Kenapa PLN Ngotot Ingin Harga Khusus Batu Bara untuk Listrik?

4 Maret 2018 13:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi instalasi listrik (Foto: Basri Marzuki/ANTARA)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi instalasi listrik (Foto: Basri Marzuki/ANTARA)
ADVERTISEMENT
PT PLN (Persero) terus berupaya agar pemerintah menetapkan harga khusus batu bara untuk kebutuhan kelistrikan. Perusahaan listrik milik BUMN tersebut menilai melonjaknya harga batu bara hingga mencapai USD 100 per metrik ton akan mengganggu keuangan PLN.
ADVERTISEMENT
Sebab, porsi batu bara dalam pembangkit listrik milik PLN saat ini lebih besar dibandingkan pembangkit yang menggunakan BBM. Rencananya, Presiden Joko Widodo akan meneken harga khusus batu bara melalui Peraturan Presiden pada bulan ini.
“Presiden telah mencanangkan untuk menetapkan harga batu bara secara fix. Mungkin awal Maret Perpresnya akan keluar untuk amankan PLN ke depan,” kata Dirut PLN Sofyan Basyir pada pekan lalu.
Sofyan mengatakan, meroketnya harga batu bara telah menyebabkan potensi keuntungan PLN hilang hingga mencapai Rp 20 triliun. Pada tahun lalu, laba yang diraih PLN hanya Rp 3 triliun sampai Rp 4 triliun saja.
Lalu, berapa porsi batu bara dalam bauran energi pembangkit saat ini?
Berdasarkan data Kementerian ESDM hingga akhir tahun 2017, porsi batu bara dalam bauran energi pembangkit listrik tercatat sebesar 57,22%. Porsi tersebut merupakan yang terbesar di antara jenis bahan bakar lainnya.
ADVERTISEMENT
Selebihnya berasal dari gas bumi sebesar 24,82%, Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 5,81% dan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 12,15%. Hal tersebut dilihat dari output produksi listrik dari tiap jenis pembangkit yang menggunakan jenis energi tersebut.
Pemerintah memang mengupayakan agar porsi BBM dalam bauran energi di pembangkit listrik terus turun. Catatan akhir tahun 2017, porsi BBM mengalami penurunan signifikan, lebih dari separuhnya dibanding bauran BBM untuk pembangkit pada 2014 yang mencapai 11,81%.
Truk milik PT Andaro membawa muatan batu bara (Foto: Antara Foto/Prasetyo Utomo)
zoom-in-whitePerbesar
Truk milik PT Andaro membawa muatan batu bara (Foto: Antara Foto/Prasetyo Utomo)
Sejak tahun 2014, pangsa pembangkit listrik jenis BBM menurun drastis dari 11,81% kemudian bergerak turun ke 8,58% (2015), 6,96% (2016) hingga 5,81% (2017). Bahkan Pemerintah menargetkan penggunaan BBM untuk pembangkit listrik hanya 5% dari bauran energi nasional di tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Kementerian ESDM juga mencatat, konsumsi listrik nasional pada akhir tahun 2017 mencapai 1.021 kWh/kapita, meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 65 kWh/kapita.
Kondisi ini antara lain dipengaruhi meningkatnya rasio elektrifikasi dan perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin banyak mengkonsumsi listrik dalam kehidupan sehari-hari.
Pasokan listrik juga terus dioptimalkan dengan menjaga agar susut jaringan atau electricity loss dari tahun ke tahun menunjukkan penurunan. Berdasarkan data terakhir, angka susut jaringan tahun 2014 sebesar 10,58% berhasil diturunkan menjadi 9,60% pada akhir tahun 2017.