Menaker: Sejumlah TKI di Luar Negeri Nyambi Jadi Web Developer

8 Februari 2018 21:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Ketenagakerjaan RI Hanif Dhakiri  (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Ketenagakerjaan RI Hanif Dhakiri (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sebagian besar Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri berprofesi sebagai pembantu rumah tangga, kebanyakan dari mereka hanyalah lulusan SD-SMA.
ADVERTISEMENT
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri tak menampik data yang disampaikan oleh World Bank itu. Tapi, dia mengaku juga cukup bangga pada banyak pembantu rumah tangga di sana yang mampu meningkatkan kompetensi mereka selain menjadi pelayan di rumah orang asing.
"Salah satu tantangan TKI kita adalah kemampuan komputer mereka. Tapi, kami bekerja sama dengan Bekraf (Badan Ekonomi Kreatif) untuk mengadakan bahasa pemprograman. Dan saya bangga juga karena mereka bisa. Saat ini, ada pembantu rumah tangga yang nyambi jadi web developer," katanya di Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta, Kamis (8/2).
Para TKI itu, kata Hanif, lantas membuka dan mengelola portal e-commerce untuk sejumlah usaha online di sana. Pelatihan bahasa pemprograman memang menjadi salah satu upaya pemerintah untuk mengejar ketertinggalan kemampuan TKI lokal. Sejauh ini, pelatihan baru diberikan di Tokyo, Singapura, dan Taiwan.
ADVERTISEMENT
Selain kemampuan komputer, dua tantangan untuk TKI adalah bahasa dan soft skill. Untuk kemampuan bahasa, Hanif mengakui menjadi kendala utama.
"Kalau soal pelayanan, kita nomor satu. Itu diakui banyak negara. Tapi bahasa, kita kalah dari Filipina. Makanya, saya usul untuk diajari bahasa Inggris sejak dini yang praktikal saja dan tidak usah dimasukan Ujian Nasional," katanya.
Berikutnya yang perlu dibenahi adalah soft skill, terutama kemampuan memimpin. Menurutnya, mental pekerja di sana harus dikuatkan agar tak banyak mengeluh.
Dia bercerita ada seorang TKI di Jepang yang mengeluh pekerjaanya berat ketimbang pekerja di negara yang sama dari Filipina. Padahal, lanjut dia, pekerjaannya sama, jabatannya juga sama, bahkan gajinya juga sama.
ADVERTISEMENT
"Tapi yang TKI ini ngeluh kalau pekejaan yang lebih berat. Pas saya cek di sana, ternyata pekerja kita di sana senang membantu pekerja dari negara lain, jadi waktu yang digunakan untuk banyak membantu itu akhirnya menyita waktu bekerja TKI. Jadi orang Indonesia, saking baiknya, ditolongin. Dipikirnya itu hanya minta tolong ringan. Akhirnya jadi keterusan. Hal-hal yang kayak gini yang perlu dikuatkan calon-calon pekerja kita," kata Hanif.