news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mendag: Garam Lokal Banyak Busanya, Kalau Buat Infus, Pasien Bisa Mati

10 Januari 2019 20:27 WIB
Produksi garam industri dengan metode Bestekin. (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Produksi garam industri dengan metode Bestekin. (Foto: Ela Nurlaela/kumparan)
ADVERTISEMENT
Kegiatan impor, khususnya garam, yang dilakukan pemerintah selama ini bukan tanpa alasan. Sebab, garam lokal disebut tidak memenuhi persyaratan industri dalam negeri. Demikian disampaikan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita.
ADVERTISEMENT
"Kementerian Perindustrian tidak mungkin meminta rekomen impor kalau bisa gunakan garam dengan NaCl yang rendah. Persoalannya, kalau garam infus diambil dari daderah Pantura, yang sudah terkontaminasi, yang ada pasien mati," katanya saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Kamis (10/1).
Selain itu, Enggar juga menambahkan, garam lokal cenderung memiliki busa. Penyusutannya juga mencapai 25 hingga 30 persen. Karenanya, para pelaku industri butuh garam impor dengan kualifikasi yang baik.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita. (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
"Coba nanti kalau berhenti di Cirebon dan lihat bagaimana garam rakyat diolah, Anda akan lihat itu dibersihkan isinya busa semua. Lebih dari 2 sampai 3 kali dibersihkan juga masih berbusa. Bayangkan kalau busa itu dimasukkan ke jarum infus, mati kita, dimakan aja enggak sehat," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Apalagi, menurutnya, kesadaran masyarakat saat ini akan kesehatan dalam berbagai hal termasuk bahan baku yang digunakan sangat penting. Hal ini yang sering tidak dilihat oleh kalangan yang sering mempertanyakan kenapa Indonesia masih butuh impor garam.
"Kita juga enggak akan mau melakukan impor kalau tanpa alasan. Ya, doakan saja semoga penjelasan ini bisa diterima sama yang marah-marah tanpa kejelasan," tutupnya.