Karena Trump, Pertumbuhan Ekonomi China 2018 Terburuk dalam 28 Tahun

21 Januari 2019 13:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana Pelabuhan di Qingdao, Shandong, China. (Foto: AFP/STR)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Pelabuhan di Qingdao, Shandong, China. (Foto: AFP/STR)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
China mencatatkan pertumbuhan ekonomi 2018 sebagai yang terburuk sepanjang 28 tahun terakhir. Salah satu pemicu rendahnya pertumbuhan ekonomi Negeri Tirai Bambu itu adalah perang dagang, yakni berupa penaikan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump.
ADVERTISEMENT
Biro Statistik China merilis laporan pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018. Pertumbuhan ekonomi China mencapai 6,6 persen di 2018, atau lebih rendah dari tahun 2017 yang sebesar 6,9 persen.
"Pertumbuhan GDP China sebesar 6,6 persen di 2018," tulis Badan Statistik China seperti diberitakan China Daily, Senin (21/1).
Mengutip data Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi China di 2018 itu tercatat sebagai yang terburuk sejak 1990 atau dalam 28 tahun terakhir.
Pada tahun 1991 pertumbuhan ekonomi China sebesar 9,29 persen, sementara tahun 1990 senilai 3,90 persen. Dalam rentang 1990-2018, ekonomi China sebetulnya mulai melambat pascakrisis keuangan dunia di 2008. Pada tahun 2007, perekonomian negeri Tirai Bambu mampu tumbuh 12,23 persen, namun kemudian turun menjadi 9,65 persen di tahun berikutnya. Penurunan terus terjadi hingga tahun 2018, meskipun sempat menguat satu kali di 2010.
ADVERTISEMENT
Ditulis CNBC, Badan Statistik China tak menampik bila perlambatan ekonomi sepanjang 2018 karena adanya efek perang dagang dengan Amerika Serikat (AS). Di mana, Presiden AS Donald Trump telah mengenakan tarif tambahan terhadap produk asal China sepanjang 2018.
"Saat ada perang dagang. China juga dihadapkan pada usaha untuk mengatasi perlambatan ekonomi," tulis CNBC.
Bejing saat ini berusaha menjaga keseimbangan antara peringkat utang dan pertumbuhan ekonomi. Mengurangi rasio utang memang berdampak terhadap ekonomi jangka panjang, namun langkah ini ternyata memiliki efek negatif jangka pendek berupa perlambatan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir.
Perlambatan Ekonomi China Berdampak ke Indonesia
Melambatnya perekonomian China bisa memiliki pengaruh negatif terhadap ekspor Indonesia di 2019. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), China tercatat sebagai negara utama tujuan ekspor produk nonmigas Indonesia pada tahun 2018. Kontribusi ekspor ke China mencapai 15 persen atau setara USD 24,39 miliar terhadap total ekspor nonmigas Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Perlambatan ekonomi China berpotensi mengurangi permintaan bahan baku dari Indonesia baik komoditas energi, tambang, perkebunan maupun perikanan. Efeknya kinerja ekspor tahun ini (2019) diperkirakan hanya ada dikisaran 6-7 persen," kata Peneliti dari INDEF Bhima Yudhistira Adhinegara kepada kumparan.
Jokowi di launching peremajaan kebun kelapa sawit. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi di launching peremajaan kebun kelapa sawit. (Foto: Aprilandika Pratama/kumparan)
Bhima menilai produk nonmigas seperti minyak kelapa sawit, batu bara, dan karet merupakan ekspor unggulan Indonesia. Dengan tren perlambatan ekonomi China, pendapatan masyarakat dan perusahaan yang bergantung terhadap sektor komoditas unggulan nonmigas itu juga akan tertekan.
"Otomatis pendapatan masyarakat yang bekerja di sektor komoditas khususnya di Kalimantan dan Sumatera tertekan. Pertumbuhan ekonomi di daerah berbasis komoditas prospeknya turun," tutur Bhima.