Melihat Kain Tenun Ikat NTT di Pasar Murah Alok

5 Agustus 2018 8:39 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kain Tenun Ikat NTT di Pasar Alok, Maumere, NTT. (Foto: Elsa Toruan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kain Tenun Ikat NTT di Pasar Alok, Maumere, NTT. (Foto: Elsa Toruan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pasar Murah Alok di Kabupaten Sikka, Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT) selalu digelar pada hari Selasa tiap minggu. Biasanya, penjual kain tenun ikat ini merupakan para ibu yang berasal dari Desa Sikka dan Desa Nita. Mereka menghasilkan ragam kain tenun ikat dengan berbagai motif. Mulai dari selendang panjang hingga sarung.
ADVERTISEMENT
"Kainnya, kakak. Murah saja, ayo mampir sini," teriak Mama Magda saat puluhan orang mondar-mandir di depan lapaknya di Pasar Alok, NTT, Selasa (31/7) lalu.
Puluhan kain tenun ikat Mama Magda tampak berjejer rapi di lapaknya yang berukuran 6x12 sentimeter itu. Ya, Mama Magda dan para penjual kain tenun ikat lainnya tampak sibuk sejak pukul 06.00 WITA pagi di sudut Pasar Alok. Kesempatan berjualan di pasar murah tiap hari Selasa ini tidak mereka lewatkan. Untuk itu, mereka datang pagi hari sekali dan bersiap untuk membuka lapak berjualan.
Kain Tenun Ikat NTT di Pasar Alok, Maumere, NTT. (Foto: Elsa Toruan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kain Tenun Ikat NTT di Pasar Alok, Maumere, NTT. (Foto: Elsa Toruan/kumparan)
Pasar Murah Alok menjadi salah satu pasar untuk mendapatkan kain tenun ikat NTT dengan harga yang cukup terjangkau. Selendang dan sarung tenun ikat di sini dijual mulai dari harga Rp 300.000 hingga Rp 2.000.000. Di sini, para pembeli bisa menawar hingga harga yang mereka inginkan. Sementara di luar pasar murah, para pembeli hanya bisa membeli kain tenun ikat di sentra pembuatannya yang tersebar di beberapa desa. Tentu, dengan harga yang tidak sama, berkisar Rp 1 juta hingga Rp 5 juta untuk satu lembar kain tenun ikat.
ADVERTISEMENT
Di Pasar Murah Alok, para pembeli juga ditawarkan ragam jenis dan motif kain tenun ikat. Ada kain tenun ikat motif Maumere, Sikka, hingga Kupang. Ada juga kain tenun ikat yang menggunakan pewarna alami dan bahan kimia. Semua tersedia di pasar murah ini.
Mama Magda, salah satu penjual tenun ikat disana mengatakan bahwa tiap hari Selasa, ada sekitar 20 hingga 30 wisatawan yang datang mampir ke lapaknya. Dari jumlah pengunjung itu, hanya sekitar 10 hingga 12 orang yang membeli kain tenun Mama Magda.
"Paling bisa dapat itu Rp 2 juta hingga Rp 4 juta setiap jualan di sini," katanya.
Dia kemudian bercerita bahwa untuk membuat satu selendang dibutuhkan waktu pengerjaan selama 2 minggu. Satu minggu dihabiskan untuk menenun dan satu minggu lagi digunakan untuk mewarnai kain. Hampir semua penjual kain tenun ikat di Pasar Murah Alok ini merupakan pengrajin kain tenun ikat.
Kain Tenun Ikat NTT di Pasar Alok, Maumere, NTT. (Foto: Elsa Toruan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kain Tenun Ikat NTT di Pasar Alok, Maumere, NTT. (Foto: Elsa Toruan/kumparan)
Di kampung, lanjut Mama Magda, semua ibu-ibu diajarkan untuk menenun. Bahkan, mereka membentuk kelompok-kelompok untuk belajar menenun tiap minggunya.
ADVERTISEMENT
"Kami tidak punya kerja, jadi yang bisa dilakukan adalah menenun. Kami belajar dari yang lain bagaimana caranya, juga pernah ada pelatihan yang dikasih dari Jakarta di kampung kami, Sikka," tutur Mama Magda.
Membuat satu selendang tenun ikat dibutuhkan biaya sedikitnya Rp 250 ribu. Biaya ini termasuk benang, pewarna, upah menenun, hingga biaya tranportasi yang harus mereka tempuh saat kain tenun ikat sudah jadi dan dipasarkan. Karena itu, Mama Magda mengaku tidak bisa memberi harga yang terlalu murah saat ada pembeli yang datang dan meminta potongan harga.
"Biaya produksinya saja sudah mahal. Belum upah kami. Saya juga masih punya anak sekolah," tuturnya lagi.