Luhut Minta Uni Eropa Perhatikan Nasib Rakyat RI Jika Sawit Dihambat

20 Maret 2019 17:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Luhut Binsar Panjaitan usai Rapat Kendaraan Listrik di DPR RI. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Luhut Binsar Panjaitan usai Rapat Kendaraan Listrik di DPR RI. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan meminta para pengusaha asal Uni Eropa (UE) untuk ikut melihat persoalan industri sawit dari kaca mata Indonesia. Sekaligus membantu proses negosiasi dan diplomasi pemerintah Indonesia kepada UE, terkait tindakan diskriminasi Komisi Eropa terhadap kelapa sawit asal Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Kita sangat concern, saya harap Bapak jangan melihat dari kaca mata Bapak Ibu. Lantas kita bela rakyat kami di mana?" ujar Luhut saat konferensi pers yang digelar di kantor Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Rabu (20/3).
Sebagaimana diketahui, sejak 13 Maret 2019 lalu Komisi Eropa mengeluarkan regulasi turunan (Delegated Act) dari kebijakan Renewable Energy Directive II (RED II) yang mengklasifikasikan kelapa sawit sebagai komoditas bahan bakar nabati yang tidak berkelanjutan dan berisiko tinggi ILUC (Indirect Land Use Change).
Untuk itu, Luhut kembali menyampaikan posisi keras Indonesia dalam menanggapi keputusan konsep Delegated Act RED II oleh Komisi Eropa tersebut.
Bagi Indonesia, lanjut Luhut, kelapa sawit merupakan komoditas yang sangat penting, yang tercermin dari nilai kontribusi ekspor Crude Palm Oil (CPO) senilai USD 17,89 miliar pada tahun 2018. Industri ini berkontribusi hingga 3,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto. "Industri sawit juga menyerap 20 juta tenaga kerja," katanya.
ADVERTISEMENT
Selain itu, kelapa sawit juga menjadi bagian penting dalam strategi pemenuhan kebutuhan energi nasional menggantikan bahan bakar fosil.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menggarisbawahi, hubungan baik antara Indonesia dan UE yang sudah terjalin sejak lama dapat rusak, terutama dalam bidang ekonomi, akibat masalah sawit ini.
“Kami khawatir apabila diskriminasi terhadap kelapa sawit terus berlanjut, akan mempengaruhi hubungan baik Indonesia dan Uni Eropa yang telah terjalin sejak lama. Terlebih saat ini, kita sedang melakukan pembahasan intensif pada perundingan Indonesia-Uni Eropa CEPA (Indonesia-Uni Eropa Comprehensif Economic Partnership Agreement),” kata Darmin.