Malam Hari di Pasar Senen: Jadi Pusat Perdagangan Baju Buangan Impor

6 Januari 2018 19:41 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pasar Senen (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pasar Senen (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Malam hari ketika banyak orang telah letih dan penat karena kesibukan seharian, justru ada wajah-wajah semangat yang baru saja akan memulai kisah mereka. Dentingan besi-besi berkarat meramaikan semarak malam ini. Bunyi dentuman karung yang sarat berisi juga sesekali terdengar.
ADVERTISEMENT
Ya, kesibukan tersebut mulai terlihat di sepanjang jalan Pasar Senen, Jakarta Pusat. Para pedagang tengah asyik menyiapkan lapak baju buangan impor.
"Iyak boleh-boleh silakan goceng dua, goceng dua!" teriak seorang pedagang yang lapaknya sudah berdiri.
Pasar Senen (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pasar Senen (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
Celoteh-celoteh semacam ini dari si empunya lapak juga menjadi ciri khas tersendiri di pasar yang sudah beberapa kali mengalami kebakaran ini.
"Kalau jumlah (pedagang) ya 20-an lebih. Sampai ujung," ungkap seorang pedagang dengan logat Bahasa Padang sambil menunjuk saat ditemui kumparan (kumparan.com), Sabtu (6/1).
Menurut pedagang yang tak mau disebutkan namanya tersebut, mereka mulai berdagang baju buangan atau baju bekas impor sekitar pukul 15.00 WIB atau 16.00 WIB. "Tapi mulai ramai nanti kalau mau maghrib. Abis maghrib juga," lanjutnya.
Pasar Senen (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pasar Senen (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
Menurut dia para pembeli yang datang umumnya mencari barang yang berbeda bergantung usia. "Kalau bapak-bapaknya nyarinya celana, anak muda sukanya syal atau blezer, kalau ibu-ibu milihnya yang goceng dua ini, kaos," rincinya.
ADVERTISEMENT
Ia mengungkapkan selera masyarakat Indonesia dengan baju buangan impor masih tinggi. Lapaknya tidak pernah sepi pembeli hingga malam hari.
"Masih banyak yang mau, kok," ucapnya.
Senada, hal yang sama juga diamini oleh Denis. Ibu berusia 38 tahun ini sudah sejak 2013 berdagang baju bekas. Menurut dia, omzet yang diraup cukup besar. Bisnis ini dianggap dia sangat potensial dan sangat menguntungkan.
Pasar Senen (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pasar Senen (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
"Kalau hari biasa bisa Rp 150.000 sampai Rp 200.000. Kalau Sabtu Minggu bisa Rp 500.000 sampai Rp 700.000," katanya.
Tentunya, omzet yang mereka dapatkan belum dipotong dengan makan, biaya penyimpanan di gudang sebesar Rp 30.000 per karung dan uang iuran. "Di sini enggak ada biaya sewa tapi bayar iuran aja untuk kita bersama. Cuma Rp 25.000 sebulan, boleh dicicil," timpalnya.
ADVERTISEMENT
Dengan perhitungan seperti itu Denis bisa mendapatkan laba bersih di hari biasa bisa mencapai Rp 100.000 hingga Rp 120.000. Sedangkan untuk akhir pekan ia bisa mengantongi Rp 500.000.
Menurutnya baju-baju bekas ini ia peroleh dari 'bos' yang konon mendatangkan barang tersebut langsung dari Korea dan Jepang. "Kalau yang goceng dua, saya enggak milih. Ambil aja. Kalau yang digantung ini saya kadang sortir dulu, saya pilih yang masih bagus," tuturnya.
Baju dengan harga goceng dua itu hanya ia tumpuk dengan alas seadanya. Sedangkan untuk baju-baju lain, Denis menggantungnya dengan cukup rapi.
Pasar Senen (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pasar Senen (Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan)
"Ini baju saya ambilnya Rp 10.000 sebiji. Makanya saya jual Rp 15.000, enggak bisa kalau di bawah Rp 10.000. Kalau mau cepet ya Rp 25.000 dapat dua," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Denis menjual kaos atau celana seharga Rp 10.000 per potong. Sedangkan harga di atas Rp 25.000, dipatok untuk beragam bluse dan dress. Dia juga menjual dress dengan harga Rp 25.000 per potong.
Menurut Denis, ia tidak mau mematok harga terlalu tinggi. Baginya, yang penting barang bisa cepat habis sehingga perputarannya juga cepat. Dalam sekali berjualan, lapak Denis bisa memajang kurang lebih 300 lembar baju segala jenis.
Dia bercerita menggeluti bisnis ini justru lebih nyaman. Dia juga mengaku tidak pernah bermasalah dengan Satpol PP karena ada aturan mainnya. "Tapi kami sudah ada perjanjian. Kalau jam 4 sore semua baju ada di atas (trotoar). Boleh diturunin (di badan jalan) kalau sudah jam 6 malam. Ya, lumayan lah. Saya lebih seneng dagang gini daripada kerja kantoran," tutupnya sembari tertawa.
ADVERTISEMENT