OJK: Baru 49 Persen Masyarakat Indonesia Punya Rekening Bank

27 Juli 2019 11:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelatihan Media Massa Soal Program Laku Pandai Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pelatihan Media Massa Soal Program Laku Pandai Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat tingkat inklusi keuangan di Indonesia masih rendah. Berdasarkan data World Bank pada 2017, tingkat inklusi keuangan Indonesia tercatat hanya sebesar 49 persen.
ADVERTISEMENT
Hal ini berbanding lurus dengan data Global Findex World Bank 2017 tentang presentase kepemilikan rekening dibanding total masyarakat berusia 15 tahun ke atas. Data tersebut menunjukkan 70 persen masyarakat di negara-negara wilayah Asia Selatan sudah memiliki rekening bank.
Sedangkan di Indonesia, kepemilikan rekening masih terbilang rendah yaitu hanya 49 persen. Padahal memiliki rekening bank merupakan salah satu tahap penting agar inklusi keuangan bisa terwujud.
“Data 2017, di Indonesia baru 49 persen masyarakat yang punya akun bank. Sedangkan di Asia Selatan sudah 70 persen punya akun bank. Padahal punya akun itu adalah langkah awal ikut serta memperluas inklusi keuangan karena memungkinkan orang menyimpan uang, mengirim, menerima pembayaran dan lainnya,” ungkap Direktur Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, Mohamad Miftah di Hotel Dialoog, Banyuwangi, Sabtu (27/7).
ADVERTISEMENT
Menurut Miftah, sebagian besar masyarakat belum membuka rekening bank disebabkan akses yang sulit. Misalnya, lokasi bank yang jauh dari pemukiman. Hal ini membuat masyarakat lebih memilih menyimpan uangnya di rumah.
"Jadi masih banyak yang belum buka rekening karena lokasi perbankan jauh," ujarnya.
Selain itu, menurut Miftah, masih banyak layanan perbankan yang belum dipahami oleh masyarakat. Faktor lain, masyarakat juga masih terbiasa dengan cara pembayaran tunai.
Untuk itu, Miftah mengatakan pihaknya akan terus menggalakkan program Layanan Keuangan Tanpa Kantor dalam Rangka Keuangan Inklusif (Laku Pandai). Sesuai namanya, dengan adanya laku pandai ini, masyarakat diharapkan mengenal layanan keuangan (financial service deepening) serta bisa memanfaatkan produk dan jasa keuangan formal seperti menyimpan uang yang aman (keeping), transfer, menabung maupun pinjaman dan asuransi.
ADVERTISEMENT
Agen laku pandai yang tersebar ke berbagai wilayah diharapkan dapat memudahkan masyarakat untuk mengakses layanan bank. Minimal setiap masyarakat bisa mulai memiliki rekening. Sebab sejatinya, menurut Miftah, memiliki rekening bank saja belum cukup untuk bisa mencapai level inklusi keuangan. Hal ini pun menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah untuk bisa memperdalam inklusi keuangan.
“Kondisinya nabung bisa, tapi kalau mau transfer datang ke bank, masih antri. Belum mengenal layanan online. Ternyata kondisi kayak gitu enggak inklusif. Harus bisa akses ke semua layanan. Kalau enggak, belum inklusi,” tandasnya.