Kisah Arcandra: 30 Menit di Tokyo untuk Tentukan Nasib Proyek Rp 70 T

22 Juli 2019 11:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kilang Refinery Unit (RU) IV Cilacap, Jawa Tengah milik PT Pertamina (Persero). Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kilang Refinery Unit (RU) IV Cilacap, Jawa Tengah milik PT Pertamina (Persero). Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan
ADVERTISEMENT
Sebuah poster menohok perhatian Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, saat mengunjungi kantor Refinery Unit (RU) IV PT Pertamina (Persero) di Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (19/7). Sebaris kalimat diteriakkan oleh serikat pekerja, yakni "Jangan Gadaikan Kilang Kita."
ADVERTISEMENT
Dalam pertemuan dengan sejumlah karyawan Pertamina RU IV, ekonom, serta media, Arcandra menyinggung kalimat di poster itu. Seorang karyawan menjelaskan, kalimat itu merupakan reaksi atas rencana kerja sama Pertamina dengan Saudi Aramco, dalam pembangunan proyek Refinery Development Master Plan (RDMP) di kilang Cilacap.
"Pertamina mampu menggarap proyek itu sendiri," katanya menjawab pertanyaan Arcandra, soal kemampuan BUMN migas itu menggarap sejumlah proyek-proyek raksasa.
Kerja sama Pertamina dengan Saudi Aramco untuk membangun RDMP Cilacap, sudah disepakati pada 2016 silam. Kedua perusahaan telah membentuk perusahaan patungan (joint venture) dengan porsi saham 55 persen Pertamina dan 45 persen Saudi Aramco.
Bahkan semula ditargetkan, proyek yang ditaksir bernilai USD 5 miliar atau sekitar Rp 70 triliun itu, akan rampung dan mulai beroperasi pada 2021 mendatang.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar saat meninjau Kilang Refinery Unit (RU) IV Cilacap, Jawa Tengah milik PT Pertamina (Persero). Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan
Kenyataannya, hingga kini proyek itu bahkan belum dimulai. Penyebabnya, kedua pihak belum menyepakati nilai buku (valuasi). Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati, menyatakan valuasi yang disodorkan Aramco, di bawah nilai buku Pertamina.
ADVERTISEMENT
“Sikap kita adalah kita tidak mau menerima valuasi yang di bawah harga buku,” katanya.
Jika saja tak ada kesepakatan baru, perjanjian awal proyek itu berakhir Juni lalu. Tapi kini, Pertamina dan Aramco telah memperpanjang masa joint venture, dengan harapan bisa menyepakati nilai buku baru yang lebih fair.
Peluang dengan Aramco Terbuka Lagi
Terkait dengan kekhawatiran serikat pekerja Pertamina, bahwa kerja sama pembangunan RDMP Cilacap akan merugikan negara, bahkan membuat kilang tergadai, ditampik Arcandra.
Kilang Refinery Unit (RU) IV Cilacap, Jawa Tengah milik PT Pertamina (Persero). Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan
Belum dimulainya proyek tersebut, justru karena Pertamina berkeras menolak valuasi dari Aramco yang berada di bawah nilai buku. “Jadi kalau sampai dipertanyakan, (kilang Pertamina) ini adalah aset yang berharga. Jadi ya harus dipertahankan,” tandasnya.
Arcandra pun mengisahkan, upaya kerasnya melakukan negosiasi ulang dengan Aramco.
ADVERTISEMENT
“Jadi (tiba-tiba) saya harus meeting dengan Menteri Perminyakan Arab Saudi, bahas (lagi) kerja sama dengan Saudi Aramco di Tokyo. Padahal saya enggak ada agenda ke Tokyo, karena sudah ada agenda ke Houston, Amerika Serikat.”
Padahal tutur Arcandra, sehari sebelum agenda meeting di penghujung Juni 2019 lalu itu, dia juga sudah terjadwal untuk kunjungan kerja ke Kolaka, Sulawesi Tenggara.
“Jadi hari itu saya ke Kolaka, kembali ke Jakarta malam. Malam yang sama, saya berangkat ke Jepang. Itu sama Bu Dirut (Pertamina) juga. Ya kan Bu?” katanya sambil minta penegasan Nicke Widyawati.
Dia melanjutkan, pertemuan di Tokyo sendiri hanya berlangsung sekitar 30 menit. Lalu dia harus kembali ke Jakarta, dan melanjutkan agenda kerjanya semula yakni kunjungan ke Houston, AS.
ADVERTISEMENT
“Jadi ini saya pontang-panting untuk mempertahankan kilang kita,” tegas Arcandra.
Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar, berdiskusi dengan karyawan Pertamina RU IV Cilacap, ekonom, dan media soal kebijakan pemerintah di industri migas. Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan
Dari pertemuan itu, Pertamina dan Aramco sepakat untuk bersama-sama melibatkan reputable Financial Advisor dalam rangka finalisasi valuasi dan skema kerja sama. Peluang kerja sama yang tadinya terputus di akhir Juni 2019 lalu, kini terbuka lagi hingga September 2019 mendatang.
“Nah percayalah, kita di government maupun para direksi dan komisaris Pertamina, kalau dalam konsep energy security, maka negara ini mengandalkan kepada NOC (National Oil Company)-nya. Bukan kepada International Oil Company (Asing),” ujar Arcandra.
Kisah Nicke Ditanyai Jokowi
Melengkapi kisah Arcandra, Nicke Widyawati membuka cerita lain. Dalam suatu rapat, menurutnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mempertanyakan proyek RDMP Cilacap yang belum juga dimulai.
ADVERTISEMENT
“Ini kenapa dengan Aramco kok dari dulu enggak jalan? Apa Pertamina enggak mau bangun kilang?” kata Nicke mengutip pertanyaan Jokowi.
“Bukan begitu Bapak. Kami akan bangun kilang, tetapi harga valuasinya (dari Aramco) belum bisa kami terima karena dihargai di bawah harga buku. Jadi ini berbahaya juga,” lanjut Nicke menyampaikan penjelasan saat itu, ke Presiden.
Wamen ESDM, Arcandra Tahar (Kanan) dan Dirut Pertamina, Nicke Widyawati berbincang saat meninjau Kilang Refinery Unit (RU) IV Cilacap, Jawa Tengah milik PT Pertamina (Persero). Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan
Nicke mengaku, Presiden mendukung sikap Pertamina itu. “Apa komentar Bapak Presiden? Setuju! Jangan menerima harga valuasi di bawah harga buku. Dan ini pun sikap kita sama. Kita sampaikan di ratas. Para menteri juga paham. Ini mensupport kita.”
Dia meyakinkan, manajemen Pertamina tidak akan pernah menerima kerja sama yang secara business to business merugikan perusahaan. Sikap itu, lanjut Nicke, tentunya sama dengan aspirasi karyawan.
ADVERTISEMENT
“Jadi kenapa sampai hari ini Aramco belum deal? Karena kami belum bisa menerima, kita semua belum bisa menerima (valuasi) dari Aramco,” pungkasnya.
Bermitra untuk Tekan Risiko
Terkait keinginan Pertamina untuk tetap bermitra dalam membangun proyek RDMP Cilacap, Arcandra menjelaskan itu merupakan hal yang lazim dalam bisnis migas. Menurutnya, industri migas merupakan bisnis bermodal besar, membutuhkan sumber daya manusia yang terlatih, namun pada sisi lain punya risiko tinggi.
Arcandra yang pernah berkiprah sebagai pelaku industri migas di Houston, AS, menilai bermitra merupakan nature bisnis migas. Tujuannya adalah untuk meminimalkan dan membagi risiko.
“Jadi kalau saya tanya, kalau bangun kilang, kita bangun sendiri. Tanpa partner. Saya tanya sekarang: Bisa enggak? Harusnya bisa. Nah saya tanya sekarang. Harusnya bisa ini harus dihitung. Ada covenant-nya. Ada rambu-rambu yang harus diikuti Pertamina,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Dia pun mencontohkan, perusahaan-perusahaan migas global yang selalu berpartner dalam menggarap sebuah proyek. Terutama di sektor hulu. Hal ini bukan karena perusahaan migas itu tidak memiliki kemampuan finansial dan kompetensi teknis, dalam menggarap proyek tersebut.
“Coba lihat. Sewaktu Exxon bangun kilang, sewaktu Chevron bangun kilang atau Shell membangun produk hulunya. Ini bisnis energi. Mereka berpartner apa tidak? Mana yang lebih kuat, Exxon atau Pertamina?” kata Arcandra.
“Kalau hanya pure bahwa ini soal pinjaman, Exxon itu punya cash yang besar sekali. Tetap saja dia berpartner. Kenapa? Sharing with pain, sharing the gain. Ini adalah bisnis energi,” imbuhnya.
Nicke juga menegaskan, Pertamina mencari mitra bisnis bukan karena secara finansial tidak mampu. Bukan juga secara kompetensi belum mumpuni. Tapi menurutnya, hal itu bagian dari mengelola risiko perusahaan.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar (tengah) saat tinjau proyek Langit Biru Kilang Cilacap. Foto: Wendiyanto Saputro/kumparan
"Tapi kalau pun nanti pemerintah bilang, udah deh enggak usah bayar pajak, enggak usah bayar dividen. (Dana) ini semua untuk bangun kilang. Tapi kita tidak me-manage perusahaan ini secara risikonya. Yaitu tadi, kita taruh semua uang kita ke dalam satu basket. Penuh full. Ketika basket ini fail, maka tidak ada yang bisa menyelamatkan," paparnya.
ADVERTISEMENT
Konsep bermitra dalam bisnis Pertamina, menurutnya akan dilakukan baik di sektor hulu, hilir, termasuk pembangunan berbagai infrastruktur pendukung.
Apalagi Saudi Aramco merupakan perusahaan migas raksasa. Rencananya untuk melepas saham di pasar modal pun, dinanti kalangan investor. Atas dasar itu, BUMN migas milik Kerajaan Arab Saudi tersebut, layak diperhitungkan untuk menjadi mitra bisnis Pertamina.