Keluhan Karyawan PT Pos yang Berujung Tuntutan Agar Direksi Mundur

7 Februari 2019 9:56 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Unjuk rasa Serikat Pekerja Pos Indonesia. Foto:  Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Unjuk rasa Serikat Pekerja Pos Indonesia. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Aksi yang dilakukan Serikat Pekerja PT Pos Indonesia Kuat Bermartabat (SPPIKB) bersama karyawan dan karyawati pada Rabu (6/2) kemarin, menyuarakan berbagai keluhan dan tuntutan menyoal perusahaan plat merah yang berdiri sejak 1946. Mulai dari desakan paling gamblang diteriakkan seperti penggantian direksi, sistem upah, keterlambatan gaji, kejelasan status pemutusan hubungan kerja, hingga perbaikan tata kelola perusahaan. kumparan, Kamis (7/2) merangkum beberapa keluhan dan tuntutan pekerja PT Pos Indonesia (Persero). 1. Perbaikan Tata Kelola dan Penggantian Direksi Sekretaris Jenderal SPPIKB mengatakan tuntutan penggantian direksi itu ditujukan untuk memperbaiki kinerja dan tata kelola perusahaan yang dinilai tidak berjalan baik selama tiga tahun ke belakang. “Tuntutan kita, pengelola perusahaan ini kita anggap tidak mampu mengelola perusahaan ini dengan baik. Tentu kita meminta kepada pemegang saham, kepada presiden, kepada menteri untuk mengganti pimpinan para direksi kita ini," katanya ketika ditemui dalam aksi di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Rabu (6/2).
Unjuk rasa Serikat Pekerja Pos Indonesia. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Ia menerangkan, hal itu merupakan puncak kekecewaan dari berbagai persoalan karyawan dan perusahaan yang terjadi pada kepemimpinan direksi saat ini. Mulai dari manajemen yang pihaknya klaim tidak berjalan dengan baik.
ADVERTISEMENT
“Sistem pengelolaan remoderasi (regenerasi) penggajian sistem pola karier yang tidak sesuai harapan karyawan, tidak objektif, tidak dilakukan secara adil kemudian ada union busting juga melakukan PHK unprosedural ini ada 6 orang teman kami,” ujarnya.
2. Disparitas atau Kesenjangan Gaji
Masalah lain yang juga dikeluhkan para karyawan adalah adanya disparitas atau kesenjangan gaji.
Hendri melanjutkan, tata kelola perusahaan PT Pos Indonesia yang dia nilai tidak berjalan baik. Itu menyebabkan multiplier efek lainnya yaitu besaran gaji yang tidak adil. “Disparitas gaji kami dengan level pejabat itu antara bumi dan langit. Saya contohnya kepala kantor di Pariaman, gaji saya cuma Rp 5,4 juta sedangkan pejabatnya Rp 50 jutaan. Ini saya level pimpinan nih, kepala kantor, belum kawan-kawan tingkat di level bawah,” klaimnya.
ADVERTISEMENT
3. Kendala Uang Lembur dan Biaya Kawal Tak hanya itu, dia menyebut berbagai persoalan keuangan juga selama ini terjadi di kalangan karyawan. Seperti uang lembur dan biaya kawal yang Ia nilai masih tak sesuai ketentuan. “Keprihatinan kita hak sudah mulai dikurangi, terlambat, dan lembur kita malah tidak dibayar, uang kawal kita di tingkat bawah. Yang kita khawatirkan bulan depan ada jaminan enggak,” ucap Hendri. 4. Kekecewaan Keterlambatan Gaji Diklaim karena Demo Karyawan Menyoal keterlambatan gaji, kata Hendri, juga disesalkan pihaknya karena klaim perusahaan yang menyatakan diakibatkan demo yang dilakukan karyawan. “Kalau keterlambatan baru kali ini, yang miris bagi kita, bahwa keterlambatan itu dikeluarkanlah oleh statement perusahaan menyatakan bahwa keterlambatan ini karena adanya demo oleh serikat pekerja, padahal demo itu kita lakukan tidak kali ini saja, berulang-ulang tidak pernah gaji kita terganggu,” lanjutnya. Hendri menyebut, di tengah masalah keuangan lainnya yang juga membelit karyawan PT Pos Indonesia, pihaknya merasa keterlambatan gaji itu cukup berdampak. “Bagi kami yang gajinya hanya untuk kehidupan, ini sangat berarti bagi kita, makanya ini kawan-kawan secara nurani tanpa kami paksakan tanpa kita ajak-ajak turun kita berkumpul menyuarakan ini,” ujarnya. Di sisi lain, ada pula kecemasan yang muncul di kalangan pekerja PT Pos Indonesia yaitu soal kelangsungan gaji ke depan. Meski keterlambatan gaji hanya terjadi sekali pada Februari kemarin dan sudah dibayarkan, namun mereka mengaku tidak tahu nasib ke depannya apalagi di tengah kondisi keuangan yang dinilai kurang baik. "Kalau cash flow terganggu bisa aja 1 Februari gajinya tanggal 4 bisa bayar, tanggal 4 dari siapa? Apakah nanti bulan depannya enggak ada, pinjam lagi, pinjam lagi, kalau pinjam pinjam terus begitu, bahkan di holding statement yang dikeluarkan tanggal 1 disebutkan bahwa karena adanya demo sehingga terganggu hubungan kemitraan yang akhirnya mitra tidak menarik investasi dan tidak jadi memberikan pinjaman, berarti di holding statement itu sendiri direksi sudah mengakui bahwa untuk membayar gaji itu pinjam duitnya," terang salah seorang juru bicara aksi dengan status terkena PHK sepihak, Deny Sutarya. 5. Adanya PHK Sepihak Saat aksi Rabu (6/2) kemarin, kumparan menemui salah seorang karyawan yang mengaku terdampak PHK sepihak yang dilakukan oleh manajemen PT Pos Indonesia, Deny Sutarya. Ia mengatakan telah bekerja di PT Pos Indonesia sejak tahun 1992 atau sekitar 25 tahun lalu. Ia menyebut dirinya tiba-tiba di PHK pada 15 Agustus 2018 lalu. "Hanya karena alasannya saat itu, saya sebagai ketua DPW SPPI mengirimkan atau meneruskan pertanyaan adrai Kornas peduli BUMN, saat itu yang jadi ketua Haris Husein, dia mengirim berita ke pemerintah ke Presiden ke Kejaksaan Agung mengirimkan kebobrokan PT Pos di direksi yang sekarang, karena pedulinya saya sebagai ketua DPW khusus kantor pusat, saya teruskan surat itu, saya pertanyakan ke Kejaksaan Agung, maksud saya, kalau memang berita itu benar tolong diproses tapi kalau tidak tolong perbaiki nama baik direksi kami jangan sampai ini jadi hoax," paparnya. Namun, kata dia, sepekan setelah itu tiba-tiba dirinya di PHK secara sepihak tanpa adanya keterangan yang jelas dan tidak sesuai dengan prosedur yaitu tidak melalui hakim di pengadilan Pemutusan Hubungan Industrial (PHI). "Hingga saat ini, saya masih memperjuangkan hak saya, ke hubungan industrial," pungkasnya.
ADVERTISEMENT