Kurangi Barang Impor, Pemerintah Evaluasi Program 35.000 MW

15 Agustus 2018 16:38 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Dirjen Ketenagalistrikan ESDM Andy N Sommeng (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Dirjen Ketenagalistrikan ESDM Andy N Sommeng (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah akan mengevaluasi program pembangunan pembangkit listrik 35.000 Megawatt (MW) menyusul arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang meminta laju impor ditekan. Ini dilakukan karena proyek yang dikerjakan PT PLN (Persero) bersama Independent Power Producer (IPP) banyak menggunakan barang-barang impor dalam pengadaan proyeknya.
ADVERTISEMENT
Impor perlu dipangkas karena neraca pembayaran Indonesia yang makin membengkak. Akibatnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus melemah.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Andy Noorsaman Sommeng, mengatakan proyek-proyek pembangkit dalam program 35.000 MW yang dievaluasi merupakan proyek pembangkit listrik yang masih dalam tahap perencanaan. Selain itu juga proyek pembangkit yang belum jelas pendanaannya atau belum financial close.
Andy menyebut, proyek yang belum financial close sekitar 3-4 persen dari keseluruhan program 35.000 MW. Sementara sisanya sudah lebih banyak masuk tahap konstruksi dan Commercial Operation Date (COD). IPP yang sudah menandatangani Power Purchase Agreement (PPA) dengan PLN pun sudah banyak.
"Kita lagi mengevaluasi karena kan ada yang sudah COD. Paling yang bakal tertunda sekitar 3-4 persen dari proyek 35.000 MW yang masih dalam perencanaan. Kalau perencanaan kan baru direncankan, belum tahu dananya dari mana. Terus sudah ada yang PPA, kalau udah PPA kan udah financial close. Yang belum itu yang financial close belum. Itu yang akan dievaluasi," kata dia saat ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta (15/8).
ADVERTISEMENT
Dalam program 35.000 MW, 10.000 MW di antaranya dikerjakan oleh PLN. Sementara sisanya, 25.000 MW digarap IPP. Andy bilang evaluasi akan dilakukan per Agustus ini.
Dengan evaluasi ini, proyek pembangkit listrik yang masih tahap perencanaan kemungkinan akan ditunda. Sementara siapa saja IPP yang akan kena evaluasi, Andy belum melakukan pengecekan, tapi dia pun enggan membocorkannya kalau sudah diputuskan karena terikat etika bisnis.
"Tergantung (waktunya), saya belum evaluasi. Enggak boleh diumumin dong ini, itu kan kegiatan investor," jelasnya.
Yang pasti, kata Andi, evaluasi ini tidak akan menggangu pasokan listrik, rasio elektrifikasi nasional pun masih naik terus. Berdasarkan data Kementerian ESDM, hingga Juni 2018, rasio elektrifikasi nasional telah mencapai 97,12 persen dengan rincian 95,7 persen berasal dari pelanggan PLN, dan 2,8 persennya berasal dari Non PLN, jasa pengadaan listrik swasta, serta pemerintah daerah dengan kontribusi LTSHE sebesar 0,12 persen.
Ilustrasi PLTU. (Foto: Antara/Iggoy el Fitra)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi PLTU. (Foto: Antara/Iggoy el Fitra)
Sementara itu, rasio desa berlistrik secara nasional sebesar 97,99 persen. Dengan rincian, 85,43 persen listrik disambung oleh PLN, 11,73 persen oleh non PLN, dan 0,18 persen lainnya berasal dari LTSHE.
ADVERTISEMENT
"Kan rasio elektrifikasi kita naik terus. Artinya kan yang COD semakin meningkat. Enggak akan ganggu pasokan listrik. Paling ada adjusment waktu pembangunan (buat yang masih perencanaan)," jelasnya.
Ditemui di tempat yang sama, Direktur Perencanaan Korporat PLN, Syofvi Felienty Roekman, mengatakan pihaknya tengah menyeleksi proyek mana saja yang sudah financial close dan belum, termasuk barang-barang pengadaan yang banyak impor. Tapi Syofvi mengatakan, beberapa barang pengadaan untuk pembangkit sudah bisa diproduksi di dalam negeri.
"Iya ini kami lagi listing mana yang sudah finansial close, mana yang belum. Tapi sekarang PLN itu semakin tahun semakin baik untuk keberpihakan terhadap produksi lokal. Kayak generator, turbinnya, kalau yang kelas boilernya kadang-kadang tapi sekarang boiler sebagai besar juga sudah bisa dibikin di sini," jelasnya.
ADVERTISEMENT