Mayoritas Cadangan Migas Indonesia Hasil Eksplorasi Perusahaan Asing

9 November 2018 10:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kilang minyak (Foto: Reuters/Todd Korol)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kilang minyak (Foto: Reuters/Todd Korol)
ADVERTISEMENT
Sejak era kolonialisme Belanda, eksplorasi sudah dilakukan untuk menemukan cadangan minyak dan gas bumi (migas) di Nusantara.
ADVERTISEMENT
Dalam data Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) disebutkan dalam kurung waktu 122 tahun (1892-2014) telah ditemukan cadangan migas raksasa dari 13 lapangan. Cadangan migas raksasa ini jumlahnya di atas 100 juta barel setara minyak atau MMBOE (Million Barel of Oil Equivalent).
Yang pertama adalah Lapangan Duri yang ditemukan pada 1941 dengan cadangan sekitar 6.000 MMBOE. Tidak lama setelah itu, tak jauh dari Lapangan Duri, yaitu Lapangan Minas punya cadangan yang lebih besar yaitu di atas 10.000 MMBOE. Kedua lapangan ini berada di Blok Rokan, penemunya PT Chevron Pacific Indonesia, perusahaan migas asal Amerika Serikat (AS).
Pada 1967 ditemukan lagi cadangan migas yang cukup besar, lokasinya di Jatibarang, Indramayu. Jumlah cadangan migas yang ditemukan 900 MMBOE. Ini merupakan cadangan migas pertama yang ditemukan Indonesia sendiri, yaitu oleh PT Pertamina (Persero).
ADVERTISEMENT
Era 1970-an menjadi masa kejayaan industri hulu di Indonesia. Selain produksi migas yang mencapai puncaknya sebesar 1,6 juta barel per hari di 1977, banyak cadangan dalam jumlah besar yang ditemukan pada dekade ini.
Di tahun 1970, ditemukan cadangan migas di Blok Attaka oleh perusahaan asal Jepang, Inpex Corporation. Cadangannya sekitar 4.000 MMBOE. Masih di tahun yang sama, cadangan migas lain ditemukan di Blok Arun sebesar 4.000 MMBOE. Penemunya ExxonMobil, perusahaan asal AS.
Empat tahun kemudian, ditemukan lagi cadangan migas yang lebih besar. Jumlahnya bahkan lebih besar dari temuan di Blok Rokan, yaitu di Natuna D-Alpha yang nyaris 12.000 MMBOE. ExxonMobil menjadi perusahaan yang menemukan harta karun ini.
Setelah Natuna ditemukan pada 1974, di periode yang sama juga ditemukan cadangan migas dari Lapangan Handil yang berada di Blok Mahakam. Penemunya perusahaan dari Perancis, Total E&P Indonesie dengan cadangan sekitar 3.000 MMBOE.
ADVERTISEMENT
Total E&P Indonesiee pun kembali mendapat cadangan baru di Blok Mahakam, yaitu di Lapangan Tunu sebesar 4.000 MMBOE. Setelah itu, cadangan migas besar baru ditemukan lagi pada 1997 di Lapangan Vorwata nyaris 4.000 MMBOE. Cadangan di lapangan yang ditemukan di Teluk Bintuni, Papua ini adalah hasil eksplorasi perusahaan asal Inggris, British Petroleum (BP).
Memasuki tahun 2000-an, cadangan migas masih ditemui di Indonesia, namun tak sebesar pada 1970-an. Yang pertama ada di Lapangan Abadi yang digarap perusahaan Jepang, Inpex Corporation. Lapangan yang berada di Blok Masela ini menyimpan cadangan hampir 6.000 MMBOE.
Menjelang akhir 2001, ditemukan lagi cadangan baru pada Lapangan Jangkrik di Muara Bakau dengan jumlah lebih dari 1.000 MMBOE. Ini adalah hasil eksplorasi perusahaan asal Italia, Eni. Di akhir 2012, barulah Pertamina kembali menemukan cadangan migas besar di atas 1.000 MMBOE, yaitu di Lapangan Parang, Nunukan, Kalimantan Utara.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryad. (Foto:  Ema Fitriyani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kepala SKK Migas Amien Sunaryad. (Foto: Ema Fitriyani/kumparan)
Berdasarkan data ini, terlihat temuan cadangan migas di atas 1.000 MMBOE didominasi oleh perusahaan swasta asing. Sementara Pertamina hanya menemukan cadangan besar di Jatibarang dan Parang.
ADVERTISEMENT
Tak menemukan cadangan migas dalam kapasitas besar, Pertamina mendapatkan cadangan berkapasitas 100-1.000 MMBOE dalam kurun waktu 1970 sampai 2014. Di antaranya, Bunyu Nibung 800 MMBOE, Cemara Barat 300 MMBOE, Air Serdang 250 MMBOE, Tambun 250 MMBOE, Mudi 300 MMBOE, Senoro 600 MMBOE, Sukowati di Blok Cepu 400 MMBOE, Bambu Besar 100 MMBOE, Akasia Besar 100 MMBOE.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, tidak heran jika BUMN perminyakan Indonesia di kandang sendiri pun kalah bersaing dengan perusahaan asing dalam penemuan cadangan migas skala besar. Alasannya, karena memang sejak zaman Indonesia merdeka, tidak ada komitmen kuat dari pemerintah untuk mendukung eksplorasi migas. Tidak ada dukungan pendanaan dari pemerintah.
“Lah wong enggak eksplorasi, mana bisa nemu cadangan. Terus kalau ditanya kok tidak eksplorasi? Ternyata begini, kalau dicari di APBN, zaman Orde Lama, enggak ada alokasi eksplorasi. Dicari di Orde Baru enggak ada juga. Di era Reformasi ada tapi kecil,” kata Amien di Ciloto, Rabu (8/11).
Pengeboran di sumur JAS -D milik Pertamina (Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)
zoom-in-whitePerbesar
Pengeboran di sumur JAS -D milik Pertamina (Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara)
Pertamina sebagai perusahaan negara, kata Amien, baru-baru ini saja menggelontorkan dana cukup besar untuk eksplorasi, yaitu mulai 2016. Padahal, jika perusahaan mau mengeluarkan dana eksplorasi besar, misalnya pada Lapangan Banyu Urip, Pertamina akan mendapatkan cadangan migas besar di sana.
ADVERTISEMENT
“Jadi kalau dilihat di grafik, Pertamina tidak pernah discovery (selain Jatibarang). Kasus Bayu Urip, itu kan sebenarnya punya Pertamina tapi enggak discovery. Dipegang Humpus, enggak juga. Dipegang Exxon, discovery. Kenapa? Karena Exxon mau keluarkan uang besar untuk seismik 3D luas sekali, dapat (cadangan) di Banyu Urip,” jelasnya.
Sementara dana eksplorasi yang berasal dari pemerintah yang dikelola Badan Geologi Kementerian ESDM sangat kecil, yaitu hanya Rp 1,02 triliun dalam kurun waktu 2010-2019. Dana yang sangat kecil untuk eksplorasi migas.
“Indonesia sebesar ini untuk sebesar ini hanya USD 100 juta. Kan omong kosong. Akhirnya apa? Ya negara tidak serius ekplorasi. Karena itu negara mengandalkan investor swasta, termasuk Pertamina. Tapi kami cek Pertamina mengeluarkan anggaran cukup gede itu belakangan ini, 2016-2017,” tutup Amien.
ADVERTISEMENT