Menteri Susi Minta Negara-negara Bersatu Akhiri Kejahatan Perikanan

15 Oktober 2018 21:02 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa yang mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan Sudi Pudjiastuti. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa yang mewakili Menteri Kelautan dan Perikanan Sudi Pudjiastuti. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
ADVERTISEMENT
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti meminta negara-negara lain memperkuat komitmen mengakhiri kejahatan perikanan. Sebab, kejahatan perikanan ini telah merendahkan kedaulatan negara dan menghabiskan sumber daya laut.
ADVERTISEMENT
Ajakan Susi ini disampaikan dalam pidato pembukaan Simposium Internasional ke-4 tentang Kejahatan Perikanan yang berlangsung di UN City, Copenhagen, Denmark, Senin (15/0). Pidato Susi dibacakan oleh Koordinator Staf Khusus Satgas 115 Mas Achmad Santosa, karena Susi berhalangan hadir.
Pembukaan simposium dihadiri sekitar 300 orang dari berbagai background dan berbagai negara. Ada pejabat pemerintah, akademisi, penegak hukum, LSM, dan jurnalis. Pembukaan dipimpin Camilla Bruckner, Direktur UNDP Nordic Representative Office.
Para pembicara selain Susi adalah Harald T Nesvik (Menteri Kelautan Norwegia), Elizabeth Afoley Quaye (Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Ghana), Ameer Ali Shihabdeen (Wakil Menteri Kelautan Sri Lanka), dan Silvia Makgone (Wakil Menteri Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Republik Namibia). Abdullah Omar Abshir (Wakil Menteri Perikanan dan Sumberdaya Kelautan Somalia) yang berencana hadir, ternyata berhalangan.
ADVERTISEMENT
Susi menyampaikan kebahagiannya karena melihat lebih banyak perwakilan negara seperti Ghana dan Sri Lanka hadir pada simposium ini. Karena itu, Susi berharap dapat melihat lebih banyak menteri dan pemimpin politik bergabung pada simposium Fisheries Crime selanjutnya.
“Saya mendorong negara-negara untuk memilki komitmen yang sama untuk mengakhiri kejahatan yang telah merendahkan kedaulatan negara dan menghabiskan sumber daya laut,” pinta Susi.
Camilla Bruckner, Direktur UNDP Nordic Representative Office. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Camilla Bruckner, Direktur UNDP Nordic Representative Office. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Upaya untuk mengakhiri kejahatan perikanan, lanjut Susi, tidak akan berhenti pada simposium kali ini. Namun, Susi berharap perjuangan ini dapat ditingkatkan pada forum United Nation sehingga dapat menghasilkan dasar yang lebih kuat dalam perjuangan melawan transnational organized crime ( TOC).
Dalam pidatonya, Susi menegaskan bahwa nilai aset ekonomi laut di tingkat global sangat tinggi. Berdasar studi WWF (2015), nilai total dari aset laut di dunia diperkirakan mencapai USD 24 triliun.
ADVERTISEMENT
Jumlah tersebut terdiri dari sumber daya ikan, mangrove, coral reef dan rumput laut yang secara keseluruhan memiliki nilai ekonomi USD 6,9 triliun. Sementara dari perdagangan dan transportasi USD 5,2 triliun, garis pantai yang produktif USD 7,8 triliun, dan penyerapan karbon USD 4,3 triliun.
“Semakin bangsa-bangsa di dunia memiliki kemampuan untuk menjaga kesehatan laut, maka semakin mampu untuk menjaga bahkan meningkatkan nilai ekonomi dari laut itu sendiri,” kata Susi.
Saat ini, lanjut Susi, TOC dalam industri perikanan masih dipandang sebagai ancaman besar terhadap sumber daya laut dunia. Ancaman ini tidak hanya saja ancaman terhadap kehancuran keamanan pangan, tapi juga memberikan efek negatif terhadap ekonomi, merugikan daya dukung ekosistem lingkungan, dan mengabaikan perlindungan dan penghormatan HAM.
ADVERTISEMENT
“TOC dalam industri perikanan merupakan kejahatan yang sangat serius dengan cara mengabaikan rule of law dan merendahkan kedaulatan nasional. Indonesia telah menjadi saksi tentang bagaimana kapal Viking dan STS-50 itu selama bertahun-tahun berkeliling dunia tanpa bisa ditangkap oleh aparat penegak hukum dari negara pantai sekalipun. Mereka menggunakan identitas palsu dan mencuri ikan tanpa adanya izin,” tegas Susi.
Menteri Kelautan Norwegia Harald T Nesvik. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Kelautan Norwegia Harald T Nesvik. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Sampai saat ini, kapal-kapal yang melakukan TOC masih menggunakan flag of convenience dan melakukan alih muat tengah laut (transshipment) untuk mentransfer hasil tangkapan sebelum diekspor untuk menghindari kewajiban-kewajiban keuangan negara, administratif, maupun kewajiban hukum lainnya.
Indonesia juga memiliki pengalaman yang pahit, karena TOC dalam industri perikanan selalu berkaitan dengan kejahatan lainnya dan pelanggaran HAM, termasuk menggunakan korban ‘human trafficking’ sebagai awak pada kapal penangkap ikan.
ADVERTISEMENT
Ada dua hal yang diusulkan Susi kepada forum. Pertama, perlu pengakuan tentang ocean (legal) right dengan mengubah paradigma berfikir antroposentrisme menjadi ecosentrime.
Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Eko Rudianto saat presentasi di LON Forum. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Eko Rudianto saat presentasi di LON Forum. (Foto: Arifin Asydhad/kumparan)
Perubahan paradigma ini akan melahirkan kewajiban negara memberikan perlindungan yang lebih sungguh-sungguh terhadap laut. Kedua, pelarangan transshipment di lautan termasuk laut lepas yang merupakan langkah untuk mencegah TOC dalam industri perikanan, mengingat 40 persen transshipment berlokasi di laut lepas.
Pada kesempatan tersebut, Susi juga memberikan apresiasi kepada Norwegia yang selama ini telah menjadi motor dari penyelenggaraan sinposium. Susi juga menyampaikan terimakasih kepada para penyelenggara (co-host) seperti UNDP, UNODC, Nordic Council of Ministers, PESCADOLUS Network dan North Atlantic Fisheries Inteligence Group (NAFIG). Simposium tahunan ini merupakan satu-satunya forum internasional yang secara khusus menyediakan platform untuk membahas TOC di sektor perikanan.
ADVERTISEMENT
Simposium internasional ke-4 akan berlangsung hingga 17 Oktober 2018. Sebelumnya simposium ke-1 hingga ke-3 digelar di Cape Town (Afrika Selatan), Yogyakarta (Indonesia), dan Wina (Austria).