Moeldoko Blak-blakan Terkait Persoalan Pertanian di Indonesia

13 Desember 2018 13:29 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko membuka acara CEO dan Forum Outlook 2019 Agribisnis di Hotel Ritz Carlton, Jakarta Selatan. (Foto: Abdul Latif/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko membuka acara CEO dan Forum Outlook 2019 Agribisnis di Hotel Ritz Carlton, Jakarta Selatan. (Foto: Abdul Latif/kumparan)
ADVERTISEMENT
Sektor pertanian merupakan salah satu penopang penting bagi kemakmuran Indonesia. Hanya saja, selama ini berbagai persoalan kerap terjadi di sektor pertanian.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko buka suara terkait persoalan yang kerap kali dihadapi sektor pertanian tanah air. Persoalan yang paling utama yaitu terkait kondisi tanah atau penyempitan lahan pertanian produktif.
"Tanah kita tadi lahan bakunya menyempit, sekarang ini pun rata-rata (penyusutan) 0,2-0,3 juta hektare (ha), setelah itu rusak. Selain itu, karena penggunaan pestisida luar biasa banyak, sehingga membuat kondisi tanah kita rusak," ungkapnya saat ditemui di Hotel Ritz Carlton, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/12).
Ia pun bercerita saat berkunjung ke salah satu sentra pertanian di Jawa Timur. Pada saat itu, ia melihat penggunaan pupuk yang berlebihan. Sehingga struktur tanah menjadi sangat keras dan rusak.
Suasana sawah di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana sawah di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara. (Foto: Jamal Ramadhan/kumparan)
"Tetapi kebanyakan (pupuknya). Tanah menjadi keras, dicangkul itu bunyi keras, sampai keluar itu asapnya, apinya itu persoalan tanah," katanya.
ADVERTISEMENT
Persoalan kedua, kata Moeldoko terkait penyaluran pemodalan yang belum menyentuh secara optimal ke lapisan masyarakat, termasuk ke para petani.
"Berikutnya persoalan capital atau permodalan itu dasar agar kita segera untuk membuka akses permodalan. HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia) harus memiliki mitra strategi (seperti) BRI, (bank) Mandiri dan seterusnya. Agar apa? Agar KUR (Kredit Usaha Rakyat) program KUR dengan cepat tersalurkan," imbuhnya.
Tak hanya itu, persoalan lainnya yang turut menjadi tantangan bagi para petani di Indonesia adalah literasi terhadap kemajuan teknologi. Menurutnya, para petani belum memiliki kesadaran penggunaan teknologi dalam bertani.
"Mari kita evaluasi. Berbicara inti dari revolusi 4.0 adalah kolaborasi. Bagaimana mengkolaborasikan teknologi dan science di situ ada internet of thing, ada advance robotic, di situ ada 3D printing. Macam-macam tetapi berikan teknologi tepat guna bagi petani yang mudah dipahami, mudah dijalankan. Enggak usah berbicara industri 4.0. Petani tidak perlu itu, kita butuh teknologi-teknologi yang bisa buat terbaik," tandasnya.
ADVERTISEMENT