Mantan Dosen yang Jadi Pengusaha Beromzet Belasan Juta Per Hari

2 Juni 2019 10:48 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-H. Azwari Siregar (Jojo). Foto: Dok. Sampoerna
zoom-in-whitePerbesar
com-H. Azwari Siregar (Jojo). Foto: Dok. Sampoerna
ADVERTISEMENT
Jangan pernah merasa aman di posisi nyaman. Hal inilah adalah prinsip yang selalu dipegang H. Azwari Siregar (45) dalam hidupnya. Lulusan sebuah universitas di Mesir, pria paruh baya tersebut sempat menjadi dosen. Namun kini, Azwari yang biasa disapa Jojo tersebut menjalankan usaha toko berkonsep minimarket dengan omzet belasan juta sehari. Bagaimana kisahnya?
ADVERTISEMENT
Pernah Menggenjot Becak
Pada tahun 1998, Jojo kembali ke kampung halamannya di Medan, Sumatera Utara, setelah menyelesaikan studi tafsir hadits di Mesir. Sepulang menimba ilmu di negeri orang, Jojo mengabdi sebagai dosen honorer di dua universitas swasta di Medan. Saat itu, Jojo merasa tak mendapatkan hasil yang layak.
Sekitar 1,5 tahun menjadi dosen, ia memutuskan untuk “banting setir”. Jojo mulai merintis usaha, mengikuti jejak ayahnya yang berprofesi sebagai pedagang. Akan tetapi, ia bertekad ingin berdikari, tak meminta modal dan bantuan keluarga. Pada tahun 2000, ia mulai membuka toko kecil-kecilan di kawasan Medan Johor dan menjadi “pengampas” yang mengantarkan barang dari satu toko ke toko lainnya menggunakan becak.
“Iya, saya narik becak sendiri, ngampas keliling pakai becak. Karena saya pikir, kalau saya hanya diam di toko, omzet saya enggak akan bertambah,” kata Jojo saat ditemui beberapa waktu lalu di Medan, Sumatera Utara.
ADVERTISEMENT
Tak sedikit yang mencibir dan memandang Jojo sebelah mata. “Ada saja yang nyeletuk, ‘Kuliah jauh-jauh cuma jadi pedagang, narik becak. Mending kuliah di sini saja’. Tapi saya enggak peduli. Cemoohan seperti itu saya jadikan tantangan, saya harus buktikan,” ujarnya.
Modal Hanya Rp 125.000
Sekitar dua tahun mengelola toko dan menjadi pengampas, Jojo mulai berpikir untuk membesarkan tokonya. Pada 2002, dengan modal Rp 125.000, ia ingin mengisi tokonya dengan barang dagangan yang lebih banyak. Saat itu, tantangannya adalah mencari pedagang grosir yang mau memberikan kepercayaan memasok barang ke tokonya.
Ketika melakukan upaya ini, Jojo berbekal nama bapaknya yang sudah dikenal untuk mendapatkan kepercayaan tersebut. Akan tetapi, hal ini ternyata tak membantu. Setelah lebih dari 10 orang didatangi, hanya ada satu orang yang memercayai Jojo, meski sebelumnya mereka belum saling mengenal.
ADVERTISEMENT
“Dari 10 orang yang saya jumpai, ada 1 yang percaya sama saya, dia marga Purba. Dia percaya sama saya, dia antar barang dua becak. Saya sampai enggak bisa tidur dua malam, memikirkan bagaimana saya melunasi barang-barang yang saya ambil ini,” kata Jojo.
Barang yang dikirimkan ke toko Jojo total senilai Rp 2,5 juta. “Saya cuma kasih uang Rp 125.000 karena saat itu saya punyanya cuma segitu,” ujar dia.
Jojo tak patah semangat. Berapa pun penghasilan yang didapatkannya setiap hari ia setorkan kepada pedagang grosir itu untuk mencicil utangnya. Cara ini dilakukannya untuk menjaga kepercayaan dan menunjukkan kesungguhan dalam berbisnis.
“Saya terus memutar otak, bagaimana agar kepercayaan semakin besar. Saya belajar dari teman-teman. Ambil barang paling mahal. Saat itu saya ambil gula. Jadi, misal gula 1 goni modal Rp 425 ribu, saya jual Rp 420.000. Saya rugi Rp 5.000. Tapi, saya kemudian jualan minuman jeruk yang kalau dihitung-hitung, saya bisa dapat untung Rp 100.000. Rugi Rp 5.000, dapat untung dari yang lain Rp 100.000. Jadi saya bisa saving Rp 95.000” papar Jojo.
ADVERTISEMENT
Ternyata, caranya itu berhasil. Jojo mendapatkan kepercayaan yang lebih besar, bahkan bisa mendapatkan pasokan barang bernilai hingga ratusan juta rupiah.
Kembangkan Konsep Toko hingga Beromzet Belasan Juta Sehari
Pada 2008, toko Jojo sempat bergabung dengan Sampoerna Retail Community (SRC) yang saat itu masih bernama Medan Retail Community. SRC adalah wadah bagi para pelaku UKM Indonesia yang dibina secara konsisten oleh PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) agar semakin berkembang. Setelah diluncurkan 11 tahun silam, kini lebih dari 105.000 toko kelontong berada di bawah binaan SRC. Akan tetapi, Jojo sempat vakum hingga akhirnya bergabung kembali pada 2013.
Ia mengakui, inilah titik balik kemajuan usahanya. Jojo menyadari bahwa kerapian dan fisik toko yang layak akan menentukan kenyamanan konsumen dalam berbelanja. Efek jangka panjangnya, mendapatkan kepercayaan pelanggan dan omzet pun meningkat tajam. Dari pendampingan SRC, Jojo tidak hanya memeroleh edukasi dalam menata toko, tetapi juga strategi pemasaran, pengembangan SDM, hingga manajemen keuangan.
ADVERTISEMENT
“Dari toko saya yang biasa-biasa saja, saya belajar bahwa dengan perubahan yang drastis dari tampilan toko, akan berpengaruh ke banyak hal. Kunjungan konsumen sampai omzet,” kisah dia.
Jika sebelumnya omzet toko di kisaran Rp 2 juta hingga Rp 3 juta sehari, dengan berbagai perubahan yang dilakukan, “SRC Fatih” milik Jojo kini memiliki omzet hingga belasan juta per hari. Bahkan, kini toko Jojo dikontrak eksklusif oleh sebuah produsen minuman ringan untuk digandeng sebagai mitra supplier.
“Awalnya ya karena mereka senang dengan tampilan toko saya, sampai saya dikontrak eksklusif oleh supplier minuman itu,” cerita Jojo dengan berseri-seri.
Ia mengungkapkan, pembenahan yang dilakukannya tak hanya dari sisi tampilan dan kerapian toko, tetapi juga sistem pengelolaan toko yang lebih modern. Sekarang, Jojo mengklaim ia mampu bersaing dengan toko waralaba yang saat itu menjamur di berbagai penjuru.
ADVERTISEMENT
“Dengan didampingi SRC, saya sudah pakai digital semua sejak 2016. Sudah pakai mesin barcode, sudah pakai karyawan sendiri. Saya punya 3 karyawan. Dan saya dapat kesempatan itu berbagai pelatihan, semuanya untuk kemajuan toko,” kata Jojo.
Tak Mau Berada di Zona Nyaman
Meski sudah mapan dengan omzet belasan juta rupiah sehari, Jojo tak cepat puas. Bagi dia, tak boleh merasa aman di zona nyaman. Jojo pun memetik banyak manfaat untuk saling membesarkan usaha dari komunitas SRC.
Selain tetap mengikuti berbagai pelatihan, bersama para anggota SRC lainnya yang tergabung dalam paguyuban, ia mengembangkan sejumlah inovasi. Misalnya, ada anggota SRC yang memproduksi es krim, maka produk ini dipasarkan melalui jaringan SRC. Lama kelamaan, produksi dan penjualan semakin meningkat.
ADVERTISEMENT
Inovasi lainnya adalah aplikasi “AYO SRC” yang baru saja diluncurkan awal Mei lalu untuk memudahkan akses para toko kelontong berbagi ilmu bisnis, mendapat informasi mengenai pembinaan UKM Sampoerna, dan memudahkan proses pengelolaan toko. Peluncuran aplikasi ini juga turut mendukung proses literasi dan infrastruktur berbasis digital pada pengembangan bisnis dan penciptaan peluang.
“Ini kan namanya saling menguntungkan, kita besar sama-sama. Saya juga mulai merambah jadi trader. Ambil barang di grosir, kalau ada lelang saya ambil, kemudian saya drop ke komunitas SRC. Intinya saling support,” kata dia.
Tak hanya toko, Jojo juga selalu mengingat prinsip yang ditekankan SRC untuk mengembangkan bisnis. Kini, ia menekuni bisnis suplemen nutrisi.
“Jangan pernah merasa aman di posisi nyaman. Di mana pun kita buka keran. Kalau hanya berkembang di satu titik, siap-siap tergilas,” ujar Jojo.
ADVERTISEMENT