Konsekuensi Jadi Pekerja Paruh Waktu yang Perlu Diketahui

15 November 2018 19:47 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Bekerja di Luar (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Bekerja di Luar (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Fenomena pekerja paruh waktu atau gig economy saat ini tengah menjamur di kalangan masyarakat. Sebut saja driver transportasi online yang jumlahnya mencapai ribuan saat ini.
ADVERTISEMENT
Meski gig economy mendatangkan sejumlah keuntungan, seperti tidak adanya sistem hierarki manajerial di kantor dan waktu dan tempat kerja yang fleksibel, gig economy juga perlu diwaspadai. Pasalnya, dalam istilah gig economy, tidak terjadi keterikatan antara pemberi dan penerima kerja.
"Dalam gig economy itu tidak ada istilah kontrak. Hanya ada sebuah proyek, disepakati untuk dikerjakan, ya sudah. Tidak ada komitmen yang jelas ke depan, itu konsekuensi dari gig economy," kata Managing Director Amar Bank, Vishal Tulsian, saat ditemui di Gedung Graha Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (15/11).
Karenanya, dia mengimbau agar para pelaku gig economy meningkatkan skill atau keahlian yang dimiliki. Sebab, bisa saja sewaktu-waktu mereka akan digantikan oleh robot atau teknologi.
ADVERTISEMENT
"Nantinya, itu diperkirakan sebanyak 400 juta pekerja akan digantikan fungsinya oleh teknologi. Untuk itu, kalau tidak memiliki keahlian khusus, tidak akan bisa bertahan," katanya lagi.
Ilustrasi semangat bekerja (Foto: dok. Unsplash)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi semangat bekerja (Foto: dok. Unsplash)
Namun, Vishal memastikan agar tidak perlu terlalu mengkhawatirkan dampak dari gig economy ini. Masyarakat hanya perlu meningkatkan kemampuan keahliannya.
"Yang bisa melindungi seorang yang berkecimpung sebagai pekerja paruh waktu adalah diri mereka sendiri. Maka mereka harus mau belajar sesuatu yang lebih dan meningkatkan kemampuan diri," pungkasnya.
Tren pekerjaan paruh waktu kian hari makin digemari. Sebab, para pekerja paruh waktu biasanya lebih fleksibel menyoal jam dan tempat kerja. Di Amerika dan Inggris, sebesar 10 persen dari pekerja mereka berstatus pekerja paruh waktu. Lantas bagaimana di Indonesia?
ADVERTISEMENT
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan di tahun 2011 hingga 2014, tenaga kerja di sektor ekonomi informal berkurang rata-rata 625 ribu orang per tahun. Sementara di tahun 2015 sampai 2017 justru bertambah rata-rata 883 ribu per tahun.