Kronologi Gugatan AS yang Berujung Ancaman Sanksi ke Indonesia

8 Agustus 2018 12:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Container Yard Petikemas Semarang (Foto: Pelindo)
zoom-in-whitePerbesar
Container Yard Petikemas Semarang (Foto: Pelindo)
ADVERTISEMENT
Pemerintah Amerika Serikat (AS) berencana menerapkan sanksi dagang ke Indonesia senilai USD 350 juta atau setara Rp 5,04 triliun. Sanksi akan dijatuhkan sebagai kompensasi atas pembatasan produk pertanian dan peternakan asal AS ke Indonesia. Rencana Pemerintah Presiden Donald Trump tersebut ternyata merupakan proses panjang dari keberatan AS hingga berujung putusan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organizatio/WTO). Putusan ini kemudian memanangkan AS dan menjadi dasar ancaman sanksi dagang.
ADVERTISEMENT
Awalnya, Indonesia mengimplementasikan peraturan peraturan Undang-Undangan (UU) No. 18 Tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan hewan dan UU No. 18 Tahun 2012 tentang pangan. UU ini selanjutnya mulai diimplementasikan tahun 2012.
Tak berhenti di dua UU tersebut, Pemerintah Indonesia kembali mengeluarkan regulasi yang bertujuan untuk mendukung kedaulatan pangan dan melindungi petani lokal. UU tersebut di antaranya UU No. 19 Tahun 2013 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani, UU No. 7 Tahun 2014 tentang perdagangan dan UU No. 13 Tahun 2014 tentang hortikultura.
Implementasi dari UU ini selanjutnya dinilai berbeda oleh AS, negara pengekspor produk pertanian dan peternakan ke Indonesia.
Dalam laporan Kantor Perwakilan Dagang AS (United States Trade Representative/USTS), kelima UU tersebut berdampak signifikan terhadap menurunnya volume ekspor buah, sayuran, bunga, buah dan sayuran kering, jus, sapi, daging, unggas, dan produk hewan lainnya.
ADVERTISEMENT
Merasa dirugikan atas regulasi Pemerintah Indonesia, Pemerintah AS melalui USTS mengajukan gugatan ke WTO. AS ternyata tak sendiri karena Selandia Baru yang merasa dirugikan oleh regulasi Indonesia juga ikut memasukkan gugatannya ke WTO.
Gayung pun bersambut, WTO kemudian menggelar sidang pertamanya tahun 2015. Total terdapat 18 measures yang diadukan oleh AS dan Selandia Baru sebagai inkonsisten dengan komitmen Indonesia di WTO. Pada 22 Desember 2016, panel sengketa mengumumkan temuannya bahwa 18 measures yang diterapkan Indonesia tersebut tidak sejalan dengan prinsip dan disiplin yang disepakati di WTO dan merekomendasikan Indonesia agar melakukan penyesuaian.
Kantor Sekretariat Jenderal World Trade Organization (WTO) di Geneva, Swiss
 (Foto: wto.org)
zoom-in-whitePerbesar
Kantor Sekretariat Jenderal World Trade Organization (WTO) di Geneva, Swiss (Foto: wto.org)
Pada 17 Februari 2017 Indonesia mengajukan banding. Namun, pada 22 November 2017 Badan Banding WTO menguatkan rekomendasi dari panel sengketa bahwa Indonesia harus melakukan penyesuaian atas 18 measures yang dipermasalahkan. Melalui pembahasan yang cukup panjang, maka disepakati bahwa Indonesia akan melakukan penyesuaian tahap pertama selambatnya pada 22 Juli 2018 dan tahap kedua pada 22 Juni 2019.
ADVERTISEMENT
Meskipun langkah-langkah penyesuaian telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, dalam konsultasi para pihak yang berlangsung pada 27 Juli 2018 di Jenewa, AS menyatakan bahwa Indonesia belum cukup melakukan penyesuaian. Penilaian ini didasarkan pada informasi yang diterima Perwakilan AS untuk WTO bahwa eksportir produk hortikultura dari AS masih mengalami kesulitan untuk mengekspor produknya ke Indonesia.
Sementara konsultasi bilateral tetap berjalan, AS menggunakan haknya berdasarkan Pasal 22.2 dari WTO Dispute Settlement Understanding untuk mengamankan haknya guna menunda pemberian konsensi tarif kepada Indonesia apabila Indonesia benar-benar gagal melaksanakan rekomendasi Badan Penyelesaian Sengketa WTO.
Merujuk keputusan WTO yang memenangkan AS, pemerintahan Presiden Trump selanjutnya menghitung total kerugian industri pertanian dan peternakan mereka pasca pembatasan impor oleh Indonesia sejak tahun 2012. Hasil hitungan Pemerintah AS, industri di sana kehilangan potensi pendapatan USD 350 juta atau setara Rp 5,04 triliun. Nilai ini yang menjadi dasar AS untuk menjatuhkan sanksi dagang berupa pengenaan tarif sebagai bentuk kompenasi kerugian.
ADVERTISEMENT
Berbeda dengan AS, Selandia Baru belum memutuskan mengikuti jejak AS untuk menjatuhkan sanksi dagang ke Indonesia. Padahal, Selandia Baru mengalami kerugian lebih besar daripada AS, yakni senilai USD 673 juta.