OJK: Batas Kredit Macet Fintech P2P Lending Maksimum 1 Persen

20 Oktober 2018 12:36 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) (Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan)
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta kepada seluruh perusahaan financial technology (Fintech) berbasis peer to peer (P2P) lending yang sudah terdaftar untuk melaporkan rasio kredit bermasalah alias non performing loan (NPL). Hal ini dilakukan agar besaran NPL pada pelaku bisnis ini dapat dikontrol oleh OJK sebagai pihak regulator.
ADVERTISEMENT
"Kami mewajibkan semua fintech P2P lending yang terdaftar di OJK itu harus selalu melaporkan posisi NPL-nya dari waktu ke waktu. Kalau ada penyelenggara fintech P2P yang mungkin lalai belum melaporkan NPL-nya maka laporkan ke kami. Karena itu kewajiban," ungkap Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan OJK, Hendrikus Passagi, di Hotel Ibis, Bogor, Sabtu (20/10).
Hendrikus mengatakan, pelaporan NPL tersebut sangat diperlukan untuk mengetahui besaran NPL pada fintech P2P lending secara umum. Menurutnya saat ini besaran NPL untuk fintech P2P lending ada dikisaran 1 persen. Namun angka ini masih fluktuatif sebab jumlah pemain fintech selalu bertambah setiap bulan.
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Fintech. (Foto: Thinkstock)
"NPL kita itu berkisar di 1 persen kadang kadang 0,9 naik 1 persen, naik lagi 1,2 persen 1,3 persen kemudian turun lagi. Nah kenapa dia naik turun? Karena pelaku fintech P2P lending itu setiap bulan jumlahnya nambah. Jadi ada yang baru baru karena investment yang baru ini sistemnya belum begitu memahami kadang-kadang NPL-nya lebih tinggi sehingga mereka menggerek NPL yang lain, setelah jalan dua bulan turun lagi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Meski demikian, Hendrikus mengatakan pihaknya telah memberikan batas besaran NPL untuk seluruh perusahan fintech P2P lending berada di posisi 1 persen. "Kalau selama ini kan data kita menunjukan kisaran 1 persen, kami di kisaran 1 persen. Atau dengan kata lain 1 persen jangan melampaui 2 persen,” ujarnya.
Di sisi lain, Hendrikus menjelaskan, sejatinya besaran NPL tidak relevan pada industri P2P lending. Menurutnya, kondisi NPL pada P2P lending berbeda dengan perbankan. Namun pihaknya tetap menghitung besaran NPL sebagai alat monitoring dari OJK.
“Tapi tetap kami hitung karena ini merupakan alat monitoring OJK, seberapa bagus, untuk scoring industri ini,” tandasnya.