelola dengan Hati-hati
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuturkan bahwa kebijakan fiskal tahun 2020 bersifat ekspansif, terarah, dan terukur. Defisit anggaran pada tahun 2020 juga akan dibiayai dengan memanfaatkan sumber-sumber pembiayaan yang aman dan dikelola secara hati-hati sehingga berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
"Utang dikelola melalui kombinasi instrumen yang efisien, di antaranya dengan mempertimbangkan faktor risiko, serta pemanfaatannya secara lebih produktif," ujar Jokowi dalam pidato Nota Keuangan di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (16/8).
Dia melanjutkan, utang juga akan dimanfaatkan untuk kegiatan yang mendukung program pembangunan nasional, baik di bidang pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, infrastruktur, maupun pertahanan dan keamanan.
"Pembiayaan yang kreatif untuk akselerasi pembangunan infrastruktur juga dilakukan dengan memberdayakan peran swasta, melalui skema Kerja sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU)," kata dia.
Jokowi juga memastikan rasio utang pemerintah akan tetap berada di batas aman sesuai UU Keuangan Negara, yakni tak melebihi 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
ADVERTISEMENT
"Defisit anggaran dan rasio utang terhadap PDB tetap dikendalikan dalam batas aman, di bawah tingkat yang diatur dalam UU Keuangan Negara, sekaligus untuk mendorong keseimbangan primer menuju positif," tambahnya.
Adapun total utang pemerintah pusat selama semester I 2019 mencapai Rp 4.570,17 triliun. Utang tersebut meningkat 8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 4.227,8 triliun.
Berdasarkan data APBN KiTa, utang tersebut terdiri dari pinjaman luar negeri dan dalam negeri. Adapun pinjaman luar negeri sebesar Rp 778,64 triliun dan dalam negeri sebesar Rp 6,97 triliun.
Selanjutnya, Surat Berharga Negara (SBN) hingga akhir Juni 2019 sebesar 3.784,56 triliun. Angka ini naik 9,9 persen dibandingkan periode yang sama 2018 sebesar Rp 3.442,64 triliun.
ADVERTISEMENT
Secara rinci, SBN berdenominasi rupiah mencapai Rp 2.735,76 triliun, yang terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 2.275,2 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 460,4 triliun. Sementara SBN berdenominasi valas mencapai Rp 1.048,8 triliun, terdiri dari SUN sebesar Rp 833,8 triliun dan SBSN sebesar Rp 214,9 triliun.
Dengan demikian, rasio utang pemerintah pusat sebesar 29,5 persen terhadap produk domestik bruto (PDB). Rasio ini melambat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 29,79 persen terhadap PDB.