Meluruskan Salah Paham soal Divestasi Saham Freeport

19 Oktober 2018 17:54 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana penggalian di Freeport.
 (Foto:   Instagram @freeportindonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana penggalian di Freeport. (Foto: Instagram @freeportindonesia)
ADVERTISEMENT
Komisi VII DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Minerba Kementerian ESDM, Direktur Utama PT Inalum (Persero), dan Direktur Utama PT Freeport Indonesia pada Rabu (17/10) lalu.
ADVERTISEMENT
Dalam kesimpulan rapat, Komisi VII DPR RI menyatakan mendapatkan penjelasan bahwa divestasi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) masih belum terealisasi. Komisi VII pun meminta pejabat tinggi terkait agar memberikan pernyataan yang benar kepada rakyat mengenai proses divestasi saham PTFI. Foto kesimpulan rapat ini beredar luas di media sosial dan aplikasi pesan singkat Whatsapp.
Hasil rapat DPR dengan Inalum dan Freeport, Jumat (19/10/2018). (Foto: Dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
Hasil rapat DPR dengan Inalum dan Freeport, Jumat (19/10/2018). (Foto: Dok. Istimewa)
Sebenarnya, Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Direktur Utama Inalum Budi Gunadi Sadikin sudah berulang kali menjelaskan persoalan ini. Jonan dan Budi sudah menggarisbawahi bahwa masih ada proses yang harus dilalui agar 51 persen saham PTFI benar-benar menjadi milik Inalum.
Sales Purchase Agreement (SPA) alias perjanjian jual beli saham sudah ditandatangani Inalum dengan Freeport McMoRan Inc (FCX) dan PT Rio Tinto Indonesia pada Kamis (27/9) lalu. SPA sudah mengikat Inalum dengan FCX dan Rio Tinto. Setelah SPA ditandatangani, tak ada lagi perjanjian lain yang akan diteken. Tapi, masih ada urusan administrasi dan pembayaran yang harus diselesaikan Inalum untuk menguasai 51 persen saham PTFI.
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini transaksi belum berlangsung, Inalum akan membayar USD 3,85 miliar ke FCX dan Rio Tinto setelah semua urusan administrasi dan perizinan selesai. Ditargetkan semuanya rampung di November 2018.
“Kalau ini (segala perjanjian jual beli) sudah selesai, tinggal administrasi saja. Saya ucapkan selamat kepada PT Inalum dan Rio Tinto dan Freeport McMoRan,” kata Jonan usai penandatanganan SPA pada Kamis (27/10) lalu.
Ignasius Jonan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat ditemui di kantornya, Rabu (15/8/18). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ignasius Jonan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral saat ditemui di kantornya, Rabu (15/8/18). (Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan)
Dalam wawancara khusus dengan kumparan pada Jumat (28/10) lalu, Budi Gunadi Sadikin sudah menerangkan bahwa akuisisi saham PTFI butuh proses panjang, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui. Mulai dari Framework Agreement pada 29 Agustus 2017, perjanjian prinsip berupa Head of Agreement (HoA) pada 12 Juli 2018 lalu, dan SPA pada 27 Oktober 2018.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya kalau yang biasa melakukan transaksi di investment banking, merger dan akuisisi itu langkah-langkahnya jelas. Jadi kalau kita negosiasi mau jual beli perusahaan, harus ada suatu principle agreement yang ditandatangani di depan. Ada yang namanya basic term, Head of Agreement. Itu menjadi dasar. Baru kemudian final agreement atau detail agreement-nya yang namanya Sales and Purchase Agreement," paparnya.
Meski SPA sudah merupakan perjanjian final yang mengikat, tapi diakui Budi, akuisisi saham PTFI oleh Inalum belum pasti terjadi. Tapi itu adalah hal yang wajar dalam proses akuisisi.
"Ini sebenarnya juga belum selesai sepenuhnya lho. Perpindahan sahamnya belum terjadi, semua orang di capital market yang sudah biasa dengan transaksi merger dan akuisisi juga tahu. Harus ada transaction closing. Antara SPA dengan closing itu ada administrasi dokumen banyak banget. Makin besar transaksi, makin banyak dokumennya. Kemudian administrasi izin, di sini izinnya banyak. Ketiga adalah payment. Tiga ini harus selesai dulu baru bisa closing," paparnya.
ADVERTISEMENT
"Jadi binding (mengikat) atau enggak? Kalau definisi legal, binding. Tapi belum pasti terjadi. Orang banyak yang enggak mengerti," imbuhnya.
Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Budi Gunadi Sadikin
 (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), Budi Gunadi Sadikin (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
Soal administrasi yang harus diselesaikan, Budi mengungkapkan bahwa ada begitu banyak perizinan yang tersebar di sekitar 9 negara. Salah satunya adalah izin dari lembaga antitrust (anti monopoli) China.
"Izin-izinnya banyak banget, saya lihatnya saja sudah capek, tebal sekali. Nah yang kita baru tahu, ternyata Freeport itu mesti dapat izin di 7 atau 9 negara, bikin lama itu. Izin apa itu? Izin antitrust law. Antitrust law apa? Yang paling lama di China. Freeport ini perusahaan Amerika, kok mesti izin ke antitrust China? Saya baru sadar, ini hebatnya pemerintah China. Jadi mereka itu bikin antitrust bukan hanya untuk domestik, tapi untuk global," ucapnya.
ADVERTISEMENT
China sebagai konsumen tembaga terbesar di dunia sangat berkepentingan untuk menjaga persaingan usaha di antara produsen tembaga. Karena itu, Negeri Tirai Bambu mewajibkan semua produsen tembaga untuk meminta izin ketika ada aksi korporasi seperti merger, akuisisi, dan perubahan kepemilikan.
Menurut Budi, harusnya akuisisi PTFI ini tak mendapat hambatan dari China karena justru akan menambah produsen tembaga, bukan mengurangi.
Suasana penggalian di Freeport.
 (Foto:   Instagram @freeportindonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana penggalian di Freeport. (Foto: Instagram @freeportindonesia)
Selain izin dari antitrust China, persoalan lain yang juga krusial adalah izin lingkungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk PTFI. Transaksi pembelian saham baru dapat dilakukan Inalum jika PTFI sudah mengantongi izin lingkungan dari KLHK.
"Inalum juga punya kepemilikan di sana (PTFI) 9,36 persen. Jadi kita mendukung PTFI ini untuk selesaikan isu (lingkungan) ini. Jadi, isu ini leading-nya ada di Pak Tony Wenas (Wakil Presiden PTFI)," kata Budi.
ADVERTISEMENT
Setelah semua proses administrasi dan pembayaran selesai, Kementerian ESDM akan menerbitkan perpanjangan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk PTFI. IUPK tersebut akan berlaku hingga 2031.
“IUPK akan diterbitkan setelah Inalum menyelesaikan transaksinya dengan Freeport McMoran. Pak Budi dari Inalum menyampaikan paling lambat November, tapi bisa dipercepat,” kata Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono.