news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mengenal Pabrik Rp 14 T yang Bikin Komisaris Krakatau Steel Mundur

23 Juli 2019 12:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Baja produksi Krakatau Steel. Foto: Dok. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
zoom-in-whitePerbesar
Baja produksi Krakatau Steel. Foto: Dok. PT Krakatau Steel (Persero) Tbk
ADVERTISEMENT
Komisaris Independen PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), Roy Edison Maningkas, mengundurkan diri. Pemicunya, Roy keberatan dengan pengoperasian pabrik baja Blast Furnace. Pabrik baja ini mulai beroperasi 20 Desember 2018 setelah 6 tahun mangkrak.
ADVERTISEMENT
Di balik beroperasinya pabrik Blast Furnace di Cilegon, Banten, tersebut, Roy menyebut ada pembengkakan nilai investasi Rp 3 triliun, yakni dari Rp 7 triliun menjadi Rp 10 triliun. Versi Krakatau Steel, nilai investasi proyek tersebut mencapai USD 1 miliar atau setara Rp 14 triliun.
Protes Roy pun telah disampaikan ke Direksi Krakatau Steel dan Kementerian BUMN.
"Jadi ini overrun, maksudnya budget-nya dia terlampaui Rp 3 triliun. Saya pikir ini bukan angka yang kecil, ini angka yang besar. Proyek terlambat 72 bulan," kata Roy saat menyampaikan surat pengunduran diri di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (23/7).
Pengunduran diri Komisaris Independen Krakatau Steel Roy Maningkas. Foto: Nicha Muslimawati/kumparan.
Persoalan lain, pemilik proyek yakni Krakatau Steel dinilai tidak paham tentang pabrik Blast Furnace yang dikerjakan oleh MCC CERI dari China dan PT Krakatau Engineering (PTKE) itu.
ADVERTISEMENT
"Tapi Blast Furnace uang punya, (tapi) proyek enggak paham," tambahnya.
Persoalan lain muncul, Krakatau Steel menghentikan proses pengoperasian 2 bulan setelah diresmikan. Saat ditanya ke dewan direksi, pengoperasian dilakukan agar tak menimbulkan temuan di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebab proyek tersebut mangkrak beberapa tahun.
"Ternyata Kementerian BUMN (juga) enggak paham kalau itu dihidupkan untuk 2 bulan aja. Investasi Rp 10 triliun dihidupkan 2 bulan," tambahnya.
Sebagai dewan pengawas, Roy juga menilai, pihak manajemen tak bisa menjamin bila pabrik Blast Furnace dapat beroperasi normal pasca-dihentikan pengoperasiannya.
"Sampai hari ini enggak ada orang yang bisa ngasih jaminan bahwa kalau dimatikan 2 bulan dihidupkan lagi mesinnya berfungsi lagi seperti normal," tambahnya.
Roy kembali menegaskan, proyek Blast Furnance ini pasti merugi. Kerugian juga terjadi bila proyek yang dimulai sejak 2011 itu tak dilanjutkan, sehingga posisi direksi saat ini terjepit.
ADVERTISEMENT
"Diterusin proyeknya salah, dihentikan proyeknya salah. Gampang saja, bikin aja matriksnya. Kalau diteruskan ya rugi Rp 1,2 triliun per tahun," tambahnya.
Direktur Utama PT. Krakatau Steel, Silmy Karim ketika mengunjungi kantor kumparan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Dalam sebuah wawancara dengan kumparan pada akhir 2018, Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim mengatakan, proyek Blast Furnace harus diselesaikan karena telah menjadi beban keuangan. Krakatau Steel menanggung bunga pinjaman karena investasi tak kunjung berjalan. Dengan pengoperasian Blast Furnace pada 20 Desember 2018, perseroan bisa mengurangi beban yang selama ini ditanggung, termasuk menambah kapasitas produksi baja.
"Yang menjadi KPI untuk bisa operasi tahun ini (2018), 20 Desember. Pabrik Blast Furnace sudah 6 tahun delay. Investasi USD 1 miliar. Karena cost of run. Ini harus saya bukukan. Ini ganggu cash flow. Ganggu cash flow, belum menghasilkan terus ganggu modal kerja,” kata Silmy di kantor kumparan, Jakarta, Selasa (11 Desember 2018).
ADVERTISEMENT
Terkait pengunduran diri Roy dari posisi komisaris, Silmy belum mengetahuinya.
"Saya lagi cek ke Pak Roy," kata Silmy saat dikonfirmasi kumparan.