Lapindo Klaim Negara Punya Utang Rp 1,9 T, dari Mana Asalnya?

27 Juni 2019 14:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Lumpur Lapindo. Foto: Antara/Eric Ireng
zoom-in-whitePerbesar
Lumpur Lapindo. Foto: Antara/Eric Ireng
ADVERTISEMENT
Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya mengakui memiliki utang ke pemerintah mencapai Rp 773,38 miliar. Tapi mereka juga mengklaim negara memiliki utang alias piutang kepada perusahaan tersebut sebesar USD 138,23 juta atau setara Rp 1,9 triliun (kurs Rp 14.200).
ADVERTISEMENT
Perusahaan tersebut pun bersedia mengganti utang Rp 773,38 miliar ke negara, namun hal ini memiliki persyaratan. Mereka ingin melalui mekanisme Perjumpaan Utang, yakni menjumpakan piutang kepada pemerintah sebesar Rp 1,9 triliun dengan pinjaman dana antisipasi Rp 773.38 miliar alias 'tukar guling' utang dengan piutang.
Presiden Lapindo Brantas Faruq Adi Nugroho dan Dirut Minarak Lapindo Jaya Benjamin Sastrawiguna menyatakan, piutang tersebut berasal dari dana talangan kepada pemerintah atas penanggulangan luapan lumpur Sidoarjo yang telah dilakukan oleh Lapindo Brantas Inc dan PT Minarak Lapindo Jaya selama periode 29 Mei 2006 hingga 31 Juli 2007.
Selanjutnya, perusahaan juga mengklaim piutang terhadap pemerintah tersebut telah diverifikasi oleh SKK Migas sebagai biaya yang dapat diganti (cost recoverable) pada bulan September tahun 2018, sesuai dengan surat SKK Migas No SRT-0761/SKKMA0000/2018/S4 tanggal 10 September 2018.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Isa Rachmatawarta mengatakan, piutang untuk dana talangan dan cost recovery tersebut adalah dua isu yang berbeda. Menurutnya, cost recovery adalah apabila wilayah kerja menghasilkan produksi komersial dan menyumbang penerimaan kepada negara.
"Jadi ada dua isu. Utang dari pemerintah ini untuk masyarakat, tapi di sisi lain mereka mencoba claim cost recovery ke SKK Migas," ujar Isa di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (25/6).
Dirjen Kekayaan Negara Isa Rachmatarwata Foto: Diah Harni/kumparan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 27 Tahun 2017 tentang Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, pada Pasal 7 disebutkan bahwa kontraktor yang mendapatkan kembali biaya operasi adalah yang sesuai dengan rencana kerja dan anggaran yang telah disetujui oleh Kepala Badan Pelaksana, setelah wilayah kerja menghasilkan produksi komersial.
ADVERTISEMENT
Pasal 19 beleid tersebut juga menegaskan, pembebanan biaya kerja tersebut ditangguhkan sampai dengan adanya lapangan yang berproduksi secara komersial di wilayah kerja.
Sementara itu, selama ini Lapindo sendiri tidak melakukan proses produksi dan tidak menyumbang penerimaan kepada negara selama ini.
Hingga saat ini, Kemenkeu masih melakukan proses cek silang (crosscheck) dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Kejaksaan Agung terkait status piutang tersebut.
Adapun piutang yang diklaim tersebut adalah pengembalian biaya operasional (cost recovery) yang berada di bawah aturan SKK Migas.
"Intinya mereka mengusulkan set off piutang dana talangan pemerintah dengan piutang cost recovery ya? Kami sedang diskusikan bersama SKK Migas, BPKP, dan Kejaksaan Agung, apakah usulan set off dapat dipertimbangkan," kata Isa.
ADVERTISEMENT
Dia melanjutkan, pada 2015 Lapindo meminta dana talangan ke pemerintah sebagai ganti ke masyarakat yang terdampak. Pemerintah pun menyetujui hal tersebut. Bahkan menuurt Isa, Lapindo berjanji untuk mencicilnya sampai empat tahun, yang mana jatuh temponya adalah akhir Juni ini.
"Kalau untuk membayar ke masyarakat terdampak, Lapindo berutang karena ini kan dibayar dulu oleh pemerintah. Di sisi lain, saat mereka mengatasi semburan lumpur itu, mereka kan ya berusaha nutup sumur itu kan ada cost, mereka klaim ini cost recoverable," katanya.
Namun demikian, utang sebesar Rp 773,38 miliar itu pun menurut Isa belum termasuk bunganya yang sebesar 4 persen. Artinya, utang Lapindo ke negara akan lebih dari yang Rp 773,38 miliar. "Iya baru pokoknya (Rp 773 miliar) itu, (bunganya) 4 sekian persen," tambahnya.
ADVERTISEMENT