Kemenkeu Bantah Faisal Basri: Utang untuk Infrastruktur dan Pendidikan

6 April 2018 15:03 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Luky Alfirman (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Luky Alfirman (Foto: Kevin Kurnianto/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan menyebut utang pemerintah saat ini lebih banyak digunakan untuk pembangunan infrastruktur dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Hal ini diharapkan akan berdampak positif secara jangka panjang bagi perekonomian ke depan.
ADVERTISEMENT
Jumlah utang pemerintah hingga akhir Februari 2018 melonjak 13,46% menjadi Rp 4.035 triliun dibandingkan dengan periode yang sama pada 2017 yang masih Rp 3.556 triliun.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman menjelaskan, tujuan penggunaan utang untuk infrastruktur dan perkembangan SDM memang tidak bisa cepat dirasakan hasilnya. Setidaknya, hasil dari pembangunan infrastruktur baru bisa dirasakan dua sampai tiga tahun setelah pembangunan dilakukan.
"Keuntungannya memang masih nanti, tapi tidak apa-apa investasi dinikmati generasi mendatang. Jadi cukup beralasan pemerintah berikan modal untuk anak cucu," ujar Luky di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat (6/4).
Sebelumnya, Ekonom Universitas Indonesia Faisal Basri mengkritik penggunaan utang luar negeri pemerintah yang selama ini dinarasikan untuk menggenjot pembangunan infrastruktur. Padahal, menurut data yang ia kumpulkan, utang luar negeri paling banyak digunakan untuk belanja pegawai.
Ilustrasi mata uang Dolar. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mata uang Dolar. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)
Menurutnya, proyeksi belanja pegawai pada 2018 adalah sebesar Rp 366 triliun, atau naik 28% sejak 2014. Sementara di posisi kedua adalah belanja barang sebesar Rp 340 triliun atau naik 58% sejak 2014. Sementara infrastruktur, yang masuk dalam kategori capital, berada di urutan ketiga yakni sebesar Rp 204 triliun atau naik 36% sejak 2014.
ADVERTISEMENT
"Infrastruktur itu paling banyak dibiayai dari utang BUMN, yang tidak masuk dalam kategori utang yang direncanakan," katanya di Kampus Universitas Indonesia Salemba, Jakarta, Selasa (3/4).
Sementara itu mengutip data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur naik 5,8% dari tahun lalu menjadi Rp 410,7. Jumlah tersebut dialokasikan untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebesar Rp 107,4 triliun, Kementerian Perhubungan sebesar Rp 48,2 triliun, investasi pemerintah (PMN dan LMAN) sebesar Rp 41,5 triliun, dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 33,9 triliun.
"Kemudian untuk perkembangan SDM ini kami menginginkan pendidikan dan kesehatan bagi SDM Indonesia, investasi untuk itu tidak bisa ditunda lagi. Kalau tidak sekarang akan tertinggal dengan negara lain," jelas Luky.
ADVERTISEMENT
Pemerintah juga mengalokasikan anggaran pendidikan tahun ini sebesar Rp 444,1 triliun atau naik 5,8% dari tahun lalu yang sebesar Rp 419,8 triliun. Anggaran untuk kesehatan juga naik 5,8% dari Rp 104,9 triliun menjadi Rp 111 triliun.
Luky menegaskan, jumlah utang Indonesia masih terbilang aman. Sebab rasio utang tersebut masih 29,24% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Atau di bawah level maksimal yang diperbolehkan negara sebesar 60% terhadap PDB.
"Indonesia masih aman, Jepang itu 240% terhadap PDB," jelasnya.