Jonan Targetkan Harga Jual B100 per Liternya Bisa Lebih Murah

2 April 2019 15:59 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ignasius Jonan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat ditemui di kantornya, Rabu (15/8/18). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ignasius Jonan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat ditemui di kantornya, Rabu (15/8/18). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah terus melakukan penelitian agar bisa mengolah bahan bakar dengan komponen 100 persen minyak kelapa sawit atau B100. Rencananya, hasil produk B100 berupa avtur atau green avtur di kilang-kilang milik PT Pertamina (Persero).
ADVERTISEMENT
Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, berdasarkan hitungannya, harga jual avtur dari B100 sekitar Rp 14.000 per liter. Menurut dia, B100 ini memiliki cetane number 70-80, setara BBM jenis Pertamina Dex.
"CPO bisa enggak buat avtur? Bisa. Kalau CPO buat B100. Cetane Number-nya bisa 70-80 setara Pertamina Dex. Nah itu kalau bisa sangat membantu. Harga jualnya kira-kira Rp 14 ribu, bisa dijual ke siapa saja, yang paling memungkinkan ke konsumen Pertamina Dex," kata dia di Energy Building, Jakarta, Selasa (2/4).
Meski begitu, Jonan mengakui harga jual B100 senilai Rp 14.000 per liter ini dianggap kemahalan. Karena itu, pemerintah bakal mencari cara agar biaya produksinya bisa ditekan. Salah satunya berdiskusi dengan para pengusaha kelapa sawit.
ADVERTISEMENT
Sejauh ini, kata dia, Kementerian BUMN sudah berkomitmen untuk membantu mewujudkan produksi avtur dengan harga yang ekonomis. Hal tersebut bisa dimulai dengan produksi sawit dari PTPN yang sama-sama BUMN.
"Kami lagi cari cara untuk bisa menurunkan harga produksi. Saya minta ke asosiasi buat link ke MOPS atau Crude. Atau ya biaya produksi berapa ditambah margin. Ini masih cari formula. BUMN sih komit, kalau enggak ya PTPN dulu lah yang mulai," lanjutnya.
Sebelumnya, Pertamina berencana melakukan uji coba produksi Green Fuel dan Green Avtur dari kelapa sawit di Kilang Refinery Unit (RU) IV Cilacap dan Kilang RU VI Balongan pada tahun ini.
Ilustrasi Biodiesel Foto: Reuters/Mike Blake
Menurut Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Pertamina, Heru Setiawan, dalam kebijakan itu pihaknya tidak melakukan ekspansi, melainkan cukup memanfaatkan kilang yang ada.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Kilang RU II Dumai dan RU III Plaju yang telah melakukan uji coba produksi green fuel. Untuk mengembangkan kilang di Plaju, saat ini Pertamina tengah menjajaki kerja sama dengan perusahaan energi asal Italia, Eni.
Green Fuel diklaim memiliki kualitas lebih baik dibandingkan Biodiesel 20 (B20), meski sama-sama berbahan baku turunan minyak kelapa sawit. Perbedaannya, B20 merupakan campuran Solar dengan turunan minyak kelapa sawit bernama Fatty Acid Methyl Esters. Pun pengolahannya dilakukan di Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Pertamina.
Sementara Green Fuel adalah campuran Solar dengan turunan minyak kelapa sawit bernama Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO). Pengolahannya dilakukan langsung di kilang Pertamina.