Mengurai Tantangan Kebijakan Larangan Kantong Plastik di DKI Jakarta

26 Desember 2018 14:52 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi kantong plastik. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kantong plastik. (Foto: Pixabay)
ADVERTISEMENT
Lahirnya kebijakan pelarangan kantong plastik di DKI Jakarta mulai Januari 2019 mendatang memang bukan tanpa sebab. Jakarta yang menjadi pusat rotasi modernitas dinilai mempunyai masalah kompleks sampah yang tak kunjung usai.
ADVERTISEMENT
Kepala Seksi Pengolahan Sampah Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Rahmawati mengatakan, sampah yang masuk ke Bantar Gebang pada periode Januari hingga Oktober 2018 saja, tercatat mencapai 7.500 ton per hari. Dari jumlah itu, sumbangan sampah plastik saja mencapai 1.050 ton per hari dan kantong plastik sebanyak 75 ton per hari. Jumlah itu mengalami kenaikan dibandingkan periode sama pada tahun lalu yaitu 6.800 ton per hari.
"(Kebijakan pelarangan kantong plastik) Karena kita punya target pengurangan sampah di tahun depan (2019) 20 persen," katanya kepada kumparan, Rabu (26/12).
Di samping itu, Rahmawati menyebut, survei juga telah dilakukan terkait pemakaian kantong plastik yang ternyata cukup masif di Jakarta.
"Minimal mereka satu hari 3 lembar kantong plastik, bisa dibayangkan setiap rumah tangga kalau minimal 3 lembar, coba berapa KK di Jakarta," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Rahmawati tak memungkiri, langkah pelarangan kantong plastik ini tak bisa serta-merta menjadi solusi bakal beresnya masalah sampah di ibu kota. Namun, setidaknya ada langkah awal untuk memulai dan sebagai salah satu cara yang dinilai penting untuk menekan sampah Jakarta.
"Ada effort-lah, ada tugas berat yang harus kita lakukan dalam rangka pengurangan sampah," tegasnya.
Melihat penggunaan kantong plastik pada pedagang di pasar induk Kramat Jati Jakarta Timur pada Jumat (21/12). (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Melihat penggunaan kantong plastik pada pedagang di pasar induk Kramat Jati Jakarta Timur pada Jumat (21/12). (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
Dalam upayanya, pelaksanaan kebijakan pelarangan sampah itu, pihaknya tak bakal langsung menetapkan denda Rp 5 juta hingga Rp 25 juta kepada pedagang di pusat perbelanjaan, mal, toko kelontong, hingga pasar yang melanggar. Tapi, akan ada sosialisasi terlebih dahulu selama kurun 6 bulan yaitu Januari-Juni 2019.
"Pembinaan itu dilakukan yang pertama sosialisasi kemudian pembinaan teknis, sosialisasi, penyuluhan, konsultasi, pemberian penghargaan yang memang intens melakukan itu," terangnya.
ADVERTISEMENT
Ia menerangkan, sosialisasi akan dilakukan secara tertulis, lewat media sosial hingga langsung kepada pihak-pihak yang terkait. Tak hanya itu, ada pula teguran administratif sebelum menetapkan denda ketika pedagang melanggar.
Namun soal skema detilnya, Rahmawati mengaku, masih akan melakukan pembicaraan dengan pihak-pihak terkait untuk menentukan strategi paling efektif agar sosialisasi itu mengena ke seluruh elemen masyarakat.
"Awal Januari kan kita bisa, kalau ini kan sudah mepet tahun baru, kita sendiri juga sama PD Pasar mungkin minggu depan kita akan ada pertemuan juga dengan kepala pasar," ujar dia.
Tak hanya menekan sampah kantong plastik, Rahmawati menambahkan, kebijakan itu juga bakal jadi momen mendorong Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di sektor pembuatan kerajian tas belanja kian berkembang.
ADVERTISEMENT
"Nanti mungkin Dinas Koperasi kemudian Dinas UMKM kita menggandeng, ayo binaannya membuat ini, kita sandingkan dengan pelaku usaha," katanya.
Melihat penggunaan kantong plastik pada pedagang di pasar induk Kramat Jati Jakarta Timur pada Jumat (21/12). (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Melihat penggunaan kantong plastik pada pedagang di pasar induk Kramat Jati Jakarta Timur pada Jumat (21/12). (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
Apa yang Jadi Tantangan?
Niat Pemprov DKI Jakarta yang hendak mengurangi sampah Jakarta memang perlu diapresiasi. Namun, masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar kebijakan itu tak justru kontraproduktif.
Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahardiansyah mengatakan, kendala utama ialah mengubah perilaku kebiasaan penggunaan kantong plastik masyarakat. Utamanya, bagi pedagang pasar.
"Tahun 2013 sudah pernah menerapkan kantong plastik berbayar tapi dari itu kurang efektif, sosialisasi dan kesadaran masyarakat belum cukup mengubah perilaku, tidak semudah membalikkan telapak tangan," katanya.
Senada dengan itu, pantauan kumparan di Pasar Kramat Jati, Jakarta Timur, banyak pedagang pasar yang memang masih menggantungkan kantong plastik. Mayoritas dari mereka, juga masih minim pemahaman tentang kesadaran lingkungan atau pun kebijakan yang bakal dilontarkan Pemprov DKI itu.
ADVERTISEMENT
Maka, kata Trubus, tanggung jawab pemerintah adalah memberikan pemahaman yang masif, konsisten, dan tepat sasaran.
"Kalau hanya dibatasi hanya 6 bulan sampai 1 tahun masyarakat Jakarta sangat beragam, kalau (masyarakat) atas bisa lah mungkin, tapi maaf saja kalau (pedagang) menengah bawah (di pasar) jika diberikan sanksi berat (denda sampai Rp 25 juta) kan menjadi pertanyaan," terangnya.
"Jangan sampai malah ada kesan (kebijakan itu) hanya jadi pundi-pundi Pemprov menarik uang," tegas dia.
Di sisi lain, menurutnya, solusi untuk pedagang harus konkret. Misalnya saja, pedagang pasar yang setiap harinya bergantung pada penggunaan kantong plastik harus jelas pengganti plastik itu.
Pedagang grosir plastik di pasar induk Kramat Jati Jakarta Timur pada Jumat (21/12). (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pedagang grosir plastik di pasar induk Kramat Jati Jakarta Timur pada Jumat (21/12). (Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan)
Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio menambahkan, kebijakan pelarangan kantong plastik pun juga perlu mengakomodir berbagai pihak yang nantinya terdampak seperti pengusaha kantong plastik. Setidaknya, untuk menyiapkan agar industri itu bersiap jika memang harus melakukan peralihan produk.
ADVERTISEMENT
"Ya itu kan tahapan, industri plastiknya sendiri harus bersiap-siap untuk mengubah ke sektor lain. Ya itulah siklus bisnis, makanya Pemprov punya insentif untuk pengusaha kantong kresek bisa pindah ke mana, ya harus dan semestinya sudah dipikirkan," kata Agus.
Agus juga menekankan agar Pemprov nantinya bisa melakukan pengawasan dengan efektif dan efisien bagi pelanggar.
"Enggak usah (bentuk lembaga khusus), kan pegawai DKI banyak. Menghabiskan anggaran aja, diawasi denda semuanya bertahap," ujarnya.
Tak kalah penting, Agus mengimbau agar pemerintah nantinya juga bisa transparan dalam pengelolaan uang denda apabila sudah dijalankan.
"Yang penting uang denda itu jelas, bisa dimasukkan di website. Untuk apa, untuk perbaikan transportasi, pasar dan sebagainya. Ya kita publik mengawasi," tutupnya.
ADVERTISEMENT