Menyiapkan Putra-Putri Indonesia untuk Mengelola Tambang Grasberg

17 Agustus 2018 16:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Merah Putih di Tambang Grasberg. (Foto: kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Merah Putih di Tambang Grasberg. (Foto: kumparan)
ADVERTISEMENT
Pekerjaan rumah menanti PT Inalum (Persero) usai melakukan penandatangan perjanjian awal atau Head of Agreement (HoA) dengan Freeport McMoRan Inc pada 12 Juli 2018 lalu di Kementerian Keuangan.
ADVERTISEMENT
Selain menyelesaikan transaksi divestasi 51 persen saham PT Freeport Indonesia (PTFI) sebesar USD 3,85 miliar, kemampuan anak-anak bangsa juga disoroti banyak pihak. Apakah ahli-ahli pertambangan kita mampu mengoperasikan sendiri Tambang Grasberg?
Menurut dosen dan peneliti dari Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung (ITB), Ridho Kresna Wattimena, sebagian besar operasional tambang di sana dikerjakan oleh orang Indonesia. Karena itu, kata dia, ahli-ahli pertambangan Indonesia di sana pasti memiliki kemampuan untuk mengoperasikan tambang di sana.
Dia menjelaskan, PTFI menerapkan metode penambangan block caving pada dua tambang bawah tanah utamanya. PTFI merupakan satu-satunya perusahaan yang menerapkan metode penambangan ini.
“Jadi, jika yang dimaksud adalah ahli-ahli pertambangan yang saat ini bekerja di PTFI, jawabannya jelas ya! Mereka sudah sangat berpengalaman dengan metode ini selama bertahun-tahun dan sudah sangat mumpuni. Tetapi jika harus melibatkan ahli-ahli tambang yang belum punya pengalaman dengan metode block caving, tentu perlu waktu untuk belajar, meskipun saya yakin hal ini dapat dilakukan,” kata dia kepada kumparan, Jumat (17/8).
ADVERTISEMENT
Jika melihat ahli-ahli pertambangan Indonesia yang bekerja di sana selama bertahun-tahun, Inalum tidak perlu menyewa ahli pertambangan asing. Dia bilang, dengan jam kerja yang tinggi selama ini, seharusnya membuat para teknisi tambang Indonesia di sana sudah akrab dengan teknologi yang digunakan.
Hanya saja, ia menambahkan, mungkin aspek manajerial dan perencanaan strategis yang masih perlu dipelajari dengan lebih mendalam. Khususnya yang berhubungan dengan operasi penambangan skala raksasa.
“Tapi ini bisa dipelajari. Tidak perlu menunggu suatu saat. Sekarang pun pengetahuan dan teknologi tersebut sudah dipahami oleh ahli-ahli tambang nasional kita,” ujarnya.
Hal yang sama juga diungkapkan Budi Santoso. Menurut pengamat pertambangan Indonesia ini, Indonesia tidak perlu takut tidak memiliki orang-orang yang ahli untuk mengelola tambang emas dan tembaga yang selama ini dikuasai PTFI.
ADVERTISEMENT
Kalau pun Indonesia membutuhkan keahlian khusus, bisa membayar orang asing yang mumpuni. Praktek ini bukan suatu kemunduran, sebab perusahaan terkenal pun melakukan hal yang sama. PTFI pun begitu.
“Kalau masalah keahlian khusus, itu kita tinggal cari konsultan saja. PTFI pun melakukan hal itu. Jadi, selama ini mereka juga cari konsultan yang ahli tentang batu dan macam-macam. Sederhananya, kepemilikan itu sebenarnya cuma perubahan board of director. Kalau di bawah tetap, enggak ada perubahan. Jadi Indonesia pasti bisa. Kita mampu, karena sampai hari ini yang mengoperasikan itu teman-teman saya. Tony Wenas, Sunoto, semuanya orang Indonesia dari bawah sampai atas,” jelasnya.
Suasana penggalian di Freeport.
 (Foto:   Instagram @freeportindonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana penggalian di Freeport. (Foto: Instagram @freeportindonesia)
Menurut Budi, ketika nantinya sudah menjadi pemegang saham mayoritas, sebaiknya Inalum juga menjadi operator Tambang Grasberg. "Masalah PTFI jangan cuma dilihat dari benefit finansialnya, tapi harus juga dilihat dan harus bisa mencerminkan juga kemampuan nasional. Kalau mencerminkan nasional, harus bisa operasional. Jadi kalau misalnya nanti PTFI yang mengelola, enggak ada gunanya (punya mayoritas saham),” kata dia.
ADVERTISEMENT
Hal lain yang mungkin ini jadi tantangan buat Indonesia dalam mengelola tambang di sana nantinya adalah sistem birokrasi. Dia bilang sistem birokrasi yang selama ini di BUMN tidak bisa diterapkan di PTFI.
Apalagi kalau sampai dibumbui dengan drama partai politik atau anggota DPR yang minta jatah.
"Pola pengambilan keputusan dari direktur yang nanti harus mendapat persetujuan, kalau sektor minerba Indonesia kan melintasi tiga kementerian, yaitu Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, dan Kementerian Keuangan. Nah itu menjadi kendala karena proses pengambilan keputusan PTFI langsung pada dewan direksi dan manajemen, jangan sampai nanti keputusan yang di level manejernya saja nanti harus minta keputusan menteri terkait. Itulah yang mungkin harus disiapkan,” kata dia.
Sementara itu, Menteri ESDM Ignasius Jonan berpendapat bahwa masih perlu waktu bagi anak-anak bangsa untuk mengelola sendiri Tambang Grasberg tanpa Freeport. "Kalau ini dikelola oleh anak-anak bangsa kita sendiri, secara teori bisa. Tapi tidak ada bukti kita itu pernah mengelola tambang sekompleks ini," ujarnya kepada kumparan.
ADVERTISEMENT
Karena itu, ia mendorong Inalum untuk bekerja sama dengan Freeport mengelola Grasberg. Diharapkan, kerja sama tersebut dibarengi dengan alih pengetahuan dan teknologi untuk bangsa Indonesia.
"Makanya manajemennya sama-sama. Enggak ada cara lain. Coba, siapa yang punya blue print site di Grasberg itu? Baik blue print deposit, blue print program kerja, blue print operasi, dan blue print safety. Freeport McMoRan yang punya. Nah kalau (dikelola) sama-sama, mestinya persiapan 2 kali 10 tahun itu facing out supaya kita bisa mengelola. Ini untuk generasi selanjutnya, bukan zaman saya," tutupnya.