Jumlah BUMN Setelah Masa Kemerdekaan Ada 400, Sekarang Tinggal 115

26 Maret 2019 20:23 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Kementerian BUMN Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Kementerian BUMN Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Eksistensi BUMN sebagai badan usaha milik pemerintah bermodalkan kekayaan negara, terus mengalami dinamika dari waktu ke waktu.
ADVERTISEMENT
Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno menyebut pada awal mula masa kemerdekaan BUMN berjumlah tak kurang dari 400 perusahaan.
“Tahun 1958 kita lakukan nasionalisasi perusahaan Belanda. Nasionalisasi dulu kita sebabnya karena kita udah bayar utang lunas USD 350 juta dan dijanjikan untuk mengembalikan Irian Barat. Makanya kita balas untuk menasionalisasikan perusahaan asing. Sejak saat itu BUMN 400,” katanya di sambutan acara CFO BUMN 2019 oleh Bisnis Indonesia, di JW Marriot, Jakarta, Selasa (26/3).
Seiring waktu, Fajar mengatakan jumlah BUMN relatif semakin menyusut. Data terakhir BUMN menunjukkan, pada tahun 2016-2017, jumlah BUMN berkurang dari 118 menjadi 115 perusahaan pelat merah.
Hal itu, sehubungan dengan adanya holding BUMN pertambangan pada 29 November 2017, yaitu pengalihan saham negara pada PT Antam (Persero) Tbk, PT Timah (Persero) Tbk, dan PT Bukit Asam (Persero) Tbk kepada PT Inalum (Persero).
ADVERTISEMENT
Fajar lantas berkelakar, BUMN dalam perjalanan sejak pertama didirikan yaitu saat PT Pos Indonesia (Persero) terbentuk pada 1746 itu, menjadi lembaga pelat merah yang menyerupai “love-hate” relationship. Di mana BUMN kadang dibenci, namun dirindukan dan dibutuhkan.
“BUMN itu sektor grup yang dibenci oleh berbagai kalangan. Tapi dirindukan juga. Kenapa? BUMN kita tuh pertama PT Pos, sebelum Belanda datang malah. Industri pertahanan itu 1808 sudah jalan. Itu PT Pindad,” klaimnya.
Fajar Harry Sampurno, Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN. Foto: Resya Firmansyah/kumparan
Saat ini, Fajar menerangkan ada sekitar 20 BUMN yang telah berhasil go public. Di sisi lain, hampir seluruh BUMN yang saat ini eksis telah bebas dari monopoli, kecuali PLN yang belum sepenuhnya.
“PLN distribusinya monopoli, tapi distribusi dan pembangunan sudah banyak IPP (independent power producer),” pungkas dia.
ADVERTISEMENT
Sebagai informasi, BUMN mencatat total laba tahun 2018 mencapai Rp 188 triliun, angka itu tumbuh 127 persen dari tahun 2014 yaitu Rp 148 triliun.
BUMN Bangun 782 Km Jalan Tol Sejak 2015
Dari tahun 2015 hingga 2018, BUMN telah membangun sepanjang 782 kilo meter jalan tol.
Pembangunan jalan tol oleh BUMN dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan konektivitas jalur darat. Imbasnya, bisa banyak hal, mulai dari aksesibilitas makin mudah hingga meningkatkan perekonomian masyarakat.
“Sampai dengan 2014, jalan tol yang ada 780 kilometer, lalu 2015-2018 mencapai 782 km,” kata Fajar.
Tak hanya itu, Fajar juga menyebut berbagai pencapaian lain yang telah dilakukan oleh BUMN dalam hal konektivitas lainnya yaitu di jalur laut dan udara.
ADVERTISEMENT
Menurut data, BUMN di periode yang sama mampu membangun 27 pelabuhan baru dan 100 kapal pendukung tol laut. Sementara di sektor udara, ada 10 bandara baru dan tercatat mengakomodir mobilisasi penumpang sebanyak 232 juta.
Tak hanya di bidang infrastruktur fisik, Fajar juga sesumbar soal pencapaian dalam hal memperdayakan ekonomi masyarakat yang selama ini dilakukan oleh BUMN.
Misalnya saja, ia merinci, kredit usaha rakyat (KUR) Himbara tahun 2018 saja mencapai 4,3 juta nasabah sebesar Rp 113,9 triliun.
“Kalau Himbara udah pada tahu, nah kalau Mekaar (membina ekonomi keluarga sejahtera) mencapai 276 kabupaten dengan total Rp 16,4 triliun,” imbuh dia.
Sementara itu, kata dia, BUMN juga mampu menyumbangkan total laba yang naik 127 persen sejak 2014 hingga 2018 ini, yaitu dari Rp 148 triliun ke Rp 188 triliun.
ADVERTISEMENT
“Itu berkontribusi ke APBN sampai Rp 422 triliun pada 2018, naik 104 persen dari 2014 senilai Rp 407 triliun,” tandasnya.