Naikkan Harga BBM Dinilai Alasan Rasional Tekan Subsidi Energi

19 September 2018 9:27 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas Pertamina mengisi BBM ke dalam truk tangki (Foto: ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)
zoom-in-whitePerbesar
Petugas Pertamina mengisi BBM ke dalam truk tangki (Foto: ANTARA FOTO/Adeng Bustomi)
ADVERTISEMENT
Pembengkakan belanja subsidi energi diproyeksi akan kembali terjadi pada tahun ini. Kementerian ESDM mencatat, belanja subsidi energi hingga akhir tahun ini diprediksi menjadi Rp 149 triliun, membengkak Rp 54,4 triliun dari target APBN 2018 sebesar Rp 94,6 triliun atau naik sebanyak 60 persen.
ADVERTISEMENT
Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto, mengatakan pembengkakan subsidi energi sebenarnya bukan barang baru. Apalagi, dengan kondisi rupiah yang melemah terhadap dolar AS, sementara impor BBM terus tinggi.
Menurut dia, cara yang yang paling masuk akal untuk menahan laju subsidi energi adalah dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. Namun, kata dia, secara politik langkah ini tidak akan diambil pemerintah saat ini.
“Yang paling rasional itu sebenarnya menaikkan harga BBM secara keekonomian. Tapi secara politik ya, saya tidak tahu,” kata Pri Agung kepada kumparan, Rabu (19/8).
Adapun yang membengkak antara lain adalah subsidi minyak tanah dari Rp 2,2 triliun menjadi Rp 3,6 triliun atau naik 50 persen. Subsidi BBM Solar naik 300 persen dari Rp 7 triliun menjadi Rp 21 triliun, subsidi Elpiji naik 70 persen dari Rp 37 trilun menjadi Rp 56 triliun, dan Listrik naik 40 persen dari Rp 47 triliun menjadi Rp 60 triliun.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, dengan menaikkan harga BBM bersubsidi, termasuk Premium yang seharusnya masuk dalam bahan bakar bersubsidi, akan banyak manfaatnya bagi keuangan negara.
Pertama, beban Pertamina berkurang. Kedua, keputusan ini juga akan memberi sinyal kepada pelaku pasar bahwa pemerintah melakukan kebijakan sesuai dengan keekonomian. Harapannya pasar meresponnya positif.
“Lalu, kalau harga BBM lebih sesuai keekonomian, harapannya konsumsi bisa ditahan. Sebenarnya kalau dinaikkan harga, bisa mengurangi potensi penyalahgunaan penyelundupan juga,” lanjutnya.
Tapi, kata dia, karena Presiden Joko Widodo sudah mengumumkan tidak akan menaikkan harga BBM Solar dan Premium hingga 2019, pemerintah pun sudah tahu risikonya, yaitu beban APBN 2019 akan bertambah karena menambah anggaran subsidi energi.
Hal ini, sebenarnya sudah diakui dan dikatakan Menteri ESDM Ignasius Jonan. Sebab, asumsi-asumsi makro dalam APBN 2018 sudah terdepresiasi semua seperti kurs rupiah yang dipatok Rp 13.400, nyatanya sekarang sudah di atas Rp 14.000, bahkan mendekati Rp 15.000 per dolar AS.
Ilustrasi instalasi listrik (Foto: Basri Marzuki/ANTARA)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi instalasi listrik (Foto: Basri Marzuki/ANTARA)
Belum lagi, asumsi harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price) yang dipatok APBN 2018 sebesar USD 48 per barel sudah tidak relevan lagi karena harga minyak mentah dunia sudah di atas USD 70 per barel.
ADVERTISEMENT
“Sejalan dengan yang dibilang Pak Jonan bakal bengkak. (Kalau sampai ditahan sampai 2019) pemerintah sudah tahu konsekuensinya. Kalau tidak naikkan subsidi energi, khususnya BBM, angkanya bengkak. Jadi pilihannya bagi pemerintah ya bisa saja enggak naikkin harga BBM tapi tambah anggaran subsidi,” kata dia.
Meski subsidi energi diprediksi bakal bengkak, Menteri Jonan mengatakan penerimaan negara dari sektor migas juga besar tahun ini malah surplus. PNBP dari migas tahun ini bisa mencapai Rp 200 triliun.
Ditambah PNBP minerba Rp 40 triliun, total sektor ESDM menyumbang penerimaan negara sebesar Rp 240 triliun tahun ini, jauh lebih besar dibandingkan total anggaran untuk subsidi energi.
Menurut Pri Agung, PNBP dari sektor migas masih positif. Tapi, ketika uang itu masuk ke kas negara, tidak serta merta akan digunakan untuk menambal subsidi energi saja, tapi akan digunakan untuk pos anggaran lainnya.
ADVERTISEMENT
“Jadi itu yang perlu disampaikan secara utuh, faktanya overall meski penerimaan negara dari sektor migas positif tapi APBN defisit. Jadi sebetulnya positifnya juga enggak ada karena sudah dipakai di pos lain,” jelasnya.