Menguji Kata Jokowi soal Avtur Pertamina Bikin Mahal Tiket Pesawat

13 Februari 2019 8:23 WIB
comment
9
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Jokowi sedang membaca surat kabar. Foto: Twitter @jokowi
zoom-in-whitePerbesar
Jokowi sedang membaca surat kabar. Foto: Twitter @jokowi
ADVERTISEMENT
Isu harga avtur kembali mengemuka setelah Presiden Joko Widodo menyampaikan rasa kagetnya tentang BBM untuk pesawat yang mahal dalam perayaan Hari Ulang Tahun Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) ke-50 di Grand Sahid Jaya, Jakarta.
ADVERTISEMENT
Jokowi juga tampak kaget lantaran dibisiki oleh pengusaha Chairul Tanjung (CT) bahwa harga avtur di Bandara Soekarno Hatta selama ini dimonopoli PT Pertamina (Persero). Karena itu, dia meminta Pertamina segera turunkan harga avtur.
Benarkah ucapan tersebut? Berikut kumparan rangkum beberapa poin penting untuk menguji pernyataan Jokowi soal avtur Pertamina yang bikin mahal tiket pesawat:
1. Harga Avtur Justru Turun Sejak Oktober 2018
Berdasarkan data dari Index Mundi yang dikutip kumparan, harga avtur saat ini sedang dalam tren penurunan sejak Oktober 2018. Rata-rata harga avtur dunia yang pada Oktober 2018 berada pada level USD 2,25 per Gallon. Kemudian turun 13,52 persen menjadi USD 1,95 per Gallon pada November 2018.
ADVERTISEMENT
Harga avtur kembali turun menjadi USD 1,71 per Gallon pada Desember 2018 alias melemah 11,98 persen. Harga avtur baru sedikit menguat pada Januari 2019, yakni menjadi USD 1,79 per Gallon atau meningkat 4,73 persen.
Harga avtur yang dijual Pertamina berpatokan pada Mean of Platts Singapore (MOPS), polanya mengikuti pergerakan harga di pasar global. Pada periode yang sama ketika harga avtur menurun, harga tiket pesawat justru melonjak.
2. Harga Tiket Melonjak Usai Perang Tarif Murah Antar Maskapai
Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi pernah memberi penjelasan terkait harga tiket pesawat yang dikeluhkan masyarakat. Kata Budi Karya, tiket pesawat sebelumnya bisa murah karena maskapai-maskapai perang tarif. Tak ada kaitan dengan avtur.
Perang tarif itu berakhir ketika nyaris semua maskapai penerbangan mengalami kerugian. PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA), misalnya. Hingga akhir kuartal III 2018, maskapai pelat merah itu mencatatkan kerugian USD 110,2 juta.
ADVERTISEMENT
Selain Garuda Indonesia, low cost airline yang beroperasi di dalam negeri, PT AirAsia Indonesia Tbk (CMPP) juga mengalami kinerja buruk serupa. Di kuartal III 2018, AirAsia menderita kerugian Rp 639,16 miliar, atau membengkak 45 persen year on year (yoy).
Maskapai pun ramai-ramai menaikkan tarif hingga mendekati tarif batas atas. Menurut Budi Karya, tarif pesawat tengah kembali ke level normal setelah dalam beberapa tahun terakhir terjadi perang harga antar maskapai.
“Memang selama ini mereka perang tarif. Begitu harganya normal seolah-olah tinggi. Namun demikian, saya memang ajak mereka untuk secara bijaksana melakukan kenaikan itu secara bertahap," ungkap Budi Karya, 12 Januari 2019 lalu.
Maskapai Penerbangan. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
3. Selain Avtur, Masih Banyak Komponen Lain yang Bebani Biaya Operasional
ADVERTISEMENT
Avtur bukan satu-satunya komponen dalam biaya operasional yang ditanggung maskapai. Masih ada banyak komponen lainnya yang menjadi biaya operasional maskapai, hitungannya dibebankan ke tiket pesawat penumpang.
Dalam keterangan tertulis yang dikirim pada 1 Februari 2018 lalu, maskapai-maskapai penerbangan yang tergabung dalam Indonesia National Air Carriers Association (INACA) mengakui bahwa kenaikan harga tiket tak berkaitan dengan avtur.
"Kami memastikan bahwa harga avtur tidak secara langsung mengakibatkan harga tiket pesawat menjadi lebih mahal. Beban biaya operasional penerbangan lainnya seperti leasing pesawat, maintenance dan lain-lain memang menjadi lebih tinggi di tengah meningkatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat," kata Ketua Umum INACA yang juga Direktur Utama PT Garuda Indonesia Tbk, IGN Askhara Danadiputra.
ADVERTISEMENT
Menurut data dari Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub yang diperoleh kumparan, biaya avtur saat ini merupakan 24 persen dari seluruh komponen biaya maskapai. Ada berbagai komponen biaya lain seperti pemeliharaan, sewa pesawat, asuransi, catering, dan sebagainya.
4. Avtur Dimonopoli Pertamina Karena Belum Ada Swasta yang Jual Lagi
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menerangkan, monopoli terjadi karena saat ini tak ada swasta yang berani masuk dan bersaing dengan Pertamina dalam bisnis avtur.
"Tidak ada larangan. Jadi monopoli ini bukan kemauan Pertamina. Siapa pun boleh masuk," tegasnya kepada kumparan.
Swasta juga bukannya tak pernah mencoba untuk masuk ke bisnis avtur. Pada 2007, Shell Aviation pernah mencoba berjualan avtur di Bandara Soekarno-Hatta (Soetta). Tapi pada 2009, Shell Aviation tak lagi berbisnis avtur di Soetta.
ADVERTISEMENT
Menurut Komaidi, memang tak mudah bagi swasta untuk bersaing dengan Pertamina di bisnis avtur. Pertamina sudah memiliki infrastruktur yang lengkap dan menguasai jalur-jalur distribusi.
5. Bisnis Avtur Terbuka Buat Swasta Sejak Dulu
Anggota Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Henry Ahmad menjelaskan, tidak ada regulasi yang melarang swasta untuk masuk ke bisnis avtur. Siapa pun boleh bersaing dengan Pertamina berjualan avtur asalkan memenuhi persyaratan.
"Aturan yang melarang (swasta masuk ke bisnis avtur) sebetulnya enggak ada, hanya saja ada beberapa syarat yang harus dimiliki oleh Badan Usaha," katanya kepada kumparan.
Berdasarkan Peraturan BPH Migas Nomor 13 Tahun 2008 yang berlaku sejak 11 tahun lalu, pada Pasal 2 diatur bahwa kegiatan usaha penyediaan dan pendistribusian BBM penerbangan di setiap bandara terbuka bagi seluruh Badan Usaha, baik swasta maupun milik negara.
ADVERTISEMENT
Henry menyebutkan, syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh swasta yang mau masuk ke bisnis avtur di antaranya memiliki Izin Usaha Niaga BBM jenis Avtur dari Menteri ESDM, memilki fasilitas penyimpanan avtur dan fasilitas pengisian ke pesawat, memiliki konsumen dari perusahaan penerbangan.
6. Kementerian ESDM Batasi Keuntungan Jual Avtur Pertamina Maksimal 10 Persen
Harga avtur sebenarnya sudah diatur oleh pemerintah, Pertamina tak bisa sesukanya mengambil untung sebesar-besarnya.
Batasannya terdapat dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 17 K/10/MEM/2019 tentang Formula Harga Dasar dalam Perhitungan Harga Jual Eceran Jenis Bahan Bakar Minyak Umum Jenis Avtur yang Disalurkan melalui Depot Pengisian Pesawat Udara yang dibuat Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Dalam aturan ini, harga avtur yang dijual Pertamina di Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) harus berdasarkan biaya perolehan, biaya penyimpanan dan biaya distribusi, serta margin dengan batas atas sebagai berikut: Mean Of Platts Singapore (MOPS) + Rp 3.581/liter + Margin (10 persen dari harga dasar). Singkatnya, keuntungan Pertamina dari penjualan avtur tak boleh lebih dari 10 persen.
ADVERTISEMENT