Kepala BKPM: Banyak Perizinan Ekspor dan Impor yang Ujungnya Pungli

11 September 2019 21:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BKPM Thomas Lembong mengikuti Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/7). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BKPM Thomas Lembong mengikuti Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/7). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo menggelar rapat terbatas tentang Perbaikan Ekosistem Investasi di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Rabu (11/9).
ADVERTISEMENT
Usai rapat, Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengungkapkan, salah satu hal yang menghambat investasi di Indonesia adalah banyaknya perizinan yang berujung pungutan liar (pungli). Menurutnya, harus ada penyederhanaan perizinan secara besar-besaran untuk memudahkan investor sekaligus memberantas pungli.
"Harus ada pemangkasan besar-besaran aturan-aturan, syarat-syarat, kewajiban-kewajiban, izin-izin karena itu yang jadi beban buat kita semua. Itu semua memakan waktu, tenaga yang tidak produktif. Semakin sibuknya kita semua ngurus-ngurus izin, ngecek izin, mohon maaf seringkali izin dijadikan alat, gimmick, objek transaksional untuk ke pungli atau oleh aparat penegak hukum bisa dijadikan subyek pemerasan," ujar Thomas Lembong.
Ia berpendapat, kegiatan ekspor dan impor adalah hal yang mesti dilakukan Indonesia sebagai bagian dari ekonomi dunia. Selama neraca perdagangan seimbang, harusnya ekspor dan impor tak diganjal berbagai macam perizinan. Banyak perizinan yang malah jadi ladang pungli.
ADVERTISEMENT
"Ekonomi kita sudah bagian dari ekonomi dunia, jadi kita semuanya harus mengekspor tapi juga ada banyak barang yang kita perlu impor. Itu oke-oke aja selama neraca dagang masih imbang, jadi seringkali larangan-larangan hambatan ini mohon maaf ujungnya pungli. Sudah kebiasaan, sudah puluhan tahun terbiasa dengan berkas-berkas yang tebal-tebal dan bertumpuk-tumpuk," ucapnya.
Perlu perubahan budaya agar birokrasi menjadi lebih berorientasi pada pelayanan. "Mungkin karir kita di birokrasi sebagian didasari pada berkas-berkas itu, untuk keluar dari kebiasaan, untuk bergeser dari penguasa menjadi pelayan publik, itu saya kira satu perubahan budaya di birokrasi yang diperlukan," dia menambahkan.
Thomas menyebut inspeksi oleh surveyor sebagai salah satu perizinan yang mempersulit dunia usaha. "Jadi yang namanya pre-shipment inspection. Terus inspeksi-inspeksi oleh PT Sucofindo, PT Surveyor Indonesia, itu terus terang tidak memberikan nilai tambah tapi hanya merepotkan. Menambah lapisan biaya bagi eksportir terutama, bagi semua pengusaha dunia usaha. Produknya cuma cap, cuma selembar kertas," tuturnya.
ADVERTISEMENT
"Saya aja yang pernah menjadi Menteri Perdagangan mempertanyakan apakah (surveyor) benar-benar sudah cek ke lapangan, ke kontainer, atau cuma dari meja di ruangan ber-AC, membubuhkan sebuah cap ke sebuah formulir yang menagih sebuah iuran. Ini contoh prosedur-prosedur yang tidak efisien," tutupnya.