NSHE Bantah Tuduhan PLTA Batang Toru di Tapanuli Rusak Ekosistem Hutan

28 September 2018 19:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Orang Utan Tapanuli (Foto: Tim Laman via Wikimedia Commons)
zoom-in-whitePerbesar
Orang Utan Tapanuli (Foto: Tim Laman via Wikimedia Commons)
ADVERTISEMENT
PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) membantah tuduhan bahwa proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, merusak ekosistem hutan. Tak hanya itu, NSHE juga mengklaim proyek ini tidak merugikan masyarakat, justru menguntungkan penduduk ke depannya.
ADVERTISEMENT
Senior Advisor dan Juru Bicara NSHE Agus Djoko Ismanto mengatakan, dengan keberadaan sungai Batang Toru yang besar, pembangkit listrik yang dibangun di sana idealnya memang bertenaga air. PLTA juga menjadi salah satu pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan (EBT).
“Ini masuk proyek 35 ribu megawatt. Sekarang pilihannya apa? Mau bangun pakai batu bara? Mau pakai diesel? Harga BBM mahal. Ya PLTA (solusinya),” kata dia dalam diskusi dengan media di Financial Club Jakarta, Graha CIMB Niaga, Jakarta, Jumat (28/9).
Kata pria yang biasa dipanggil Aji ini menyebut, ada sekitar 6 isu yang dituduhkan beberapa Non Goverment Organization (NGO) atau LSM ke PLTA Batang Toru yang berkapasitas 510 MW ini.
Pertama, soal isu bahwa NSHE membangun giant dum atau dam besar untuk membendung air.
ADVERTISEMENT
“Padahal kita membangun kolam harian 66 hektare dengan simpanan air alamiah di hutan. Jadi bukan giant dum, kita juga enggak bangun reservoir,” lanjutnya.
Isu kedua adalah lokasinya berada di hutan primer. Menurut versi NSHE, proyek mereka dikerjakan bukan di lahan primer melainkan di Area Penggunaan Lain (APL) yang berada di kawasan ekosistem Batang Toru yang mencapai 163 ribu ha, di mana di dalamnya juga terdapat hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan produksi.
Ilustrasi hutan. (Foto: Pixabay)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi hutan. (Foto: Pixabay)
Isi ketiga, lanjut Aji, proyek ini disebut berada di antara habitat utama Orang Utan Tanapanuli sehingga dikhawatirkan mengganggu keberlangsungan hidup binatang tersebut. Aji pun mengatakan, perusahaan membuat semacam jembatan gantung untuk Orang Utan menyeberang saat prakonstruksi dan konstruksi berlangsung.
ADVERTISEMENT
Aji menegaskan, PLTA Batang Toru merupakan proyek yang irit lahan. Luas lahan yang digunakan sekitar 122 ha dengan rincian luas bangunan 55 ha dan luas genangan maksimal 66 ha (kolam harian). Total lahan yang digunakan hanya 0,07 persen dari keseluruhan kawasan ekosistem Batang Toru. Aji menyebut, ini lebih irit dibanding Waduk Jatiluhur yang memakan lahan di atas 1000 ha.
“Isu keempat adalah menyebabkan fragmentasi Blok Barat-Blok Timur. Padahal fragmentasi alamiah oleh Sungai Batang Toru,” kata dia.
Isu kelima, proyek ini disebutkan menyebabkan lahan fluktuasi aliran sungai, kering di siang hari dan banjir di malam hari. Faktanya, Aji mengklaim, kebijakan operasi PLTA ini telah melakukan studi untuk menjaga kesehatan sungai yang disesuaikan dengan debit harian.
ADVERTISEMENT
Isu keenam tentang tuduhan perusahaan menggunaka ribuan bahan peledak untuk membuat terowongan. Disebutkan oleh NGO, bahan peledak yang digunakan sebanyak ribuan ton.
“Padahal bahan peledak yang kita gunakan hanya 26,5 ton saja. Sudah beda kalau disebutnya ribuan ton. Jauh sekali,” jelas dia.
Proyek PLTA Batang Toru sendiri sudah berjalan sejak 2008 lalu. Saat ini, progresnya masih dalam tahap prakonstruksi 6,7 persen. Konstruksi ditargetkan berjalan awal tahun depan dengan masa penyelesaian hingga 2022. Nilai investasinya Rp 21 triliun.