Kunci Reformasi Perikanan di Norwegia: Pengendalian Penangkapan Ikan

11 Juni 2018 15:55 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
komplek Institute of Marine Research di tepi laut. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
komplek Institute of Marine Research di tepi laut. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
ADVERTISEMENT
Norwegia disebut sebagai ‘Marine Super Power’. Norwegia berjaya dari sektor perikanan, dengan produksi perikanan mencapai 2-3 juta ton per tahun.
ADVERTISEMENT
Norwegia sudah memulai reformasi perikanan sejak tahun 1980-an, setelah produksi perikanan sebelumnya turun drastis sejak 1960-an. Kata kunci keberhasilannya adalah kebijakan ketat dalam pengendalian penangkapan ikan. Ini mirip yang dilakukan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di Indonesia.
Indonesia memang perlu belajar dari Norwegia. Karena itu, Susi mengajak serta Sekjen Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Nilanto Perbowo, Kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia KKP Sjarief Widjaja, dan Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa berkunjung ke Institute of Marine Research (IMR) di Bergen, Norwegia. Kota ini menjadi pusat riset perikanan Norwegia, bisa ditempuh sekitar 1 jam penerbangan dari Oslo.
Kunjungan Jumat (8/6) lalu itu juga dilakukan dalam rangka memperkuat kerja sama antara Indonesia dan Norwegia dalam bidang penelitian kelautan dan perikanan. Sebelumnya, di Oslo, Susi melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Perikanan Per Sandberg, Menteri Lingkungan Hidup Vidar Helgesen dan State Secretary for Minister of International Development - Kementerian Luar Negeri Jens Holte.
ADVERTISEMENT
Di IMR, Susi disambut CEO IMR, Prof Sissel Rogne dan Direktur IMR, Asmund Bjordal.
Prof Sissel saat Sambut Susi Pudjiastuti. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Prof Sissel saat Sambut Susi Pudjiastuti. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
IMR merupakan lembaga riset Norwegia yang digunakan oleh Kementerian Perikanan Norwegia untuk mengumpulkan data terkait perikanan Norwegia, termasuk kajian stok ikan dan kondisi ekosistem laut. Prof Sissel Rogne menyebut IMR merupakan lembaga perikanan terbesar di Eropa. Kompleks kantor IMR terletak di tepi pantai laut Bergen. IMR juga memiliki 7 kapal penelitian yang setiap tahunnya berlayar selama 2.000 hari untuk mengumpulkan data-data terkait ekosistem laut yang diperlukan dalam pengembangan sektor perikanan Norwegia.
Data yang disampaikan IMR, Norwegia memiliki total panjang pantai 100.915 km dengan populasi 5,09 juta orang. Kondisi geografis ini mendukung ekonomi kelautan Norwegia, terutama sektor perikanan negara tersebut. Produksi perikanan Norwegia mencapai 2-3 juta ton per tahun. Spesies yang paling diminati dari perairan Norwegia antara lain Herring, Cod, dan Salmon. Menurut Asmund, walaupun Norwegia negara kecil, namun Norwegia merupakan "marine super power".
ADVERTISEMENT
Untuk menjaga produktivitas industri perikanan Norwegia, Prof Sissel menegaskan bahwa pengelolaan perikanan perlu dilakukan berdasarkan prinsip berkelanjutan. "Waktu kita tidak banyak. Ancaman terhadap sumber daya laut kita semakin nyata dan berada di depan mata," kata Prof Sissel pada saat menyampaikan pidato sambutannya.
Saat menyambut, Sissel mengaku sangat mengagumi Susi dan mengatakan bahwa Susi adalah pahlawannya.
Sementara itu, dari paparan yang disampaikan Direktur IMR Asmund Bjordal diketahui, meski saat ini Norwegia berjaya dari industri perikanan, negara Skandinavia ini pernah mengalami keterpurukan sumber daya ikan. Hal ini disebabkan oleh metode open access yang dimulai pada tahun 1908. Open access bermakna semua orang dan kapal ikan, terlepas dari kebangsaannya, dapat menangkap ikan di perairan Norwegia. Eksploitasi perikanan yang tidak terkendali ini menyebabkan stok ikan Norwegia menurun drastis pada tahun 1960-1970an.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 1980an, Norwegia memulai reformasi perikanan dengan mengeluarkan kebijakan yang ketat untuk mengendalikan kegiatan penangkapan ikan. Langkah Norwegia tersebut bertujuan mengembalikan stok ikan yang hilang dan menjaga keberlanjutan sumber daya laut-nya. Langkah-langkah yang dilakukan pada saat itu antara lain, mengubah metode open access menjadi limited access, yang berarti sektor penangkapan ikan tertutup bagi orang asing dan kapal asing dan mensyaratkan izin penangkapan ikan.
Prof Sissel saat Sambut Susi Pudjiastuti. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Prof Sissel saat Sambut Susi Pudjiastuti. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Selain itu, Norwegia juga memberlakukan sistem kuota bagi kapal penangkap ikan yang tercantum dalam izin penangkapan ikan. Pemerintah Norwegia juga menerbitkan kebijakan teknis seperti pelarangan discards (ikan tangkapan yang dibuang), pengaturan ukuran mata jaring dan ukuran ikan yang dapat ditangkap, serta persyaratan alat tangkap ramah lingkungan guna menjaga keberlanjutan ekosistem laut.
ADVERTISEMENT
Rupanya reformasi perikanan ini bukannya tidak membawa masalah terhadap Norwegia pada masa itu. Duta Besar Norwegia untuk Indonesia Vegard Kaale yang juga hadir dalam kunjungan kerja di kota Bergen tersebut mengatakan, Norwegia mendapat banyak tentangan dari negara tetangganya pada era reformasi perikanan tersebut. Meskipun mendapatkan respons negatif dari berbagai pihak, Pemerintah Norwegia tetap konsisten mempertahankan kebijakannya.
Pada tahun 1990an, kebijakan perikanan Norwegia yang sangat ketat mulai membuahkan hasil. Hanya dengan armada kapal ikan Norwegia saja, jumlah tangkapan ikan meningkat hingga 2,5 juta ton. Hasil ini meningkat sangat drastis bila dibandingkan pada tahun 1960an yang hanya dapat menghasilkan jumlah tangkapan kurang dari 500 ribu ton.
Menanggapi paparan dari IMR, Susi mengatakan situasi serupa juga dialami Indonesia. Eksploitasi ikan terjadi bertahun-tahun, termasuk yang dilakukan para pelaku illegal fishing. Akibatnya stok ikan berkurang, nelayan semakin sulit menangkap ikan. Namun, jumlah tangkapan nelayan Indonesia meningkat drastis setelah ada pelarangan kapal ikan asing dan kapal ikan eks-asing melakukan penangkapan ikan.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya saat bertemu masyarakat Indonesia di Wisma Duta Besar Indonesia di Oslo sehari sebelum bertolak ke Bergen, Susi juga mengatakan hal yang sama. “Melalui kebijakan dan pengaturan yang ketat untuk sektor perikanan tangkap, hasil yang akan kita dapatkan hanya satu: produktivitas!" tegas Susi.
Saat kunjungan di kantor IMR, Susi dan jajaran juga mendengarkan paparan Direktur Perikanan dari Kementerian Perikanan Norwegia yang memaparkan mengenai penjagaan dan pengawasan kegiatan perikanan di perairan Norwegia, termasuk penegakan hukum atas Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUUF). Direktorat Penangkapan memiliki kapal pengawas dan fasilitas pengawasan pergerakan kapal ikan yang mengawasi kegiatan perikanan di Norwegia selama 24 jam melalui pemantauan VMS (Vessel Monitong System). Direktorat Perikanan Norwegia juga memiliki kapal pengawas yang mengawasi kegiatan perikanan bersama-sama Coast Guard Norwegia yang memiliki 15 kapal Coast Guard tersebar di seluruh wilayah laut Norwegia.
Susi mendapat penjelasan dari Prof Sissel. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Susi mendapat penjelasan dari Prof Sissel. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Dalam pertemuan yang hangat, IMR berharap dapat menjalin kerja sama dengan KKP yang bersifat jangka panjang. IMR juga menyatakan keinginan yang kuat berpartisipasi dalam Our Ocean Conference (OOC) ke-5 yang digelar pada 29-30 Oktober 2018 di Bali.
ADVERTISEMENT
Sementara KKP menawarkan kerja sama dengan IMR dalam mengembangkan Pusat Litbang Kelautan dan Perikanan di Bali milik KKP. Melalui kerja sama ini IMR diharapkan dapat mempromosikan praktik-praktik terbaik untuk pengelolaan perikanan berkelanjutan di Samudra Hindia dan Pasifik.
Susi meminta jajarannya menggelar pembicaraan lebih lanjut terkait kerja sama KKP dengan IMR itu paling lama dalam satu bulan ke depan. Diharapkan bentuk kerja sama konkret antara kedua belah pihak bisa diumumkan sebagai komitmen bersama di OOC 2018 di Bali.