Kisah Anies Lobi Warga Fatmawati Agar Serahkan Lahan untuk MRT

24 Maret 2019 19:10 WIB
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Joko Widodo (kanan) berjabat tangan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat peresmian MRT Jakarta fase I di Stasiun Bundaran HI, Jakarta, Minggu (24/3/2019). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Joko Widodo (kanan) berjabat tangan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat peresmian MRT Jakarta fase I di Stasiun Bundaran HI, Jakarta, Minggu (24/3/2019). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
ADVERTISEMENT
Moda Raya Terpadu (MRT) Fase I rute Bundaran HI-Lebak Bulus sepanjang 15,7 kilometer (km), akhirnya diresmikan Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini Minggu, (24/3). Dihitung sejak peletakan batu pertama, pada 10 Oktober 2013, proyek ini membutuhkan lebih dari lima tahun pembangunan hingga dinyatakan resmi beroperasi hari ini.
ADVERTISEMENT
Dalam kurun waktu pembangunan tersebut, proyek ini juga sempat menemui hambatan berupa alotnya pembebasan lahan. Kala itu, pembangunan Stasiun Haji Nawi di Fatmawati mengharuskan PT MRT Jakarta membebaskan 136 bidang lahan. Saat itu, MRT Jakarta melakukan koordinasi dengan Dinas Perhubungan dan Dinas Bina Marga untuk membebaskan lahan tersebut.
Pada tahap awal, Dinas Perhubungan telah membayar dan membebaskan 25 bidang lahan. Sedangkan Dinas Bina Marga telah membebaskan 85 bidang dari 111 bidang yang ditugasi. Dari 85 bidang tersebut, rinciannya 69 bidang diselesaikan dengan pembayaran pembebasan dan 16 bidang lainnya tidak perlu dibayar karena merupakan fasilitas sosial dan fasilitas umum. Masing-masing pemilik lahan mendapatkan ganti rugi lahan sebesar Rp 33 juta per meter persegi.
ADVERTISEMENT
Pada Februari 2017 tercatat sempat ada 26 bidang yang dikonsinyasikan di Pengadilan Negeri. Rinciannya dari 26 bidang tersebut, 4 pemilik bidang setuju pembebasan, 8 lainnya tidak setuju, 1 pemilik bidang lahan berproses di PN Jakarta Barat, 6 pemilik bidang lahan di PN Jakarta Pusat, 1 pemilik bidang lahan di PN Jakarta Utara, 4 pemilik bidang lahan di PN Jakarta Selatan, dan 2 pemilik bidang lahan masih berproses di PN Jakarta Timur.
Satu per satu lahan tersebut akhirnya diserahkan ke Pemprov DKI untuk pembangunan MRT. Hingga akhirnya tersisa empat orang yang tetap ngotot bertahan, tak mau menyerahkan lahannya. Salah satunya adalah Mahesh Lalmalani, pemilik toko gorden “Serba Indah” di Jalan Fatmawati, Jakarta Selatan.
Jokowi dan Anies Baswedan tinjau Depo MRT di Lebak Bulus, Jakarta, Selasa (6/11/2018). Foto: Dok. Biro Pers Setpres
Mahesh kala itu mempermasalahkan dua hal. Pertama harga ganti rugi yang menurutnya tak sebanding. Mahesh mengatakan, sejak 2014, Pemprov DKI telah menawarkan uang ganti rugi lahan kepadanya sebesar Rp 25 juta per meter persegi. Karena warga menolak, akhirnya pemerintah menawar dengan harga Rp 33 juta per meter persegi. Karena masih tak setuju, akhirnya dia menggugat ke Mahkamah Agung dengan harga Rp 150 juta per meter persegi.
ADVERTISEMENT
Kedua, Mahesh tak sependapat dengan pengukuran luas lahan miliknya. Mahesh mengatakan, Pemprov DKI mengklaim luas lahan miliknya adalah 76 meter persegi. Namun, menurutnya, lahan yang akan diambil Pemprov itu lebih dari 76 meter persegi.
“Saya kalau luas mereka ukur saya belum pernah tahu, soalnya saya belum pernah kasih izin untuk ukur. Tapi menurut ukuran mereka sekitar 76 meter. Kalau menurut saya lebih dari 76. Ukuran persisnya belum tahu," ujarnya.
Dua alasan itulah yang membuat Mahesh bertahan sejak 2014, ngotot tak mau menyerahkan lahannya. Bujuk rayu dari Gubernur DKI kala itu, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok pun tak mempan melunakkan hatinya. Namun tiga tahun berselang, pada Oktober 2017, Mahesh melunak.
ADVERTISEMENT
Pada 20 Oktober 2017, usai meninjau proyek MRT, Gubernur DKI Anies Baswedan dan Wakil Gubernur DKI Sandiaga Uno tiba-tiba dihampiri oleh Mahesh. Sambil berjalan, Anies dan Mahesh seketika bernegosiasi soal pembebasan lahan itu.
"Kalau kita hanya hitung untung rugi, enggak ada untungnya," ujar Anies di Jalan Fatmawati, Jaksel, Jumat (20/10/2017).
Pak Mahesh, bangunannya terdampak MRT. Foto: Nabilla Fatiara/kumparan
Mahesh lalu menimpali. Ia mengatakan, bisa menyerahkan lahannya ke Pemprov DKI, asal perhitungannya sesuai dengan undang-undang.
“Kita sudah untung banyak Pak, saya bisa jadi warga negara sini saja sudah bersyukur banyak. Bapak saya ke sini tahun 40, lebih dari bersyukur, Pak. Cuma dari sisi kita Pak, waktu mau negosiasi enggak bisa. Kita sudah bilang Pak, lahan kita boleh dipakai tapi tolong sesuai undang-undang," tuturnya merujuk pada ganti rugi.
ADVERTISEMENT
Saat itu Pengadilan Negeri sudah memutuskan harga ganti rugi sebesar Rp 60 juta per meter persegi. Harga ini memang jauh di bawah tuntutan Mahesh sebesar Rp 150 juta per meter. Namun harga ini nyaris dua kali lipat dari penawaran awal Pemprov DKI sebesar Rp 33 juta per meter persegi.
"Jadi boleh nih, ya?" Anies mencoba bernegosiasi.
"Boleh. Bongkar sekarang juga boleh," ujar Mahesh.
Toko Milik Pak Mahesh Mulai Dibongkar Foto: Nabila Fatiara/kumparan
Berhasil. Hari itu Anies berhasil menyelesaikan sengketa lahan yang sempat terhambat selama tiga tahun. Mahesh lalu tanpa basa-basi langsung mengajak Anies ke depan ruko miliknya yang akan dibongkar oleh Pemprov itu. Usai negosiasi, Mahesh mengajak Anies untuk memukul gerbang rukonya dengan palu besar secara simbolis.
Satu hal yang Mahesh tekankan saat itu, ia mengaku sejatinya mau menyerahkan lahannya, asal biaya ganti rugi lahan itu sesuai.
ADVERTISEMENT
"Silakan pakai asal bikin komitmen, asal menilai sesuai undang-undang. Asal bikin komitmen akan menghitung ganti ruginya sesuai undang-undang," tandasnya.