Mereka yang Menolak dan Mendukung Tax Amnesty Jilid II

3 Agustus 2019 17:38 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah orang di Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah orang di Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani membuka ruang untuk melakukan kembali program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid II. Hal ini diinisiasi kalangan pengusaha lantaran banyak yang belum ikut pengampunan pajak.
ADVERTISEMENT
Direktur Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah menentang adanya tax amnesty jilid II. Menurutnya, tax amnesty tak bisa dilakukan kembali dalam jangka pendek karena akan menimbulkan citra buruk bagi Indonesia.
"Secara teori tax amnesty tidak boleh dilakukan berturut-turut dalam waktu yang pendek karena bisa memunculkan moral hazard. Akibatnya tax amnesty tidak akan efektif," ujar Piter kepada kumparan, Sabtu (3/8).
Direktur CORE, Piter Abdullah. Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Lebih lanjut dikatakan Piter, adanya tax amnesty jilid II juga bukan jaminan penerimaan negara selanjutnya akan lebih baik. Sehingga menurutnya, pemerintah seharusnya fokus mengoptimalkan hasil dari tax amnesty yang telah didapat.
"Ya seharusnya pemerintah justru menindaklanjuti tax amnesty, yang dulu tidak ikut dikenakan sanksi. Tax amnesty jilid II juga enggak jaminan penerimaan selanjutnya membaik lagi," jelasnya.
Yustinus Prastowo, Direktur CITA Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (Cita) Yustinus Prastowo mengatakan, jika program tax amnesty jilid II jadi dilaksanakan, hal itu justru memberikan pandangan buruk bagi pemerintah. Bahkan memberikan efek psikologi agar masyarakat tak patuh pajak.
ADVERTISEMENT
"Hal ini juga akan melukai rasa keadilan bagi yang sudah ikut tax amnesty dengan jujur, bagi yang selama ini sudah patuh. Dan akan jadi preseden buruk karena menciptakan efek psikologi bahwa 'Saya lebih baik tidak patuh karena akan ada tax amnesty,' atau dalam literatur disebut sindrom ‘permanent tax amnesty’ sebagaimana pernah terjadi di Argentina," ujar Yustinus.
Yustinus secara tegas menolak rencana tax amnesty jilid II. Menurutnya, hal ini juga tak baik bagi masa depan Indonesia dan sistem perpajakan.
"Kami tidak setuju dan menolak tegas wacana tax amnesty “jilid 2” sebagaimana beredar dan diwacanakan, oleh siapa pun," katanya.
Antrean di Kantor Ditjen Pajak, Gatot Subroto. Foto: Nicha Muslimawati/kumparan
Sementara itu, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Roeslani mengatakan, jika tax amnesty jilid II kembali dilakukan, periode pelaksanaannya bisa lebih singkat dari sebelumnya yang mencapai sembilan bulan. Pemerintah pun tak perlu lagi menghabiskan waktu dengan sosialisasi seperti tax amnesty sebelumnya.
ADVERTISEMENT
"Mungkin tidak usah terlalu panjang, yang penting dampaknya. Saya yakin akan lumayan (banyak) yang ikut. Tidak perlu sembilan bulan, lebih pendek saja. Karena di awal kan orang masih nanya ini barang baru apa? Jadi butuh sosialisasi yang mendalam," ujar Rosan kepada kumparan, Sabtu (3/8).
Ketua Umum KADIN Indonesia, Rosan Roeslani. Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Adapun hasil tax amnesty selama Juli 2016 hingga Maret 2017 hanya didapatkan 965.000 wajib pajak yang tercatat mendeklarasikan hartanya.
Adapun hasil deklarasi harta pada tax amnesty per Maret 2017 mencapai Rp 4.884,26 triliun, terdiri dari deklarasi harta dalam negeri Rp 3.700,8 triliun dan deklarasi harta luar negeri Rp 1,036,7 triliun. Sementara harta yang direpatriasi hanya sebesar Rp 146,7 triliun.
"Kemarin tax amnesty sampai Pak Presiden yang ikut kampanye segala macem hanya ada 1 juta wajib pajak. It's very low dibandingkan ekspektasi kita," tambahnya.
ADVERTISEMENT