Kepala BKPM Ungkap Alasan Investor Asing Ogah Lirik Indonesia ke DPR

11 September 2019 12:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala BKPM Thomas Lembong mengikuti Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/7). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
zoom-in-whitePerbesar
Kepala BKPM Thomas Lembong mengikuti Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/7). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
ADVERTISEMENT
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Thomas Lembong, buka-bukaan di depan Komisi VI DPR mengenai keluhan investor asing yang akan berinvestasi di Indonesia. Ada 5 poin penting yang dikeluhkan investor mulai dari regulasi sampai perpajakan.
ADVERTISEMENT
“Regulasi peraturan yang abu-abu tumpang tindih dan kedua juga perizinan yang berlebihan itu sudah puluhan tahun, syarat pendaftaran, standar keamanan pekerja. Nah ini sangat memberatkan bagi pelaku usaha,” kata Thomas di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (11/9).
Thomas menegaskan diperlukan adanya reformasi birokrasi untuk memperbaiki masalah perizinan. Sedangkan masalah lainnya yaitu perpajakan.
“Petugas pajak menghadapi target dan mengalami tekanan mengejar target dengan cara apa saja, sementara terus terang pengusaha itu bisa dibujuk bayar lebih terlebih sekarang ada infrastruktur. Tapi justru caranya jadi penting,” ujarnya.
Kepala BKPM Thomas Lembong mengikuti Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (17/7). Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja
Kendala berikutnya yang dihadapi investor adalah mengenai lahan dan bangunan. Investor kerap kesulitan mengurus IMB (Izin Mendirikan Bangunan) sampai SLF (Sertifikat Laik Fungsi). Masalah lainnya mengenai ketenagakerjaan.
ADVERTISEMENT
“BKPM melakukan kajian membandingkan biaya usaha dari lahan sampai upah, jasa, infrastruktur, transportasi dan sebagainya, kita memang di atas negara tetangga, lebih mahal,” terang Thomas.
Lalu masalah lainnya adalah dominasi berlebihan dari perusahaan BUMN.
“Terakhir mencuat sekali banyak keluhan mengenai over dominasi daripada BUMN. Saya tidak mau terlalu mendalami, saya kira bapak, ibu bisa membaca di koran mengenai masalah-masalah yang kita hadapi di sektor BUMN,” tutur Thomas.