Larangan Penggunaan Uang Virtual untuk Cegah Tindakan Pencucian Uang

13 Januari 2018 18:42 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ketua PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mendukung langkah Bank Indonesia (BI) yang melarang seluruh mata uang virtual, seperti Bitcoin, sebagai alat pembayaran yang sah di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan, dengan adanya larangan yang ditujukan untuk seluruh penyedia jasa sistem pembayaran, bank, ataupun nonbank memproses transaksi uang virtual, hal ini dapat mencegah kegiatan pencucian uang dan tindakan kejahatan lainnya di Indonesia.
"Kalau tindak pidana pencucian uang terjadi, orang itu menggunakan Bitcoin misalnya sebagai alat untuk mencuci uang, kami akan telusuri," ujar Kiagus kepada kumparan (kumparan.com), Sabtu (13/1).
Selain itu, dengan adanya pelarangan tersebut, maka hal itu juga dapat mengurangi risiko keterlibatan masyarakat ataupun wilayah Indonesia dalam hal pencucian uang atau kejahatan lainnya.
"Risiko pekerjaan lebih sedikit. Jadi kan Indonesia masyarakatnya, wilayahnya, jadi ditutup kalau transaksi seperti Bitcoin," jelasnya.
Bitcoin (Foto: REUTERS/Dado Ruvic)
zoom-in-whitePerbesar
Bitcoin (Foto: REUTERS/Dado Ruvic)
Bahkan, Kiagus pun menjelaskan, jika masih ada WNI yang terlibat dalam tindakan pencucian uang, tindak kejahatan, ataupun pembiayaan terorisme melalui uang digital, hal tersebut masih bisa terlacak, meskipun tidak ditukar terlebih dahulu menggunakan rupiah. Sebab, pihaknya akan bekerja sama dengan otoritas di negara setempat.
ADVERTISEMENT
"Selama transaksi pembelian awal dan penukaran Bitcoin ke dalam rupiah, kami bisa lacak. Kalaupun misalnya dia pakai dolar, atau mata uang lain, pasti otoritas sana akan melacak. Ibaratnya PPATK di negara itu pasti lapor ke kami juga," tambahnya.
Untuk diketahui, Bank Indonesia (BI) baru saja mengumumkan bahwa mata uang virtual, seperti Bitcoin, tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Tak hanya itu, bank sentral juga melarang seluruh jasa sistem pembayaran dan penyelenggara FinTech, baik bank atau nonbank untuk memproses transaksi pembayaran menggunakan mata uang virtual.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman mengatakan, hal itu juga dilakukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Selain itu juga untuk mencegah praktik-praktik pencucian uang dan pendanaan terorisme.
ADVERTISEMENT