Kenapa Bukan Bulog yang Ditunjuk Impor Beras?

12 Januari 2018 18:52 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mendag  Enggartiasto Lukita di Kemendag (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Mendag Enggartiasto Lukita di Kemendag (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Perdagangan membuka izin bagi PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (Persero) untuk mengimpor 500.000 ton beras premium. Beras tersebut harus sudah tiba di akhir bulan Januari 2018.
ADVERTISEMENT
Rekomendasi impor beras premium sebesar 500.000 ton kepada PPI murni adalah komersial bukan penugasan. Sehingga Bulog tak berniat mengajukan diri untuk mengimpor.
"Karena PPI yang ngajuin, yang lain enggak ngajuin, Bulog enggak ngajuin," ungkap Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Oke Nurwan saat dihubungi kumparan (kumparan.com), Jumat (12/1).
Suasana pasar beras Cipinang (Foto: Garin Gustavian/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pasar beras Cipinang (Foto: Garin Gustavian/kumparan)
Aturan impor beras sebesar 500.000 ton tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 1 Tahun 2018. Dalam Permendag tersebut, yang berhak mendapatkan rekomendasi importasi beras yaitu yang berasal dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
"Ini kan ada yang ngajuin kita setujuin. Semuanya bisa tapi karena aturannya BUMN jadi boleh," sebutnya.
Dikonfirmasi terpisah, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan ketika beras impor tiba pada akhir Januari, PPI diminta untuk segera mendistribusikan ke pasar tradisional dan pasar modern. PPI bisa menggandeng mitra bisnis dari perusahaan lain atau distributor saat penyaluran beras. Enggar meminta agar beras impor ini dijual sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp 9.450 per kg.
ADVERTISEMENT
"(Akhir) Januari, (awal) Februari masuk. Jadi saya melaporkan kepada beliau (Darmin Nasution) beras yang kita impor adalah beras yang masuk dalam kategori beras keperluan lain yaitu dengan tingkat pemecahan di bawah 5%. Itu Permendag Nomor I Tahun 2018 mencangkup itu dan itu yang kita impor," jelasnya.