Kisah Kang Egy, Petani Milenial yang Lepas dari Jerat Tengkulak Nakal

17 Agustus 2019 15:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mitra Petani TaniFund, Egy Gunawan. Foto: Dok. TaniGroup/Bhisma Adinaya
zoom-in-whitePerbesar
Mitra Petani TaniFund, Egy Gunawan. Foto: Dok. TaniGroup/Bhisma Adinaya
ADVERTISEMENT
Menjadi petani itu serba susah. Bukan saja harus menanggung ongkos dan susah payah mengelola lahan pertanian. Saat sudah panen pun, masih harus diselimuti kecemasan jika harga anjlok. Apalagi, jika tengkulak yang jadi perantara menjual hasil panen itu nakal atau memainkan harga.
ADVERTISEMENT
Hal itulah yang sempat terjadi pada Egy Gunawan (27) atau yang akrab dipanggil Kang Egy saat awal pertama memutuskan diri jadi petani. Hasil panennya dibeli dengan harga murah hingga tak dibayar oleh tengkulak adalah hal pahit yang pernah menimpanya.
“Pernah (dimainkan harga), diambil terus enggak dibayar juga ada. Itu salah satu cerita pahit kita. Harga kita benar-benar dimainin. Barang diambil, tapi bilangnya tarsok-tarsok (entar-besok), eh lama-lama sampai kita lupa,” ujar Kang Egy saat ditemui di kawasan Bogor, Jumat (16/8).
Egy bilang, hal itu bukan hanya membikin hidup petani banyak yang susah. Namun juga, membuat anak muda di kampungnya banyak yang kemudian tak mau jadi petani. “Jika orang tuanya petani, pasti juga enggak mau anaknya jadi petani (karena kesulitan itu), banyak yang gitu,” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Lelaki lulusan universitas terbuka di kawasan Bogor itu pun, sebetulnya sebelumnya tak punya mimpi untuk meneruskan profesi bapaknya menjadi petani secara fokus. Meski biasa membantu bapaknya di bertani, tapi tak secara penuh Ia lakukan. Sebab, Ia juga menyambi menjadi karyawan di salah satu supermarket di Bogor.
“Saya punya target, kalau tiga tahun saya enggak naik-naik jabatan, saya keluar, saya enggak mau stay di tempat,” kenangnya kala itu.
Para petani di area persawahan cabai TaniGroup di kawasan Bogor, Jawa Barat. Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Benar saja, setelah menunggu selama empat tahun kerja sebagai karyawan Kang Egy pun tak kunjung mendapat perkembangan karir. Ia akhirnya memutuskan untuk berhenti pada Maret 2018 dan kembali ke rumah. Ia membantu bapaknya bertani secara penuh.
“Makanya saya keluar kerja, izin ke bapak saya mau jadi petani, kata bapak sok mangga. Ya meski bertani kotor, tapi kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi?” kata dia.
ADVERTISEMENT
Gayung bersambut, berkat ketekunan Egy yang juga aktif bergabung di kelompok tani di desanya pun kemudian mendapatkan tawaran menjadi mitra TaniHub. Ia pun lantas mengajak kawan-kawannya bergabung. Hingga kini, ada sekitar 15 orang yang menjadi timnya.
Kang Egy mengaku, anggota kelompok taninya terbuka bagi semua kalangan baik dari petani berpengalaman ataupun yang usia milenial sepertinya.
“Biasanya kalau yang berpengalaman itu yang udah paham lapangan, nah kalau yang anak muda itu emang lebih susah diajak tapi mereka biasanya bantu yang soal teknologinya,” kata dia.
Lantas, apa yang berbeda saat Kang Egy bergabung di TaniHub dibandingkan sebelumnya?
Ia membeberkan dirinya dan petani lainnya merasa terbantu. Utamanya, soal permodalan. Ia tak perlu cemas lagi mengembangkan budidaya tomat TW dan cabai merah keriting, sebab telah dijamin pembiayaan peer-to-peer lending dari TaniFund.
ADVERTISEMENT
Sebagai mitra, Ia juga diajari bagaimana cara menghitung dan merencanakan dengan rinci pengelolaan pertanian. Tiap minggu didampingi pendamping ahli Ia pun menyusun laporan yang telah serba digital yaitu melalui farmer’s app.
“Sekarang administrasi kami mulai dilengkapi. Hari ini kita panen berapa, kita tulis. Biar ketahuan progress-nya. Jadi ke depannya kami ingin bisa menjadi perusahaan (badan usaha),” lanjutnya.
Gudang penyimpanan dan pengemasan hasil panen para petani oleh TaniGroup di kawasan Bogor, Jawa Barat. Foto: Dok. Bhisma Adinaya/TaniGroup
Tak kalah penting, ia pun tak mesti pusing soal harga dan distribusi panennya. Tak seperti seperti pengalamannya menyetor ke tengkulak yang rawan dikibuli, ia mengatakan TaniHub menjadi platform yang transparan dan adil soal harga. Petani mendapat minimal 5 persen harga yang lebih tinggi dari HPP (Harga Penjualan Pokok) dan ongkos produksi yang tertutupi.
ADVERTISEMENT
Dalam hal distribusi pun, pihaknya tak perlu bingung memasarkan ke pasar. Sebab, TaniHub sudah memiliki tim distribusi yang langsung mengangkut hingga gudang penyimpanan dan pengemasan sebelum dijual ke konsumen.
“Setelah panen, TaniHub selaku sister company TaniFund menjadi solusi pemasaran secara offline maupun online. Dengan demikian, saya tidak perlu khawatir apakah hasil pertanian dapat terserap seluruhnya,” jelas Kang Egy.
Hingga saat ini, luasan sawah yang ditanami tomat dan cabai milik kelompoknya yaitu sekitar total 14.000 meter persegi. Adapun, kapasitas panennya bisa mencapai 6 ton tiap musimnya atau per tiga bulan.
Hasil panen petani Kang Egy serta 25.000 petani lainnya di yang tersebar di Jawa, Sumatera dan Sulawesi itulah yang kemudian, TaniGroup salurkan ke para pembeli baik individu, modern channel, maupun usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).
ADVERTISEMENT