news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Libra, Uang Digital Facebook yang Ancam Perbankan Indonesia

3 Juli 2019 8:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Libra, mata uang virtual dari Facebook. Foto: Facebook
zoom-in-whitePerbesar
Libra, mata uang virtual dari Facebook. Foto: Facebook
ADVERTISEMENT
Facebook akan meluncurkan cryptocurrency bernama Libra pada 2020. Facebook menaruh harapan besar pada Libra dapat diterima sebagai bentuk pembayaran dan mengubah perekonomian dunia.
ADVERTISEMENT
Mata uang digital ini didesain sebagai perantara bagi mata uang tradisional. Dengan kata lain, Libra dapat digunakan untuk mentransfer uang dan membeli barang. Facebook mengklaim semua ini bisa dilakukan tanpa biaya transaksi.
Bank Indonesia (BI) tidak menampik kemunculan mata uang digital ini jadi tantangan di masa depan. Kepala Divisi Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia, Ryan Rizaldy, menyatakan pihaknya akan mengawasi kemunculan mata uang digital ini.
"Perlu kita tes dulu. Repotnya sekarang Libra itu belum ada. Jadi barangnya belum ada, baru 2020. Yang ada white papernya. Semua bank sentral dunia lagi mantau tapi repot juga barangnya belum ada," kata Ryan di Hotel Westin, Jakarta, Selasa (2/7).
Menurut Ryan, mata uang digital seperti Libra punya kemungkinan menjadi alat pembayaran di Indonesia. Namun Ryan mengatakan syaratnya cukup sulit sebab mata uang di Indonesia diatur sangat ketat.
ADVERTISEMENT
Sistem alat pembayaran diatur oleh dua beleid yaitu undang-undang mata uang dan undang-undang Bank Indonesia.
"Sepanjang aktivitas tidak melanggar ketentuan perundang-undangan tersebut, prinsipnya kita welcome. Problemnya kita harus tahu persis, Libra ini bagaimana nanti? Inline enggak dengan UU tersebut?" ujarnya.
Jika ternyata tidak sejalan dengan kedua aturan tersebut, Ryan mengatakan, Libra juga akan bernasib sama seperti Bitcoin, dilarang penggunaannya oleh bank sentral dan pemerintah.
"Kalau dia enggak sejalan dengan UU mata uang dan BI, ya sudah bisa ditebak, bisa dilihat apa yang kami lakukan ke Bitcoin. Sangat jelas," ujarnya.
Namun, tidak dapat dipungkiri Indonesia punya pasar besar menyerap inovasi teknologi. Porsi dan struktur demografis Indonesia yang mulai didominasi milenial semakin terbuka terhadap penetrasi dan adaptasi teknologi.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini berpotensi mendorong peningkatan transaksi finansial secara online. Termasuk adanya potensi untuk mau menerima kehadiran Libra.
Sehingga, jika Libra tak sejalan dengan undang-undang, Ryan tidak menampik bahwa perbankan dan BI tetap harus berbenah. Menurut dia, perbankan dan BI harus mulai beradaptasi dengan perkembangan teknologi.
"Itu tantangan buat kita. Itulah kenapa enggak cuma bank yang kita dorong untuk mengikuti era digital. Kami sendiri BI juga menyesuaikan diri. BI kan juga memberikan layanan publik, ya layanan itu yang kami perkuat," ujarnya.
Banner Bank Indonesia Foto: Reuters
Menurut Ryan, perbankan Indonesia cenderung tertinggal dalam bertransformasi digital. Sebab tidak dipungkiri, digital banking membutuhkan nilai investasi yang cukup besar terutama untuk teknologinya.
Sehingga sejauh ini bank yang menerapkan digital banking masih didominasi bank buku 3 dan 4 alias bank-bank besar.
ADVERTISEMENT
Tapi, mau tak mau perbankan harus mulai menerapkan digitalisasi, mengikuti perubahan yang terjadi di masyarakat. Tujuannya agar perbankan bisa melakukan pendekatan-pendekatan secara maksimal kepada masyarakat.
Hal ini dibutuhkan agar perbankan tak kalah saing dengan Libra. Sebab tidak dipungkiri, jumlah pengguna Facebook di Indonesia lebih banyak ketimbang jumlah orang yang mempunyai rekening bank.
Artinya, penetrasi Facebook lebih baik ketimbang penetrasi perbankan. Facebook lebih dekat dengan masyarakat menjadikan Libra bisa dengan mudah dikenal luas.
"Tantangannya itu, Indonesia itu pengguna Facebook terbesar, nomor tiga. Sehingga perbankan harusnya melakukan pendekatan yang jauh lebih hati-hati lagi. Enggak bisa masih bisnis as usual," tandasnya.