Jonan: China Juga Importir Minyak, Tapi Neraca Perdagangan Tak Defisit

15 November 2018 13:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ignasius Jonan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat ditemui di kantornya, Rabu (15/8/18). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ignasius Jonan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat ditemui di kantornya, Rabu (15/8/18). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, kinerja neraca perdagangan Indonesia belum menunjukkan perbaikan. Sepanjang Oktober 2018, neraca perdagangan defisit senilai USD 1,82 miliar.
ADVERTISEMENT
Salah satu penyebab utama defisit neraca perdagangan adalah impor minyak dan BBM. Meski demikian, Menteri ESDM Ignasius Jonan berpendapat bahwa masalahnya bukan konsumsi minyak yang terlalu tinggi, tapi ekspor yang tidak maksimal.
Kata dia, jika memang impor migas membebani neraca perdagangan, seharusnya hal ini bisa diatasi dengan menggenjot ekspor nonmigas. Sayangnya, menurut Jonan ekspor nonmigas masih kurang.
Ilustrasi ladang minyak (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi ladang minyak (Foto: Pixabay)
Dia mencontohkan Singapura. Negara ini tidak memiliki cadangan migas, karena itu kebutuhan dalam negeri harus diimpor, tapi kondisi ekonominya kuat karena ekspornya tinggi.
Contoh lain yaitu China. Jonan menyebut impor migas di negara tersebut lebih besar dari Indonesia tapi mereka bisa mengekspor komoditas nonmigas lebih besar sehingga tak ada masalah defisit.
ADVERTISEMENT
"Ya menurut saya ekspornya kurang yang produk sektor lainnya, nonmigasnya. Singapura punya minyak enggak? Itu impor semua kan. Kenapa mata uangnya masih kuat? (ekspornya tinggi) Iya. Hong Kong punya enggak? China coba impor minyaknya berapa, cek sehari berapa mungkin 3 juta tapi ekspornya besar dari produk lainnya. Kan minyak itu adalah salah satu bahan untuk produksi dalam perspektif yang luas ya," katanya saat ditemui di Pullman, Jakarta, Kamis (15/11).
Ia menambahkan, impor minyak dan BBM juga dikonsumsi untuk kegiatan produktif. Tanpa bahan bakar yang memadai, sektor usaha lain tidak bisa berjalan.
"Kan impor minyak ini enggak untuk diminum ini, kan ini sebagai alat produksi, walaupun digunakan oleh konsumen itu kan digunakan untuk berkegiatan," tutupnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya diberitakan, berdasarkan catatan BPS, nilai ekspor Indonesia Oktober 2018 tercatat USD 15,80 miliar atau naik 5,87 persen dibanding ekspor September 2018. Sementara nilai impor Indonesia pada Oktober 2018 mencapai USD 17,62 miliar atau naik 20,6 persen dibanding September 2018.
“Karena ada peningkatan impor minyak mentah, hasil minyak dan gas. Jadi kenaikan impor 20,6 persen,” kata Kepala BPS Suhariyanto.